Pada 1993, muncul isu yang dilontarkan kalangan DPR-RI bahwa proyek-proyek di PT PAL hanya menghambur-hamburkan uang negara. Tokoh Petisi 50 Ali Sadikin (Alm) menaruh perhatian pada isu tersebut. Lantaran ia merasa pernah ikut membangun PAL semasa menjabat Deputi Menteri Angkatan Laut tahun 1960-an.
Dalam satu pertemuan dengan B.J. Habibie, Direktur Utama pada waktu itu, Bang Ali menanyakan hal tersebut. Habibie dengan tegas menjawab: "Itu tidak betul!" Demi menyakinkan Bang Ali, Habibie mengundang mantan Gubernur DKI itu ke PT PAL. Apa yang terjadi? Bang Ali terkesima melihat berbagai fasilitas PT PAL dan proyek-proyek pembangunan kapal yang dikerjakannya. Ia malah bersyukur karena PAL dikelola oleh orang yang tepat, yakni Habibie, sehingga galangan ini berkembang pesat dan memperkuat potensi industri maritim di Tanah Air. Jika tidak ditangani "orang yang tepat" seperti Habibie, menurut Bang Ali, PAL akan menjadi museum karena anggaran TNI-AL amat minim.
Sementara itu, mantan menko polkam Laksamana TNI (Purn) Sudomo pernah mengungkapkan, PAL jadi sasaran pemboman selama Perang Pasifik, semula oleh Jepang, dan selanjutnya oleh Sekutu. Maka PAL praktis seperti puing-puing besi tua ketika diambil oleh TNI-AL. Lalu TNI-AL merehabilitasi fasilitas-fasilitas PAL seperlunya, agar bisa berfungsi kembali sebagai sarana pemeliharaan dan perbaikan (Harkan) kapal-kapal perangnya.
Sudomo memuji Habibie atas keberhasilannya membangun PT PAL, dari "puing-puing besi tua" menjadi galangan modern dan ujung tombak industri perkapalan nasional. Karena kesibukan Habibie dengan berbagai jabatannya, tidaklah mungkin ia melaksanakan tugasnya sebagai Direktur Utama PT PAL setiap hari. Maka Habibie mengangkat Suleman sebagai Koordinator Kegiatan (setara dengan Senior Execitive Five President) PT PAL, untuk mengendalikan PT PAL sehari-hari. Disamping sebagai Direktur Teknologi, kemudian Direktur Teknologi dan Komersial, sebelum menjadi Direktur Komersial PT PAL. Jabatan Koordinator Kegiatan ini mirip dengan jabatan Sekretaris Jenderal di Departemen, yang tugasnya mewujudkan kebijakan-kebijakan Menteri menjadi program, kegiatan, dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan intern departemen.
Sejak awal memang telah terbentuk sinergi antara Habibie dan Suleman dalam proses pengembangan industri kelautan nasional dan PT PAL. Habibie lebih memfokuskan pada kebijakan-kebijakan, melalui pendekatan (lobi) ke berbagai pihak. Sedangkan Suleman mengimplementasikan dan mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan yang dibuat Habibie menjadi program-program dan kegiatan nyata, untuk mendorong kemajuan serta modernisasi PT PAL.
Jelaslah, dengan kedudukan sebagai orang nomor dua di PT PAL, Suleman tidak banyak dikenal oleh masyarakat maupun para pejabat tinggi Pemerintah, sehingga Ali Sadikin dan Sudomo sama sekali tidak menyebut nama Suleman dalam pujian mereka atas keberhasilan PT PAL.
Bahwa Habibie yang mendapat pujian atas sukses PT PAL, Suleman menganggap itu sebagai sesuatu yang lumrah. Karena Habibie memang orang nomor satu di PT PAL pada saat itu.
Suleman berpendapat bahwa tanpa Habibie, PT PAL tidak akan ada. Pasalnya, Presiden dimasa Order Baru sangat berkuasa, sehingga upaya untuk membangun sebuah industri kapal nasional yang tangguh harus dilakukan oleh orang yang punya lobi yang kuat dengan Presiden. Dan orang itu adalah Habibie.
