Halaman

Warsito, Ilmuwan Penemu Alat Pembunuh Kanker

Alat terapi kanker berbasis listrik statis temuan seorang peneliti Indonesia bernama, Warsito, sudah banyak pasien yang disembuhkannya, bahkan hingga ke luar negeri.

Dr. Warsito P. Taruno, M.Eng (55), merupakan salah seorang peneliti Indonesia yang pernah berkarier di Shizuoka University, Jepang, sebagai dosen.

Semula ia dikenal sebagai ahli tomografi yaitu, ilmu atau teknologi tentang cara “melihat” reaksi dalam reaktor baja atau bejana tak tembus cahaya.

Namun karena begitu kuatnya dorongan untuk membantu Suwarni, kakak perempuannya yang menderita kanker payudara stadium IV, Warsito kemudian berusaha membuat alat pembunuh sel kanker.

Alhasil, terciptalah alat terapi yang disebut, breast cancer electro capacitive therapy. Bentuk alat terapinya ini, kata Warsito, mirip bra yang di dalamnya mengandung aliran listrik statis dari baterai yang bisa di-charge.

“Alat ini menggunakan teknologi pemindai atau tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis (electrical capacitance volume tomography/ECVT),” jelasnya kepada Beritasatu.com sembari menunjukkan beberapa bentuk alat terapi kanker temuannya itu.

Kakak Menderita Kanker Payudara
Alat tersebut, lanjut Warsito, digunakan sang kakak 24 jam selama sebulan. Minggu pertama memakai bra berwarna hitam tersebut, Suwarni mulai merasakan adanya efek samping, tapi tak sampai menyiksa seperti proses kemoterapi.

“Hanya saja kakak saya merasa gerah, keringatnya  jadi berlendir dan sangat bau. Nggak cuma itu, urin dan fesesnya (kotoran) pun baunya lebih busuk. Tapi nggak perlu khawatir, karena ini menandakan sel-sel kanker yang sudah dihancurkan oleh alat terapinya itu sedang dikeluarkan atau detoksifikasi,” jelas doktor lulusan Universitas Shizuoka, Jepang ini.

Setelah satu bulan memakai alat tersebut, kata Warsito, tak disangka hasil tes laboratorium menyatakan bahwa Suwarni negatif kanker. Dan, sebulan kemudian dinyatakan bersih dari sel kanker. Betapa bahagianya Warsito, ternyata kerja kerasnya membuahkan hasil yang sangat menggembirakan.

Tak hanya sang kakak yang berhasil ditolongnya, seorang pemuda yang lumpuh total akibat menderita kanker otak stadium lanjut pun merasakan manfaat dari alat terapinya itu.

Alat terapi berbentuk helmet yang cara kerjanya sama seperti yang digunakan kakaknya itu dipakai pemuda tersebut selama sebulan, tahun lalu. “Pada tiga hari awal pemakaian alatnya, tingkat emosi pasien meningkat. Selanjutnya, muncul gejala seperti, keringat berlendir hingga feses yang baunya lebih busuk,” jelas Warsito yang berpraktik di Jln. Hartono Raya, R 28, Modernland Tangerang.

Syukurlah setelah seminggu menggunakan alat tersebut, pemuda itu sudah bisa bangun dari tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kakinya. Dan, setelah dua bulan pemakaian alat terapi, pasiennya sudah dinyatakan sembuh total.

Dikenal Hingga ke Luar Negeri
Beranjak dari keberhasilan itulah Warsito kemudian didatangi begitu banyak penderita kanker. Tak hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Bentuk alat terapinya pun kini bervariasi, disesuaikan dengal letak kanker yang diderita pasien. Ada yang berbentuk korset, rompi, celana, masker, selimut dan masih banyak lagi.

“Masker dipakai untuk kanker mulut. Sementara selimut dipakai bila sel kankernya sudah menyebar kemana-mana,” imbuh lelaki kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah ini.

Keberhasilan Warsito tersebut ternyata juga menjadi perhatian dunia internasional. Salah satunya  adalah The University of King Abdulaziz, Saudi Arabia. Universitas yang berlokasi di kota Jeddah itu sudah memesan breast activity scanner dan brain activity scanner.

Selain itu, sebuah rumah sakit besar di India pun memesan sejumlah alat terapi kanker payudara ciptaan Warsito setelah melakukan test clinical di negara tersebut, tahun lalu.

Tak hanya itu, sejumlah dokter dari Belgia juga sudah menyatakan keinginannya menggunakan alat pembunuh kanker temuan Warsito untuk pengobatan di salah satu negara Eropa itu.

Kemenkes Menyambut Positif
Warsito mengaku, alat terapi kankernya ini kini sedang dalam proses sertifikasi oleh Balitbang, Kementerian Kesehatan.

Dia mengatakan, metode radiasi listrik statis berbasis tomografi ini, sepenuhnya hasil karya anak bangsa yang bakal menjadi terobosan dalam dunia kedokteran.

Selain akan merevolusi pengobatan kanker secara medis, lanjut Warsito, alat terapinya itu juga akan meminimalisasi biaya yang harus dikeluarkan pasien atau keluarganya. “Yang pasti ini akan mengubah metode pengobatan yang selama ini menggunakan radiasi berisiko tinggi dan berbiaya mahal,” kata lelaki yang melakukan post doctoral di Ohio University, Amerika ini.

Menanggapi temuannya tersebut, dr Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes, Direktur Bina Tradisional, Alternatif dan Komplementer dari Kemenkes, menyambut positif inisiatif atau terobosan yang dilakukan oleh Warsito.

“Saya sangat senang ada warga negara seperti Warsito yang melakukan inisiatif atau terobosan seperti ini. Bagaimanapun ia mempunyai hak yang sama untuk melakukan berbagai temuan yang terkait dengan upaya kesehatan, termasuk yang sifatnya non-konvensional,” jelasnya kepada Beritasatu.com, saat ditemui di Kemenkes, Jumat (14/12).

Namun, lanjut Abidinsyah, untuk bisa diakui atau mendapatkan izin edar, memang ada beberapa standar atau kriteria yang harus dipenuhi meliputi: keamanan, bermanfaat dan berkualitas, karena dibuat dengan cara yang benar.

“Saya pikir beliau (Warsito) bisa melakukan itu semua, apalagi sebagai seorang peneliti dia pasti tau teori-teorinya. Kita saja yang memang belum melakukan terobosan seperti cara dia,” jelas Abidinsyah.
Penulis: Ririn Indriani
Sumber  BeritaSatu

Read more...

Avionik Pesawat Tempur Buatan Lokal

Avionik Pesawat bukan lagi hanya buatan pabrikan Eropa dan Amerika yang bisa bikin Avionik kelas wahid. Di Surabaya, kota yang terkenal sebagai kota buaya, anda akan bangga melihat sekelompok teknisi putra bangsa yang bisa membuat sendiri avionic pesawat tempur. Beberapa malah telah dimodifikasi hingga berkemampuan lebih tinggi.

Rumah Produksi yang didirikan sekelompok insinyur Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya ini, sebenarnya sudah berdiri sejak 1992, namun baru berjalan beberapa tahun belakangan namanya terpublikasikan. Nama Adi Sasongko, Kepala Divisi Defence PT Infoglobal, terpilih menjadi satu dari enam peraih penghargaan Indigo Fellow 2010.

Indigo Fellow adalah penghargaan tahunan dari Telkom Group dan majalah Warta Ekonomi yang diadakan untuk mengangkat teladan di bidang pengembangan industri kreatif digital nasional.

Profil Adi dari kreasi yang dipamerkan sebenarnya tidak begitu eye catching. "Tapi setelah barang yang saya bawa dan di terangkan secara terbalik, barulah tim juri tersadar. Sebab, dibalik barang ini tertera jelas bahwa Indonesia sudah bisa membuat piranti elektronik untuk pesawat terbang." kenang Adi Sasongko sambil menunjuk Inertial Navigation Unit (INU-Avionik pemandu navigasi) dan penjaga orientasi pesawat tempur, barang yang mengantarnya sebagai peraih penghargaan yang cukup bergensi itu.

Beberapa Juri kaget dan kagum waktu dirinya menjelaskan bahwa INU adalah salah satu piranti elektronik vital pengendali misi penerbangan pesawat tempur. Lalu dijelaskan bahwa peranti tersebut merupakan computer mini dan giroskop - komponen langka nan mahal yang biasa digunakan untuk menjaga keseimbangan rudal.

Menurut Adi, meniru avionik buatan negara maju bukanlah pekerjaan sederhana karena harus ditopang misi yang jelas, biaya yang tidak sedikit, peralatan canggih, serta berhadapan dengan resiko gagal. Hal terakhir tak bisa ditolak mengingat hampir semua peralatan dengan spesifikasi militer telah "dikunci" oleh pembuatnya, alias sedemikian rupa hingga mustahil bisa ditiru. Pada kenyataannya, semua ini bisa dilalui.

Sejauh apakah kehebatan industri kreatif yang dikembangkan Adi dan teman-temannya itu? Apakah kreasi mereka hanya sebatas INU?

Ketika Angkasa bertandang kerumah produksi Infoglobal yang tergolong sederhana, yang hanya dihuni puluhan insiyur, teknisi dan staf administarsi, Divisi Defence Infoglobal ternyata telah membuat pula Multi Purpose Display, Digital Video Recorder, Head Up Monitor, Radar Display Unit, dan Multi Function Display.

"Kalau dipadukan, semua ini sebenarnya sudah merupakan kesatuan avionik yang utuh, seperti yang biasa terlihat di dashboard pesawat tempur sendiri. Jadi Kalau ditanya, apakah Indonesia bisa membuat pesawat tempur sendiri? Jawabanya adalah bisa! Untuk airframe serahkan saja pada Dirgantara Indonesia, sedang untuk avionik biar kami yang buat," sahut Adi penuh percaya diri.

Yang lebih mencengangkan, tak jarang dalam avionik rancangan Surabaya ini dicangkokan sub-sistem modifikasi yang amat diperlukan penerbang. Dalam DVR, avionik perekam maneuver penerbangan yang tergolong vital untuk pesawat tempur F-6, Hawk 100/200 dan F5E Tiger II, misalnya, telah dipasang hard disk yang bisa merekam data gerakan pesawat jauh lebih banyak.

"Kalau DVR orisinil buatan BAE (British Aerospace) hanya bisa merekam 45 menit, kami telah membuatnya sampai 11 jam, " ujar Adi. Dengan kapasitas rekam yang lebih besar, penerbang maupun instruktur selanjutnya bisa leluasa mengevaluasi proses latihannya di udara.

Alih-alih menyesuaikan dengan kebutuhan masa kini, mereka juga telah "menanam" modul pengisian data berikut konektor USB rancangan sendiri pada CDU. Berkat modul ini, penerbang tak perlu lagi terburu-buru memasukan data penerbangan di kokpit pesawat. Mereka bisa mempersiapkannya selagi di markas. Data tersebut tinggal di transfer lewat flashdisk. Cara ini jauh lebih hemat dan praktis ketimbang cara lama yang harus langsung diisi di kokpit dalam keadaan mesin pesawat hidup.

"Belakangan kami juga telah merapungkan Multi Fuction Display yang bisa menyederhanakan sederetan avionic analog C-30 Hercules hanya pada satu layar CRT saja, " tambahnya.

Kebijakan Teknis

Begitupun, semua kehebatan ini tidak datang dengan sendirinya. Adi dan teman-temannya harus menempuh jalan berliku dan kerja tak kenal menyerah. Teknisi dibagian workshop, misalnya, telah memecahkan sepuluh keeping LCD yang cukup mahal demi mengetahui teknik memotong LCD yang benar. Untuk menguasai cara kerja giroskop, mereka juga harus "mengorbankan" sebuah giroskop hanya untuk dibedah.

Jalan pintas yang terbilang "riset" ini diyakini harus dilalui karena dengan cara seperti itu mereka bisa memahami piranti yang akan "ditiru" atau :diciptakan". Dengan cara seperti ini mereka juga yakin menguasai cara membuat piranti canggih yang tak pernah diajarkan di bangku sekolah, yang uniknya hanya karena didapat setelah melalui kegagalan demi kegagalan di bengkel.

"Bagaimanapun, semua harus kami cari sendiri, karena tak satupun Negara mau bermurah hati memberinya secara gratis. Dalam industri piranti canggih, pilihannya hanya dua: mencuri atau membuat sendiri. masaklah kita harus mencuri?" ujar Adi.

Ketika perusahaan ini didirikan pada tahun 1992, para pendirinya tak membayangkn akan menggeluti industy avionic. Awalnya perusahaan yang lebih ingin disebut kelompk peneliti ini lebh tertarik merancang perangkat lunak dan system informasi untuk mengatasi problem dibidang manajemen. Seperti merancang Route Management System, Flight management System dan Crew Management System untuk perusahaan penerbangan.

Mereka juga merancang Automated Mapping/ Facility Management (AM/FM) untuk jaringan listrik, pesanan PT PLN. Lalu, sistem pemantau situasi udara pesanan Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) yang selanjutnya membuka cakrawala atau ide pembuatan piranti elektronik yang diperlukan angkatan udara. Dengan sistem pemantau situasi udara ini, Kohanudnas bisa memantau seluruh pergerakan pesawat udara secara real-time, baik sipil maupun militer, yang ada di wilayah udara Indonesia.

Dalam perjalanannya, karena mereka juga merancang komponen elektronik pendukung modul aplikasi grafik, akhirnya terpikir pula untuk membuat perangkat yang lebih canggih. Sejak itulah mereka kemudian tertantang membuat avionik.

Namun demikian, apalah artinya kepiawaian yang mereka kuasai jika tidak ditopang pasar yang tidak pasti? Masalah inilah yang mengganjal antusiasme mereka untuk berkembang sembari dan memajukan Indonesia. Di mata Adi Sasongko, Pemerintah Indonesia belum memberikan kebijakan teknis agar industri semacam ini bisa terus maju dan berkembang.

"Kalaupun Presiden sudah menyatakan bahwa Indonesia harus mengutamakan produk dalam negeri, sayangnya pernyataan itu hanya berhenti dalam tataran political will. Sejauh ini tidak ada juklak tentang apa yang yang harus kami lakukan dan tentang bagaimana barang-barang ini bisa diserap untuk kebutuhan dalam negeri," ujarnya.

Alhasil, sejauh ini industri dalam negeri seperti Infoglobal masih gamang ditengah aliran piranti serupa dari luar negeri. Di sejumlah negara, hal seperti ini tidak terjadi karena pemerintah memberi semacam proteksi dan stimuli berupa loan atau proyek sebagai bekal untuk pengembangan diri.

Di Korea, misalnya, sejumlah elektronik dan otomotif (seperti Samsung dan Daewoo) kerap diberi obligasi untuk membuat sistem persenjataan yang akan dibeli untuk memenuhi kebutuhan angkatan bersenjatanya. Memang dengan harga murah, namun setelah produksi mencapai titik impas, mereka bisa mengekspornya dengan harga internasional.

Semoga Pemerintah bisa menerapkan kebijakan semacam itu, agar industri-industri menggiurkan yang dikelola Adi Sasongko tidak diserap kekuatan asing, yang tahu bagaimana mengekploitasi kemampuan langka ini. Karena menurut info terakhir Malaysia berminat untuk menggunakan piranti ini untuk pesawat Hawk nya. Semoga dengan adanya UU Inhan, perusahaan kreatif seperti ini dapat maju dan mengharumkan Indonesia kedepan.

Sumber Majalah Angkasa Juli 2011


Read more...

Ilham Habibie, Penerus Kebangkitan Pesawat Terbang Nasional

Tujuh belas tahun silam, republik ini pernah menikmati kejayaan sebagai salah satu produsen pesawat terbang dengan lahirnya N-250. Waktu itu tahun 1995, pesawat canggih nan perkasa berhasil mengangkasa dengan segala kesempurnaannya.

Sontak dunia terperangah ketika itu. Indonesia pun mengangkat dagu setinggi langit, semua tersenyum bangga, dimana Indonesia sudah dianggap sejajar dengan negara-negara maju lainnya sebagai penghasil pesawat terbang yang merupakan pesawat regional komuter turboprop rancangan asli Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) di Bandung.