"Jadi kalau Pak Habibie yang mendapat pujian atas performance PT PAL, memang seharusnya begitu," tukas Suleman. "Saya hanya pelaksana. Kalau saya sendiri disuruh membangun PT PAL, rasanya tidak mungkin, karena saya tidak punya lobi dengan Presiden Soeharto."
Suleman bahkan merasa harus berterima kasih kepada Habibie. Sebab Habibie memberinya kesempatan untuk mencurahkan kreasi-kreasinya kepada masyarakat melalui PT PAL. "Dan saya berusaha memberikan yang terbaik, walaupun untuk itu saya sampai sakit-sakit," tuturnya.
Ia puas karena buah kreasinya sudah terwujud, dan semuanya nyata. Antara lain berupa fasilitas-fasilitas di PT PAL hingga galangan ini menjadi yang terbesar dan termutakhir di Asia Tenggara, serta perkembangan kemampuan sumber daya manusianya, sehingga dapat memproduksi kapal modern bertonase hingga 50.000 Dwt.
Asunsi bahwa PT PAL tidak akan ada tanpa Pak Habibie, dibenarkan oleh Direktur Utama PT PAL Adwin H. Suryohadiprojo. Namun ditambahkannya, "PT PAL tidak akan semaju sekarang tanpa Pak Suleman." Untuk hal ini, sejumlah direktur dan mantan direktur, sampai kepada kepala divisi dan manajer di PT PAL, memberikan pendapat senada dengan Adwin.
Lalu apa sebenarnya yang telah dilakukan Suleman untuk membuat PT PAL semaju sekarang?
Suleman membangun tiga pilar (pondasi) yang kokoh di PT PAL, sehingga BUMN ini bisa berkembang secara terarah untuk menjadi industri maritim modern yang memiliki daya saing di tingkat internasional, sekaligus menjadi ujung tombak industri perkapalan nasional. Pilar-pilar tersebut meliputi fasilitas-fasilitas yang modern, pengembangan sumber daya manusia (SDM), dan kemampuan teknologi.
Ketika PAL baru menjadi Persero pada tahun 1980, ada sejumlah galangan lain di Indonesia yang sudah lebih dulu berstatus PT (Persero) dan memproduksi kapal baru. Yang membuat PAL berbeda dengan pendahulu-pedahulunya itu adalah : PT PAL sejak awal sudah diarahkan untuk menjadi galanan modern. Artinya, galangan yang sarat fasilitas, teknologi, dan kemampuan SDM.
Fasilitas
Cikal bakal PAL adalah sebuat unit kegiatan bidang maritim yang didirikan pada tahun 1890, dengan tugas utama melayani Harkan kapal perang dan kapal dagang Hindia Belanda Tahun 1939, unit ini diambil alih Pemerintah Hindia Belanda dan dinamai Marine Establishment (ME).
Semasa pendudukan Jepang, ME dijadikan fasilitas Harkan armada Angkatan Laut Jepang. Selama Agresi Belanda Pertama dan Kedua, ME kembali dikuasai Belanda. Baru pada 27 Desember 1949, diserahkan kepada Pemerintah Indonesia, dan namanya diganti menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL). Baik dibawah penguasaan Pemerintah Hindia Belanda, Jepang, hingga di tangan Pemerintah RI, fungsi pokok ME/PAL sama saja melayani Harkan kapal perang. Hanya "tuannya" yang berganti-ganti dari Angkatan Laut Belanda, ke-Angkatan Laut Jepang, kemudian kembali ke-Angkatan Laut Belanda, dan terakhir TNI-AL.
Pada tahun 1962, PAL berstatus Perindustrian Berat di bawah TNI-AL. Dan setahun kemudian, di bawah Komando Penataran Angkatan Laut (Konatal).
Sampai berstatus Perum pada akhir 1978, PAL sudah memproduksi kapal niaga berukuran kecil di bawah 1000 Dwt. Sedangkan jumlah karyawannya sekitar 6.000 orang. Sewaktu PAL ditingkatkan statusnya menjadi Persero, fasilitas yang ada disana hanya untuk Harkan kapal-kapal TNI-AL. Diantaranya Dok Irian (dok gali yang semula disiapkan untuk docking KRI Irian). Selebihnya adalah dok apung, yakni Dok Surabaya dan Dok Kotaraja.