Hanya saja, disaat bersamaan, Indonesia harus mengalami keterpurukan akibat dipaksa International Monetary Fund (IMF) untuk menghentikan produksi pesawatnya, PT Dirgantara Indonesia (DI).

Seketika mimpi itu pun terkubur. Keinginan menjadi negara maju dibidang teknologi pesawat terbang lenyap seketika. Angan-angan seakan sirna, bagai dihembus angin, semunya berakhir.

Namun dunia belum berakhir, bangsa Indonesia patut bersyukur, orang-orang jenius seperti Bacharuddin Jusuf Habibie (Presiden RI ke-3) itu masih ada dan siap bangkit meraih kembali mimpi itu.

Bahkan, dalam sebuah kesempatan BJ Habibie berseloroh bahwa industri dirgantara di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Perlu adanya langkah untuk mengembalikannya mengingat pasar udara di Indonesia kian meningkat.

Bersama anak sulungnya, mantan menristek era Presiden Soeharto itu, bertekad membangun kembali kerajaan bisnis pesawat terbangnya, yang sempat mati suri belasan tahun.

Langkah itu sudah terlihat, di tangan anak muda seperti Ilham Akbar Habibie yang merupakan generasi kedua, keluarga Habibie diharapkan bisa merajut asa menuju kemajuan dirgantara Indonesia.

Melalui PT Ilthabi Rekatama (perusahaan milik Ilham Habibie) bekerjasama dengan perusahaan dirgantara, PT Regio Aviasi Industri (PT RAI), akan mengembangkan kembali rancangan pesawat N-250 yang pernah jaya pada tahun 1995.

“Sekarang adalah saatnya untuk kita memulai kembali mengembangkan industri pesawat terbang nasional yang pernah ada dimiliki bangsa ini,” kata Ilham Habibie saat berbincang santai dengan Okezone, di kantornya, di Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Terlebih, Indonesia adalah pasar yang potensial, dengan letak geografis, sangat cocok untuk mempergunakan moda transportasi udara, yakni pesawat terbang. Melalui pesawat terbang Regio Prop, yang merupakan pengembangan lebih mutakhir dari N-250.

Guna mewujudkan semua itu, Ilham mengajak rekan yang dahulu aktif di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang kini bernama PTDI (Dirgantara Indonesia), untuk merumuskan kembali pesawat terbang dengan fitur baling-baling, serta teknologi yang jauh lebih maju ketimbang teknologi pesawat terbang di hampir dua dekade lalu.

Regio Prop dianggap sebagai turunan dari N-250. Pesawat ini, seperti yang digambarkan Ilham, nantinya akan juga memiliki baling-baling, serta banyak teknologi baru yang disematkan di dalamnya.

“Kalau sama tidak, ada mini-grade, baling-baling, konfigurasi kurang lebih sama. Memang agak lebih besar, banyak teknologi baru terutama di bidang elektronik. Elektronik itu punya dampak yang luar biasa terhadap teknologi apa saja, mulai dari kokpit, tetapi juga sistem pengendalian pesawat terbang, ini juga melalui komputer,” imbuhnya.

okezone.com


Read more...

Habis N-250, Terbitlah Regio Prop

Sepintas pesawat itu mirip dengan pendahulunya N-250. Karena wajar, terlebih pesawat masa depan Indonesia ini, merupakan turunan dari pendahulunya yang baru saja dirancang pada tahun 2004.

Mendapat dukungan dari sang ayah yang juga merupakan perintis pesawat terbang nasional sekaligus arsitek terbangunnya pesawat N-250, Ilham Akbar Habibie mencoba merancang sendiri pesawat yang digadang-gadang bakal menjadi kebanggan bangsa Indonesia.

“Namun, ini masih sebatas rancangan kasar, belum selesai secara keseluruhan,” kata Ilham Habibie saat berbincang santai dengan Okezone di kantornya, di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, lanjut putra sulung presiden RI ke-3 ini, setidaknya orang Indonesia telah mampu berpikir jauh bagaimana menciptakan pesawat yang mampu mengangkut jutaan masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke.

Dengan Regio Prop yang mampu mengangkut 50 hingga 70 penumpang, diharapkan dapat terealisasi dengan mulus. Sang arsitek yang telah lama mengenyam pendidikan di Jerman itu, mengaku bangga bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negeri ini melalui karya-karyanya.

Pesawat rancangannya ini juga tidak asal-asalan, terlebih ini didukung juga dengan sistem keamanan, dengan menggunakan teknologi tinggi semacam software atau sistem yang memberi batasan kontrol pada pilot ketika tengah mengendalikan pesawat itu di udara.

“Dulu 1998, belum banyak pesawat yang menggunakan teknologi fly-by-wire, kalau sekarang di buat fly-by-wire dibandingkan dengan fly-by-hidrolic dan cable. Itu mungkin kalau dihitung secara biaya, lebih mahal yang konvensional,” paparnya.

Ilham pun meyakini bahwa pesawat yang kini tengah dikembangkannya (Regio Prop) adalah primadona yang bakal laris manis di pasaran pesawat terbang, khususnya di Indonesia.

“Saat ini kalau kita lihat di lapangan, di pasar, yang diperlukan adalah pesawat itu (Regio Prop). Pesawat ini bisa dibeli atau dijual ratusan di Indonesia, karena itu yang diperlukan,” jelasnya.

Ilham mengungkapkan, sejak dahulu telah memprediksi bahwa di masa mendatang, dengan sendirinya akan diperlukan pesawat terbang dan bila perkembangannya terus belanjut, juga bisa sebagai tulang punggung daripada infrastruktur.

Mengudara 2018

Pesawat terbang baling-baling (Regio Prop), yang akan dibuat melalui PT Regio Aviasi Industri, masih perlu dirumuskan serta dikembangkan, baik dari sisi desain, kapasitas penumpang, sistem pesawat serta teknologi yang diusungnya. Meskipun masih konseptual, namun Agung Nugroho, Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri, optimis pesawat ini sudah dapat mengudara di wilayah Nusantara pada 2018.

“Proyek (Regio Prop) ini dimulai di 2004, di mana N-250, merupakan semangat untuk kami meneruskan pesawat terbang tersebut. Namun dari sisi teknologi, sistem serta desain lebih canggih dari N-250,” ujar Agung kepada Okezone melalui sambungan telefon.

Ia menjelaskan, ketika itu (di 2004), proyek ini mendapatkan bantuan dari IDB (Islamic Development Bank) sebesar USD200 juta atau sekira Rp1,9 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, nantinya, akan menggandeng PTDI untuk memberdayakan kembali, apakah nantinya para tenaga ahli di PTDI bisa direkrut kembali, baik kalangan tua atau mudanya.

“Saat ini masih tahapan konseptual design, dari situ kemudian ada tes dengan pasar kepada airlines. Kemudian apa-apa saja yang diperlukan, lalu mengelola seperti operating serta biaya,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, nantinya Regio Prop akan melewati proses sertifikasi pesawat melalui pemerintah Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penerbangan Udara. “Insya Allah pada 2018, pesawat ini akan meluncur setelah melalui uji coba tersebut,” tuturnya.

Uji coba ini akan dilakukan guna menguji sistem pesawat terbang seperti tes aerodinamika, struktur pesawat, sistem electrical dan lain-lain. “Ini akan memakan waktu 4-5 tahun,” tambahnya.

Lebih detail Agung menjelaskan, Regio Prop berjarak tempuh sekira 400-600 kilometer. Pesawat ini dirancang sebagai pesawat cepat dan penerbangan jarak menengah. Meskipun belum fix dan masih tahap konseptual, namun kabarnya pesawat ini, direncanakan berkapasitas sekira 50-70 penumpang. “Awal 2013, kita akan mulai visibility study, technical serta market,” imbuhnya.

okezone.com


Read more...

BATAN Teknologi Akan Bangun Pabrik Isotop di AS

PT Batan Teknologi (Persero) berencana membangun pabrik yang memproduksi isotop nuklir di Amerika Serikat (AS). Pengadaan isotop tersebut, nantinya akan digunakan untuk keperluan kesehatan.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan, pendanaan pabrik isotop nuklir yang akan dibangun PT Batan Teknologi dibiayai Eximbank. Dahlan menyebutkan Batantek memperoleh dana sebesar Rp 1,7 triliun.

"Iya betul, itu (pembiayaan) dari Eximbank. Betul pendanaannya dari sana," ujar Dahlan Iskan, kala ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu(26/9/2012).

Dahlan menuturkan, meski Batantek memperoleh pendanaan dari Eximbank. Namun pihak AS juga memiliki investasi yang lebih besar. Menurut dia, kepemilikan pabrik isotop nuklir tersebut nantinya mayoritas dipegang oleh pihak AS. "Mereka mayoritas karena mereka investasi lebih besar, investasi kita Rp 1,7 triliun," ujar Dahlan.

Hingga saat ini, Dahlan masih menunggu kabar dari Direktur Utama PT Batantek mengenai laporan ke pemegang saham AS. Selain itu, dia juga berkoordinasi dengan pemegang saham pihak Indonesia. "Nah, kalau nanti pemegang saham setuju baru lah direalisasikan," katanya.

Dahlan menjelaskan, produk yang dihasilkan pabrik reaktor nuklir isotop di Amerika akan berbentuk menyerupai cairan. cairan itu nantinya akan mampu mendeteksi penyakit seseorang. Dengan cara menyuntikan cairan radio isotop itu seperti dikatakan Dahlan, akan mampu mendeteksi penyakit seseorang.

"Nanti itu seperti cairan, nanti akan bisa memdeteksi sakit apa dengan cara menyuntikan cairan itu, cairan itu namanya radio isotop, yang bisa mendeteksi penyakit," jelas dia

Cairan itu yang nantinya akan membedakan organ-organ tubuh, sehingga ketika cairan itu masuk maka akan kelihatan penyakitnya apa. "Lebih untuk mendeteksi," tambah dia.

Menurutnya, cairan ini akan menggantikan penggunaan citiscan, namun lebih praktirs karena hanya di suntikan. "Ini sangat aman, enggak berbahaya, ini sangat aman," tegas Dahlan.

Sebelumnya, Dahlan mengatakan bahwa Batan Teknologi punya peluang menjadi produsen radio isotop atau kedokteran nuklir terbesar di dunia. "Batan Teknologi ini peluangnya besar, negara lain enggak ada yang bisa buat kecuali Indonesia," katanya.

Dia menjelaskan, alasan Batan membangun pabriknya di sana, karena jika diproduksi di Indonesia tetap harus dibawa ke AS. Dalam perjalanan tersebut, dikhawatirkan radiasi isotop tersebut akan habis. "Kalau dikirim ke AS itu radiasinya hilang, satu-satunya cara mendirikan perusahaan di AS," jelasnya.

okezone.com

Read more...

Lotion Anti-Nyamuk dari Tembelek

Di tangan sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakara, tanaman tembelek bisa disulap menjadi lotion anti nyamuk yang aman untuk manusia sekaligus untuk lingkungan.

Dalam penelitiannya, tim mahasiswa yang terdiri dari Maisel Priskila Sisilia, Dwi Sutanti, dan Arief Noviartara itu mamanfaatkan daun dan bunga tembelek. Dari bagian itu ada potensi sebagai insektisida nabati yang mengandung lantadene A, lantadene B, lantanolic acid, lantic acid, humule (mengandung minyak atsiri), b caryophyllene, g terpidene, a pinene dan rcymene.

"Serangga tidak menyukai zat itu sehingga tanaman ini berpotensi sebagai penolaknya," kata Maisel ketua tim, Rabu 26 September 2012. Tahap pembuatan lotion itu meliputi persiapan, ekstraksi dan pembuatan lotion.

Pada tahap ekstraksi, tanaman tembelek daun dan bunga tanaman tembelek dipetik kemudian dicuci dan dihaluskan. Lalu diperas untuk mendapatkan larutan ekstrak. "Hasil ekstraksi ini langsung digunakan untuk membuat lotion," kata Maisel.

Pembuatan lotion dilakukan dengan mencampurkan hasil ekstraksi dengan minyak kayu putih dan cleansing milk. Kemudian bahan diaduk hingga merata dan tinggal menambahkan parfume aromatic. Setelah beberapa saat, lotion itu tinggal dipindah ke dalam botol dan ditutup rapat untuk menghindari pengeringan.

Dari penelitian yang dilakukan tim ini, dibuat tiga jenis lotion. Terdiri dari lotion A dengan kadar ekstrak tanaman tembelek 10 persen, lotion B dengan kadar ekstrak 20 persen dan lotion C dengan kadar ekstrak 30 persen.

"Secara keseluruhan ekstrak tembelek dengan kadar 20 persen memiliki kualitas paling baik," kata Dwi. Kualitas itu diperlihatkan dari segi keefektifan, tekstur, warna, bau, dan tampilan.

Pembuatan lotion ini dilatarbelakangi keprihatinan maraknya produk lotion anti nyamuk yang beredar namun mengandung bahan berbahaya bagi manusia meski sangat praktis. Bahan berbahaya yang banyak terkandung dalam obat anti nyamuk itu adalah propoxur dan transfluthrin.

"Tapi zat yang sangat berbahaya dalam lotion anti nyamuk adalah racun bernama Diethyltoluamide atau DEET," kata Dwi. DEET ini sangat korosif, dimana juga membuat lotion tidak dapat disimpan dalam wadah plastik PVC atau besi karena akan segera mengikis lapisannya dalam hitungan minggu.

PRIBADI WICAKSONO (www.tempo.co)


Read more...

Liem Tiang Gwan, Ahli Radar dari Semarang

Anda yang pernah atau berkali-kali mendarat di Bandara Heathrow, London, Inggris, barangkali tidak mengetahui bahwa radar (radio detection and ranging) yang digunakan untuk memantau dan memandu naik-turunnya pesawat dirancang oleh putra Indonesia kelahiran Semarang. Selain itu, banyak negara di Eropa serta militer menggunakan jasanya untuk merancang radar pertahanan yang pas bagi negaranya. Itulah Liem Tiang-Gwan, yang selama puluhan tahun bergelut dan malang melintang dalam dunia antena, radar, dan kontrol lalu lintas udara. Maka, bagi mereka yang biasa berkecimpung dalam dunia itu, pasti tidak asing dengan pria kelahiran Semarang, 20 Juni 1930, ini.

Namanya sudah mendunia dalam bidang radar, antena, dan berbagai seluk-beluk sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda-benda, seperti pesawat, kendaraan bermotor, dan informasi cuaca.

”Sekolah saya dulu berpindah-pindah. Saya pernah di Jakarta, lalu di Taman Siswa Yogyakarta, kemudian menyelesaikan HBS (Hoogere Burgerschool) di Semarang tahun 1949. Setelah itu, saya masuk Institut Teknologi Bandung dan meraih sarjana muda tahun 1955. Saya melanjutkan studi di Technische Universiteit (TU) Delft, lulus tahun 1958,” ujar pria yang kini berusia 78 tahun dan bermukim di kota Ulm, negara bagian Bavaria, Jerman.

”Lalu saya ke Stuttgart dan bekerja sebagai Communication Engineer di Standard Elektrik Lorenz, yang sekarang dikenal dengan nama Alcatel,” kata Liem.

Meskipun sudah bekerja dan mendapatkan posisi yang lumayan, Liem muda masih berkeinginan untuk kembali ke Tanah Air. Ia masih ingin mengabdikan diri di Tanah Air. Maka, tahun 1963 ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di Stuttgart dan kembali ke Indonesia.

”Apa pun yang terjadi, saya harus pulang,” ujarnya mengenang.

Hidup berubah

Niat untuk kembali ke Tanah Air sudah bulat. Barang-barang pun dikemas. Seluruh dana yang ada juga dia bawa serta. Liem muda menuju pelabuhan laut untuk ”mengejar” kapal yang akan menuju Asia dan mengantarnya kembali ke Tanah Air. Kapal, itulah sarana transportasi yang paling memungkinkan karena pesawat masih amat terbatas dan elitis.