Selanjutnya, Suleman merintis pembangunan berbagai fasilitas di PT PAL agar memiliki kemampuan membangun kapal-kapal baru, disamping mengembangkan fasilitas Hanrkan, dan fasilitas penunjang lainnya. Mulai dari membangun fasilitas untuk Divisi Kapal Perang. Kemudian Kantor Direktorat Teknologi, dengan mengupgrade gudang peninggalan PAL. Dari situ berlanjut ke pengembangan fasilitas Harkan. Lalu fasilitas Divisi Kapal Niaga, dan Divisi General Engineering (Non-Kapal).
Divisi Kapal Perang dibangun secara bertahap, hingga memiliki fasilitas untuk membangun Kapal Patroli Cepat 60 Ton, Kapal Patroli Cepat 400 Ton, Korvet 1.200 Ton, Fregat 2.500 Ton, Kapal Penyapu Ranjau 600 Ton, dan Jetfoil 120 Ton.
Divisi Harkan yang semula sebagian besar mesinnya hanyalah mesin-mesin tua peninggalan Belanda, secara bertahap diperbaharui dengan mesin-mesin modern. Sehingga memiliki kemampuan mereparasi sistem elektronik kapal perang yang canggih, komponen-komponen kapal lain, sampai refitting. Juga melakukan reparasi umum untuk lambung kapal, superstructures, mesin induk, sampai as baling-baling kapal. Alhasil, dibarengi dengan pengembangan kemampuan SDM-nya. Divisi ini bisa memberikan layanan Harkan secara lebih cepat, efisien dan efektif.
Bahkan PAL telah memiliki fasilitas overhauling kapal selam. Sehingga telah pula meng-overhaul dua kapal selam milik TNI-AL: KRI-Cakra dan KRI Nanggala. Ini sekaligus langkah pendahuluan PT PAL untuk memproduksi kapal selam.
Dengan pengarahan Habibie, Suleman pun merintis pembangunan Ship Building Plant (SBP) untuk Divisi Kapal Niaga. SBP yang terlengkap dan tercanggih di Asia Tenggara ini memungkinkan PT PAL memproduksi kapal secara efisien.
Lalu ia secara bertahap memperkuat Divisi Non-Kapal dengan mesin-mesin modern. Sehingga mampu menghasilkan komponen kapal berukuran kecil sampai komponen pembangkit tenaga listrik.
Setelah membangun fasilitas-fasilitas produksi, ia baru mengalihkan perhatian pada pembangunan gedung perkantoran. Intinya, ia memantapkan fasilitas produksi dulu, baru kemudian membangun fasilitas perkantoran. Pada tahun 1995, dibangun gedung perkantoran modern di PT PAL. Sayang, setahun kemudian pembangunannya macet karena dananya tidak mencukupi. Sejauh ini tersendatnya pembangunan gedung itu tidak menghambat kegiatan di PT PAL.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh industri perkapalan Indonesia agar sejajar dengan industri sejenis yang sudah lebih dulu maju di dunia, adalah harus mengembangkan SDM hingga memiliki ketrampilan setara dengan SDM di industri perkapalan terkemuka di luar negeri. Maka Suleman mencanangkan optimalisasi SDM di PT PAL, di mulai dari rekruitmen secara cermat, kemudian mengirim mereka untuk belajar maupun mengikuti training dalam rancang bangun kapal pada galangan yang sudah maju di luar negeri.
Ia merintis kerjasama-kerjasama dengan galangan di luar negeri, dalam rangka mengembangkan kemampuan SDM PT PAL. Dimulai dari pengiriman personil untuk mempelajari prosedur pembuatan kapal di galangan yang sudah maju. Kemudian pengiriman personil untuk melakukan on the job training dalam mendisain dan membangun kapal. Dari situ, mereka merancang bangun kapal dengan bantuan technical assistant. Sampai akirnya bisa merancang bangun kapal sendiri.
Teknologi
Bahwa PT PAL disiapkan menjadi galangan yang sarat teknologi, ditunjukkan secara nyata melalui pembentukan Direktorat Teknologi (Dittek), bahkan sejak PAL masih berstatus Perum. Pada masa itu, PAL merupakan satu-satunya galangan di Indonesia yang memiliki Dittek.
Suleman membidani kelahiran Dittek, kemudian memimpin langsung Direktorat ini sampai 1994. Ia meletakkan landasan-landasan di Direktorat tersebut, agar bisa berkembang secara terarah sehingga pada gilirannya memperkuat PT PAL untuk menjadi center of excellence industri maritim di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara.
Dalam kasitas sebagai Direktur Teknologi, Suleman merintis dan mengembangkan program komputerisasi untuk mendisain kapal di PT PAL. Mulai dengan mengimplementasikan FORAN System pada tahun 1983. Fungsi software ini adalah untuk mendisain kapal dari tahap preliminary design sampai manufacturing design. Suleman mengaplikasikan pula software lain yaitu CADCAM System, sekaligus hardware-nya, dan mengintegrasikannya, demi mengoptimalkan efisiensi dalam proses rancang bangun kapal di PT PAL.
Lagi-lagi, PT PAL menjadi pelopor komputerisasi untuk rancang bangun kapal di Indonesia. Baru setelah PT PAL menerapkan komputerisasi, galangan-galangan lain di Tanah Air mengikuti. Sementara itu Suleman - semasa menjadi Direktur Teknologi - terus meng-upgrade software maupun hardware yang di aplikasikan di PT PAL. Ia menjadikan PAL sebagai pelopor dalam penggunaan workstation (IBM RISC 6000) untuk aplikasi CAD-CAM di Indonesia sejak 1991. Sehingga sampai sekarang sistem komputer untuk rancang-bangun kapalnya masih yang tercanggih dan terlengkap dibanding yang dipakai galangan lain di Tanah Air.
Ketika PT PAL baru berdiri, negara yang teknologi perkapalannya terdepan di dunia adalah Jerman dan Jepang. Maka Suleman mencari cara untuk mengadopsi teknologi dari kedua negara tersebut. Ia mengadopsi teknologi dari Jepang untuk Divisi Kapal Niaga, dan dari Jerman untuk Kapal Perang. Sedangkan untuk Divisi Harkan tetap mengadopsi teknologi dari AS, sebagaimana sebelum ditangani Suleman.
Selebihnya, untuk membuat PAL menguasai teknologi rancang-bangun kapal, ia tidak hanya menyiapkan fasilitasnya, tapi juga mengantar BUMN ini melalui tahapan-tahapan alih teknologi. Untuk tahap pertama, PAL membeli disain dari galangan lain untuk memproduksi kapal yang sudah ada di pasaran. Kemudian masuk ke-tahap II, yakni tahap integrasi teknologi, di mana PAL memodifikasi disain yang dihasilkan pihak lain, untuk melahirkan produk yang belum ada di pasaran.
Sekarang, PAL telah mencapai tahap ketiga, yakni membuat disain sendiri sehingga melahirkan produk yang belum ada di pasaran, antara lain untuk kapal penumpang FAX-500 dan Tanker 17.500 Dwt. Selangkah lagi, PAL mencapai tahap ke-empat atau terakhir, yakni melakukan inovasi teknologi, untuk menciptakan disain kapal masa depan.
Dengan pilar-pilar yang telah ditancapkannya, PT PAL dapat berkembang hingga mencapai titik kemajuannya sekarang. Dan masih ada sejumlah "pilar" lain yang ia tanam di sini, sehingga lambat-laun PAL kian kokoh dan terus bergerak maju. Artikel ini akan menjadi terlalu panjang untuk menggambarkan semuanya. Dan di ceritakan pada halaman lain tayangan ini.
PT PAL, Kemandirian Negeri Bahari (2)
PT PAL, Kemandirian Negeri Bahari (1)
PT PAL, Kemandirian Negeri Bahari (2)
PT PAL, Kemandirian Negeri Bahari (1)
0 komentar:
Posting Komentar