Namun, menjelang keberangkatan, Liem mendapat kabar bahwa Indonesia sedang membuka konfrontasi dengan Malaysia. Karena itu, kapal yang akan ditumpangi tidak berani merapat di Tanjungpriok, Jakarta. Kapal hanya akan berlabuh di Thailand dan Filipina. Maka, bila Liem masih mau kembali ke Indonesia, ia harus turun di salah satu pelabuhan itu.

”Saat itu saya benar-benar bingung. Bagaimana ini? Ingin pulang, tetapi tidak bisa sampai rumah, malah terdampar di negeri orang. Saya memutuskan untuk membatalkan kepulangan. Seluruh koper dan barang bawaan diturunkan lagi, padahal saat itu uang sudah habis. Tetapi dari sinilah, seolah seluruh hidup saya berubah. Saya kembali lagi bekerja di Stuttgart sebagai Radar System Engineer di AEG-Telefunken. Perusahaan ini sekarang menjadi European Aeronautic Defence and Space (EADS),” katanya.

Sejak itu, karier Liem di bidang gelombang elektromagnetik dan dunia radar semakin berkibar. Setelah bekerja di EADS, ia diminta menjadi Kepala Laboratorium Radarsystem-theory tahun 1969-1978, disusul kemudian Kepala Seksi (bagian dari laboratorium), khusus menangani Systemtheory and Design, untuk sistem radar, pertahanan udara, dan Sistem C3 (Command Control Communication). Sebelum pensiun pada tahun 1995, Liem masih menjabat sebagai Kepala Departemen Radar Diversifications and Sensor Concepts.

”Meski sudah pensiun, hingga tahun 2003 saya masih diminta menjadi consulting engineer EADS,” tambahnya.

Paten

Perannya yang amat besar dalam bidang radar, sensor, dan gelombang elektromagnetik membawa Liem untuk mematenkan sejumlah temuannya. Puluhan temuannya diakui berstandar internasional, kini sudah dipatenkan.

”Yang membuat saya tergetar, ketika menyiapkan Fire Control and Battlefield Radars, Naval Fire Control Radar dan sebagainya. Ini kan untuk perang dan perang selalu membawa kematian. Juga saat saya merancang MSAM Systems: Hawk Successor; Airborne High Vision Radar dan sebagainya,” kata Oom Liem.

Dia menambahkan, ”Saya sendiri sudah tidak ingat lagi berapa rancangan radar, antena, dan rancangan sinyal radar yang sudah saya patenkan. Itu bisa dibuka di internet.”

Indonesia

Secara sederhana, ilmu tentang elektro yang pernah ditekuni selama belajar, coba dikembangkan oleh Om Liem. Dalam sistem gelombang radio atau sinyal, misalnya, ketika dipancarkan, ia dapat ditangkap oleh radar, kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi bahkan jenis benda itu. Meski sinyal yang diterima relatif lemah, radar dapat dengan mudah mendeteksi dan memperkuat sinyal itu.

”Itu sebabnya negeri sebesar Indonesia, yang terdiri dari banyak pulau, memerlukan radar yang banyak dan canggih guna mendeteksi apa pun yang berseliweran di udara dan di laut. Mata telanjang mungkin tidak bisa melihat, apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, pesawat bisa melintas tanpa meninggalkan suara. Semua itu bisa dideteksi agar Indonesia aman,” tambah Liem.

Akan tetapi, berbicara mengenai Indonesia, Liem lebih banyak diingatkan dengan sejumlah kawan lama yang sudah sekian puluh tahun berpisah. ”Tiba-tiba saja saya teringat teman-teman lama, seperti Soewarso Martosuwignyo, Krisno Sutji, dan lainnya. Saya tidak tahu, mungkinkah saya bertemu mereka lagi?” ujarnya sambil menerawang jauh melalui jendela kaca di perpustakaan pribadinya.

Ini beberapa hasil karya beliau (Konsep, pengembangan, dan hasil rancangan yg sdh dipatenkan) :

I. Studies - MSSR (Manopulse Secondary Surveillance Radar), DABS (Discrete Address Beacon System) - Military Passive Sensors - Tactical Datalinks - MSAM (Medium Surface to Air Missile) for HAWK replacement.

II. System Design dan Proyek - Military Radar : Army3D-Radar TRMS; Naval 3D Radar - Fire Control and Battlefield Radars; Naval Fire Control Radar - MSAM System; HAWK Succsessor - Airborne High Vision Radar (Milimeter Microwave Radar).

III. Sejumlah radar yg sudah dipatenkan, diantaranya sistem radar 3D dan 2D; sistem Antena dan desain sinyal radar.


Read more...

Lima Tahun Lagi, RI Mandiri Satelit

Setelah A2, LAPAN siap meluncurkan satelit A3 dan A4.

Setelah mengembangkan satelit A2 yang seluruh tahapnya dilakukan di dalam negeri, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mempersiapkan pembangunan satelit A3 dan satelit A4. Upaya ini merupakan langkah LAPAN dalam mewujudkan pembangunan satelit yang mandiri.

Ketua Pusat Satelit LAPAN, Suhermanto, menyebutkan, satelit A2 merupakan progres lanjut dari Satelit A1-Tubsat. Sebelumnya, A1-Tubsat merupakan satelit yang dikembangkan melalui tahap transfer pengetahuan dari luar negeri.

"Tubsat semua dilakukan di luar negeri (Berlin), dan kami mengikuti konsep mereka. Nah, sekarang A2 kami bawa seluruhnya di dalam negeri. Pengujian, perancangan, operasi, dilakukan di dalam negeri," kata Suhermanto di sela paparan satelit A2 di Pusat Satelit LAPAN, Bogor, Jumat 31 Agustus 2012.

Satelit A3 yang akan menyusul diluncurkan pada 2014 direncanakan menggunakan perangkat lunak pendukung satelit yang dilakukan di dalam negeri. Untuk memenuhi ambisi itu, saat ini LAPAN sudah mulai mengawali dengan mengumpulkan komponen dan bahan pendukung pembuatan satelit A3 dan A4.

Suhermanto mengatakan, komponen satelit A2 hampir seluruhnya berasal dari luar negeri. Sementara itu, Kepala Bidang Teknologi Bus Satelit, Robertus Haru Triharjanto, mengatakan, satelit A3 akan hadir dengan muatan kamera observasi bumi dengan kamera 4 band multispectral scanning yang berfungsi untuk memetakan klasifikasi tutupan lahan dan pemantauan lingkungan.

Kamera itu beresolusi 18 m dengan cakupan 120 km dan kamera resolusi 6 m dengan cakupan 12 km x 12 km. Satelit ini juga akan mengorbit 650 km.

"Jadi, bisa mengenali jenis dan umur tanaman yang disensor," ujarnya. Sama seperti A2, Satelit A3 yang berdimensi 50x50x70 cm akan menggunakan sensor AIS dan APRS.

Jika LAPAN sukses meluncurkan Satelit A3, pihak LAPAN akan segera melanjutkan pembangunan satelit khusus untuk operasional pada 2017 dengan menghadirkan Satelit A4.

Satelit ini disebut akan diaplikasikan khusus untuk kehutanan dan perikanan. Khusus untuk pengembangan satelit operasional, LAPAN memberikan sinyal akan menggandeng pihak luar negeri.

"Kami sedang jajaki kerja sama dengan Hokkaido University, Jepang," kata Suhermanto. Ia menambahkan, dengan suksesnya peluncuran Satelit A2, LAPAN sudah bersiap untuk tahap penguasaan dan pengembangan satelit. Satelit A2 dan A3 masing-masing diprediksi beoperasi selama tiga tahun.

Bayu Galih, Amal Nur Ngazis (vivanews.com)

Read more...

Tiga misi utama satelit Lapan A2

Satelit Lapan A2 buatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang akan diluncurkan pada pertengahan tahun 2013 dari India mengemban tiga misi utama, kata Direktur Pusat Teknologi Satelit LAPAN, Suhermanto.

Saat memberikan keterangan pers di Bogor, Jumat, Suhermanto mengatakan misi pertama satelit yang dibangun sejak tahun 2009 itu adalah memantau permukaan bumi dengan kamera video analog dan kamera digital beresolusi hingga enam meter dan cakupan area gambar 12 kilometer persegi.

Misi keduanya, lanjut dia, membantu komunikasi teks dan suara untuk mitigasi bencana dengan aplikasi Automatic Position Reporting System (APRS) lewat frekuensi S-Band UHF.

Sementara misi ketiga satelit berdimensi 50 x 47 x 38 sentimeter itu adalah mendukung pengawasan wilayah maritim Indonesia dengan memanfaatkan data Automatic Identification System (AIS), terutama pemantauan lalu lintas kapal laut yang mempunyai perangkat transmisi data.

"Kapal-kapal niaga dengan bobot lebih dari 100 ton diwajibkan mengirim identitas mereka," kata Kepala Bidang Teknologi Bus Satelit Pusat Teknologi Satelit LAPAN, Robertus Heru Triharjanto tentang misi ketiga Lapan A2.

Heru memperkirakan satelit berbobot 78 kilogram itu dapat digunakan selama tiga tahun dengan lintasan orbit berinklinasi 6-8 derajat dekat garis ekuator.

"Yang membatasi umur satelit adalah daya tahan kameranya. Satelit Tubstat yang diperkirakan hanya berusia tiga tahun sejak 2007 saja masih dapat dioperasikan," kata Heru.

Satelit Lapan A2 yang disebut lebih baik dibanding satelit Lapan A1 atau Tubstat memiliki sistem pengendalian orbit satelit lebih tepat untuk menghasilkan gambar yang lebih rinci.

Satelit Lapan A2 bisa dukung komunikasi bencana

Satelit buatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Lapan A2, dilengkapi dengan perangkat untuk mendukung komunikasi dalam penanganan bencana.

"Kami bekerjasama dengan Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) menempatkan komponen muatan yang dapat dipakai untuk komunikasi radio," kata Direktur Pusat Teknologi Satelit LAPAN, Suhermanto, saat memberikan keterangan pers di Bogor, Jumat.

Menurut dia, perangkat Automatic Position Reporting System (APRS) dalam Satelit Lapan A2 dapat digunakan jika jaringan operator melalui Base Transceiver Station (BTS) jaringan operator terputus karena ketiadaan daya.

"Melalui Satelit Lapan A2, anggota Orari dapat berkoordinasi dengan tim SAR untuk mencari jalur evakuasi alternatif atau pengiriman bantuan," kata Kepala Bidang Teknologi Bus Satelit Pusat Teknologi Satelit LAPAN, Robertinus Heru Triharjanto.

Heru menambahkan APRS juga mendukung pengiriman pesan singkat melalui gelombang radio yang dapat dilakukan menggunakan perangkat-perangkat penerima komunikasi radio modern.

"Satelit ini juga mempunyai komponen voice repeater (pengulang suara) tapi terbatas hanya untuk satu pengguna pada satu waktu," kata Heru.

Satelit Lapan A2 merupakan satelit pertama yang dibuat di Indonesia setelah Lapan A1 dibuat di Jerman dan diluncurkan dari India pada Januari 2007.

Lapan A2 akan diluncurkan ke antariksa dari India pada pertengahan tahun 2013 dengan roket PSLV-C23.

Komponen Satelit Lapan A2, 90 persen masih impor

Sebanyak 90 persen komponen Satelit Lapan A2 ciptaan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masih didatangkan dari luar negeri atau impor, demikian dikatakan Direktur Pusat Teknologi Satelit LAPAN, Suhermanto. "Komponen yang didatangkan dari luar negeri umumnya elektronika seperti chip, sensor, transmitter, termasuk logam dan kamera," kata Suhermanto di sela-sela jumpa pers di Pusat Teknologi Satelit LAPAN Bogor, Jumat.

Suhermanto mengharapkan industri elektronika di Indonesia mampu mendukung teknologi pembuatan satelit sehingga LAPAN hanya perlu mendesain dan menguji komponen satelit.

"Target (peluncuran Lapan A2) semula (pada) 2012..kami terkait pengujian," kata Suhermanto tentang satelit yang mulai diproduksi sejak 2009 itu.

Terkait peluncur, Suherman mengatakan satelit yang akan dikendalikan dari stasiun bumi Rumpin Serpong Tangerang, Rancabungur Bogor, dan Biak Papua itu menumpang roket PSLV-C23 milik Sriharikota India.

"Muatan utama roket (PSLV-23) itu adalah satelit Aerosat dengan misi astronomi yang berbobot lebih dari 600 kilogram," kata Suherman.

Dalam roket itu, lanjut Suherman, terdapat ruang untuk satelit-satelit kecil berbobot kurang dari 100 kilogram yang disebut 'piggybac'.

"(Peluncuran satelit) kita menunggu (kesiapan) muatan utama. Jadi, kita sudah harus siap sebelum satelit utama itu," kata Suherman.

Suherman mengatakan biaya peluncuran satelit Lapan A2 sekitar separuh dari harga normal peluncuran satelit utama yang mencapai 10ribu dolar AS per kilogram dan belum termasuk asuransi.

Aditia Maruli, Maryati(Antaranews.com)

Read more...

Satelit Lapan A2 diluncurkan 2013 dengan roket India

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) siap meluncurkan Lapan A2, satelit kedua buatan Lapan, namun menjadi yang pertama yang dibuat di Indonesia, pada tahun depan.

"Satelit Lapan A2 telah selesai dibangun dan siap diluncurkan tahun depan," kata Kepala Bagian Humas, Elly Kuntjahyowati di Bogor, Jumat.

Satelit ini akan diluncurkan dengan menggunakan roket milik India dari Sriharikota, India.

Satelit Lapan A2 dirancang untuk tiga misi yaitu pengamatan bumi, pemantauan kapal, dan komunikasi radio amatir.

Satelit ini memiliki sensor Automatic Identification System (AIS) untuk identifikasi kapal layar yang melintas di wilayah yang dilewati satelit tersebut, dengan demikian, Lapan A2 akan memiliki kemampuan untuk memantau lalu lintas wilayah laut Indonesia.

Satelit dengan berat 78 kilogram ini akan mengorbit pada ketinggian 650 km. Pada orbit tersebut Lapan A2 akan melintasi wilayah Indonesia secara diagonal sebanyak 14 kali sehari dengan lama waktu melintas sekitar 20 menit.

Pada orbit tersebut AIS Lapan A2 akan mempunyai radius deteksi lebih dari 100 km dan mempunyai kemampuan untuk menerima sinyal dari maksimum 2.000 kapal dalam satu daerah cakupan, ujarnya.

"Lapan A2 akan mengorbit secara ekuatorial. Nantinya Lapan A2 akan menjadi satelit pemantauan bumi pertama di dunia yang memiliki orbit ekuatorial," katanya.

Menurut dia, pembangunan Lapan A2 merupakan keberhasilan bangsa Indonesia dalam mengembangkan teknologi antariksa.

Awal keberhasilan ini, ditandai dengan dibangunnya satelit pertama buatan Indonesia sebelumnya, Lapan-Tubsat.

Satelit yang diluncurkan pada 2007 dari India tersebut, lanjut dia, hingga kini masih beroperasi dengan baik, padahal awalnya diperkirakan usianya hanya mencapai dua tahun.

"Lapan-Tubsat murni buatan para peneliti dan perekayasa Lapan meskipun pembangunannya bekerja sama dengan Technische Universitat Berlin di Jerman," katanya.

Keberhasilan pembangunan Lapan-Tubsat ini. menurut dia, kemudian memberikan semangat bagi Lapan untuk mengembangkan satelit berikutnya yaitu Lapan A2.

Lapan A2 ini sepenuhnya dibangun di Pusat Teknologi Satelit Lapan di Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, tambahnya.

Lapan A2 merupakan satelit yang sama dengan Lapan-Tubsat, namun, memiliki sensor yang lebih ditingkatkan dibandingkan satelit pendahulunya. (D009)

Editor: B Kunto Wibisono / ANTARA News

Read more...

Satelit LAPAN-A2 Masuk Tahap Uji Fungsional

Assembly, integration and test (AIT) LAPAN-A2 melangkah ke tahap uji fungsional setelah menyelesaikan harness dan pemasangan struktur satelit.

Seperti dilansir situs resmi LAPAN, Sabtu (11/8/2012), uji fungsional adalah pengujian terhadap semua fungsi satelit dalam konfigurasi terbang. Misalnya membaca arus yang masuk dari solar panel dengan menyinari solar panel menggunakan lampu yang sangat terang, lalu membaca arusnya via telemetri satelit.

Selain itu juga mengoperasikan muatan kamera dan perangkat lainnya melalui komputer utama dengan perintah yang disampaikan via gelombang radio, atau yang disebut dengan TTC (telemetry & telecommand).

Setelah uji fungsinal oleh tim AIT LAPAN-A2 selesai dilakukan, dilakukan pengujian fungsional oleh tim Quality Control LAPAN-A2, salah satunya adalah Prof. Dr. Udo Renner yang menjadi mentor dalam pembuatan satelit LAPAN yang pertama, LAPAN-TUBSAT. Karena kondisi nya yang tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh ke Indonesia, pengujian fungsi satelit dilakukan secara jarak jauh.

Perangkat yang diperlukan untuk mengakses satelit dalam pengujian tersebut adalah perangkat stasiun Bumi LAPAN-A2 berupa radio-modem dan komputer statiun bumi yang dikendalikan via jaringan internet yang stabil.

Hasil pengujian menyimpulkan bahwa satelit LAPAN-A2 secara umum dalam keadaan baik. Fungsi-fungsi pengendalian yang direncanakan berjalan dengan sempurna, yang berarti kualitas pengerjaan harness LAPAN-A2 baik. 

Dari rekomendasi tim Quality Control, ada beberapa penyempurnaan yang harus dilakukan yang melibatkan modifikasi minor pada piranti lunak pengendali satelit di stasiun Bumi, serta piranti lunak pengakses data di komputer utama satelit, untuk memudahkan sistem operasi satelit orbit kelak (yhw).

Yoga Hastyadi Widiartanto - Okezone

Read more...

Pindad Produksi Motor Penggerak Mobil Listrik 2013

PT Pindad Persero berencana memproduksi motor penggerak untuk mobil listrik secara massal tahun depan, dengan kapasitas 50 Kilowatt (KW). Saat ini, BUMN penghasil panser dan senjata api baru memproduksi satu motor penggerak tersebut.

"Sekarang baru satu yang kita produksi karena menunjukkan kalau kita bisa memproduksinya," kata Direktur Utama Pindad Adik Avianto Sudarsono dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (6/8).

Menurut Adik, pembuatan motor penggerak ini seiring dengan diproduksinya mobil listrik yang dimulai tahun depan. Motor penggerak mobil listrik ini sudah diuji coba dan akan diperkenalkan pada Rabu (8/8).

"Pak Dahlan (Menteri BUMN) ke Pindad untuk mengetahui apakah kita sudah siapkan agar bisa diekspos Rabu nanti," ujarnya.

Ia mengharapkan pesanan berdatangan, setelah motor penggerak mobil listrik diperkenalkan. Ia menduga harga motor penggerak itu lebih mahal dibandingkan dengan produksi luar negeri karena komponennya masih diimpor.

"Komponennya bisa tembaga, silicon steel dan itu harus diimpor. Jauh lebih mahal enam kali kalau diproduksi," paparnya.

Ia mengakui motor penggerak berkapasitas 50 KW hanya diproduksi di Indonesia, sementara 15 KW dapat diproduksi oleh negara-negara lain. Namun, motor penggerak 50 KW tidak dijual.

Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah menuturkan selain Pindad, PT Inka Persero juga dapat memproduksi motor penggerak mobil listrik tersebut. Namun, Pindad dianggap sebagai perusahaan yang siap memproduksi motor tersebut.

Author: Susan Silaban (www.imq21.com)

Read more...

PT Len Industri Raih Sertifikasi SIL 02

PT Len Indonesia Persero mendapatkan sertifikasi uji kelaikan operasi Sistem Interlocking LEN (SIL 02) dari Kementerian Perhubungan.

SIL 02 merupakan salah satu produk PT Len Industri dalam bidang persinyalan kereta api yang didesain dan dikembangkan sepenuhnya oleh insinyur muda Tanah Air, dan telah diaplikasikan pada jalur-jalur kereta api di beberapa stasiun di sepanjang Pulau Jawa dan Sumatera dalam mendukung program penggantian persinyalan mekanik menjadi persinyalan elektrik yang dilakukan Kementerian Perhubungan.

Proses sertifikasi tersebut dilakukan oleh tim sertifikasi dengan anggota ahli-ahli dari institusi yang berkompeten di dalam negeri diantaranya dari Kementerian Perhubungan, PT KAI Persero, BPPT, ITB, dan PENS-ITS.

Menurut Direktur Utama Len Wahyuddin Bagenda, keberhasilan Len dalam pengembangan SIL-02 tidak lepas dari dukungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian yang telah memberikan kesempatan kepada Len untuk mengembangkan produk ini dan produk-produk baru berikutnya mulai dari memberikan saran desain, dukungan uji lapangan, dan dukungan pelaksanaan pengujian dan pengawalan.

"Sistem persinyalan pada perkeretaapian memberikan kontribsi yang sangat besar bagi keselamatan penumpang maupun barang," kata Wahyuddin dalam paparannya di Jakarta, Senin (6/8).

Sistem persinyalan adalah sistem yang mengatur pergerakan kereta api baik ketika berada di area stasiun maupun di petak jalan antara dua stasiun. Sistem persinyalan harus menjamin semua pergerakan kereta baik di area stasiun maupun petak jalan di antara dua stasiun berlangsung secara aman, sehingga persinyalan harus berkinerja dengan baik.

SIL 02 telah dapat menjadi alternatif bagi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan akan interlocking system yang selama ini disuplai dari industri-industri asing seperti VPI, SSI, dan Westrance. SIL 02 juta merupakan sistem interlocking berbasis PLC (Programmable Logic Controller).

SIL 02 dikembangkan dan didesain dengan keunggulan, antara lain mendukung semua jenis perlengkapan luar elektrik, mengacu pada standar EN-50129, komponen standar industri yang terbukti kehandalannya, didesain sederhana dan kompak, biaya operasional rendah, didesain memperhatikan kebutuhan operasional, mampu mengontrol stasiun dengan kompleksitas tinggi dapat dikembangkan ke fungsi operasi yang lebih tinggi, fleksibilitas terhadap konfigurasi sistem persinyalan, dan menggunakan komponen standar industri.

"Kementerian Perhubungan RI bersama Len telah memiliki kesepahaman untuk terus menggunakan SIL 02 sebagai produk dalam negeri dalam rangka mendukung pemanfaatan teknologi bangsa," paparnya.

Diakuinya, produk persinyalan Len telah mampu bersaing secara global, di mana saat ini Len mampu bersaing dengan pemain-pemain internasional di industri sejenis.

"Hal ini memotivasi Len untuk terus mengembangkan diri untuk mewujudkan kemandirian terknologi yang berdaya saing, yang menjadi motto penjualan Len," ungkapnya.

Author: Susan Silaban ( www.imq21.com )

Read more...

Penemu Kedelai Tangguh Tahan Kekeringan

Ir Suhartina MP

HARI beranjak siang. Terlihat seorang pemulia sedang beraktivitas di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang, Jawa Timur.
Dengan sabar ia menyeleksi dan memilah setiap biji kedelai berwarna kuning dalam baskom dan sejumlah wadah plastik berdasarkan ukuran. Hasil seleksi selanjutnya dimasukkan ke bungkus plastik.

Siang itu, sang pemulia, Suhartina, sedang melakukan seleksi galur harapan kedelai DV/2984 -330. “Biji kedelai ini calon varietas unggul toleran cekaman kekeringan selama fase reproduktif,” tegasnya.

Kedelai hasil penelitian selama 6 tahun itu merupakan inovasi terbaru di Indonesia yang memiliki arti penting sebagai solusi mengatasi ketergantungan akan impor komoditas pangan. Selain itu, membuka peluang bagi petani dalam mengembangkan budi daya kedelai di musim kemarau, bahkan pada kondisi sangat kering sekalipun.

Ia menjelaskan agroekosistem utama kedelai di Indonesia ialah lahan sawah. Kedelai ditanam setelah padi pada musim kemarau 1 dan 2 dengan pola padi-padi-kedelai atau padi-kedelai-kedelai.

Pada kondisi demikian, budi daya kedelai sering kali menghadapi risiko kekeringan. Akibatnya, ada kekhawatiran terjadi gagal panen.

Belum lagi akhir-akhir ini terjadi perubahan iklim global yang menyebabkan peningkatan intensitas iklim ekstrem, terutama kekeringan dan kelebihan air atau banjir.

Oleh karena itu, kata Suhartina, perlu inovasi varietas unggul yang lebih adaptif, baik itu varietas berumur genjah (siap panen) atau yang toleran terhadap kekeringan.

Tersedianya varietas seperti itu, menurut Suhartina, sangat penting untuk mendorong kedaulatan pangan karena Indonesia menghadapi masalah serius, misalnya terbelenggu impor kedelai sejak 1976.

Bukti lain, akhir-akhir ini terjadi krisis kedelai nasional akibat suplai dari Amerika Serikat (eksportir) sempat terhenti. Sebelumnya hal serupa juga pernah terjadi.

"Dibutuhkan komitmen dari pemerintah dengan memperluas areal tanam serta menetapkan harga kedelai yang aman bagi petani dan industri. Teknologi budi daya sudah tersedia. Bahkan mengembangkan kedelai dengan memanfaatkan tanaman sela di hutan produksi pun sudah bisa dilakukan," tuturnya.

Perlu terobosan

Sarjana lulusan Jurusan Budi Daya Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, itu mengaku sektor pertanian di Indonesia, khususnya pangan, memerlukan terobosan besar agar swasembada.

Dari situ, Suhartina mengembangkan ide budi daya kedelai pertama di Indonesia yang tahan kekeringan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri. Dia menjelaskan, terdapat 73 varietas unggul kedelai di Indonesia. Yang berindikasi toleran kekeringan ialah varietas wilis yang dilepas pada 1983 dan tidar (1987).

Karakteristik wilis ialah berukuran biji sedang, yakni 10 gram per 100 biji, warna biji kuning, umur masak genjah 85-90 hari, dan rata-rata hasilnya 1,6 ton per hektare (ha).

Adapun tidar berukuran biji kecil, yakni 7 gram per 100 biji, biji kuning kehijauan, umur masak genjah sekitar 75 hari, dan rata-rata hasilnya 1,4 ton per ha. “Varietas wilis dan tidar digunakan sebagai pembanding dalam kegiatan perakitan,” ujarnya.

Silsilah galur

Langkah awal Suhartina untuk menghasilkan kedelai yang tahan kekeringan ialah melakukan proses persilangan berbekal koleksi plasma nutfah kedelai di Balitkabi. Ia memperoleh sejumlah genotipe yang teridentifikasi toleran kekeringan, yakni MLG 2805, MLG 2984, MLG 3474, MLG 3072, dan MLG 2999.

Genotipe tersebut digunakan untuk memperbaiki ukuran, warna biji, dan potensi hasil. Untuk penelitian tersebut, Suhartina menggunakan galur harapan DV/2984 yang berasal dari persilangan tunggal antara varietas unggul davros dan genotipe toleran kekeringan MLG 2984.

Seleksi awal, kata dia, menggunakan metode silsilah (pedigree), menyilangkan varietas unggul davros dengan MLG 2984 untuk mendapatkan biji F1 sampai dengan F3. Proses itu dilakukan pada 2000-2006.

Selanjutnya, seleksi galur diteruskan pada generasi F4-F5 sampai dengan uji daya hasil lanjutan di kebun percobaan Muneng, Probolinggo, Kendalpayak, dan Jambegede, Malang, Jawa Timur.

Pada tahap tersebut terpilih 60 galur homozigot berdasarkan keragaman tanaman, jumlah polong per tanaman, dan skor tingkat kelayuan tanaman.

Galur-galur itu ditanam pada lingkungan yang tercekam kekeringan selama fase reproduktif. Pengairan pun dilakukan pada saat tanam sampai 50% berbunga dengan interval 10-15 hari sekali.

Memasuki seleksi F5, galur DV/2984-330 yang ditanam menunjukkan semua daun masih hijau dan segar pada umur tanaman 50-65 hari. Bahkan, pada umur 70 hari juga tidak dijumpai daun yang kecokelatan.

Hal itu menunjukkan bahwa galur itu toleran kekeringan sehingga diputuskan layak untuk diteruskan sebagai galur terpilih pada uji daya hasil pendahuluan dan lanjutan selama 2007-2008.

Kemudian, dilakukan seleksi lagi untuk mengambil sebanyak 30 galur. Berdasarkan indeks toleransi cekaman, terpilih 12 galur harapan sebagai bahan uji adaptasi pada MK 2009-2010. Varietas tidar dan wilis digunakan sebagai pembanding yang ditanam di lingkungan optimal dan lingkungan tercekam kekeringan.

Dari serangkaian pengujian tersebut didapatkan galur harapan DV/2984-330 yang konsisten toleran terhadap cekaman kekeringan selama fase reproduktif. Setelah itu, baru melakukan uji adaptasi di 16 lokasi di daerah sangat kering, di antaranya Kabupaten Probolinggo, Jombang, dan Mojokerto, Jawa Timur.

Proses panjang itu dilakoni Suhartina dengan sabar dan ikhlas. Sebagai pemulia, ia sadar memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi bangsa, negara, dan masyarakat. Ia tidak menyerah kendati kerap menemui kendala dan mengalami kegagalan.

“Yang pasti pernah gagal. Selain serangan hama, lahan juga terkena rembesan air,” ujarnya. Gagal berarti harus menunggu satu tahun. Namun, semua itu tetap ada solusinya. “Kami menanam galur harapan di 20 lokasi dari 16 lokasi yang sudah ditentukan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi ketika terjadi kegagalan di sejumlah lokasi yang sudah ditentukan."

Suhartina tidak sendiri. Ada sejumlah pemulia yang mendukung kerja kerasnya itu, yakni Purwantoro, Novita Nugrahaeni, Suyanto, Arifin, dan Muchlish Adie. Ada juga peneliti lain yang turut membantu, di antaranya Abdullah Taufiq, Wedanimbi Tengkano, dan Sri Hardaningsih. (M-1)

Bagus Suryo, bagussuryo@mediaindonesia.com

Read more...

Teknologi Nuklir BATAN Hasilkan 20 Varietas Benih Padi Unggul

Jepara (ANTARA News) - Para peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menghasilkan 20 varietas benih padi unggul untuk mendukung produkvititas tanaman padi di tanah air.

"Puluhan varietas benih padi tersebut, dihasilkan dari penggunaan teknologi nuklir untuk mengubah sifat dari benih padi tertentu menjadi lebih berkualitas," kata Deputi Kepala Batan Bidang Pendayagunaan hasil Litbang dan Pemanfaatan Iptek Nuklir Ferhat Aziz di Jepara, Rabu.

Ia menjamin, benih padi yang dihasilkan dengan radiasi nuklir tidak membahayakan kesehatan karena saat proses sinar radiasi nuklirnya tidak tinggal pada benih.

Hingga kini, kata dia, sebanyak 20 varietas padi yang dihasilkan lewat rekayasa teknologi nuklir sudah mendapatkan sertifikat, sehingga sudah bisa ditanam secara massal.

Sebanyak dua puluh varietas padi tersebut, yakni varietas atomita 1, atomita 2, atomita 3, atomita 4, situ gintung, silo sari, kahayana, binongo, merauke, dian suci, mira 1, bestari 1, inpari, sultan insulat 1, sultan insulat 2, sultan unsurat 1, sultan unsurat 2, inpari mugibat, wella, dan yuwono.

Saat ini varietas padi tersebut, penanamannya telah mencapai 2,5 juta hingga 3 juta hektare di seluruh Indonesia.

Sebelum ditanam, katanya, varietas padi tersebut telah melalui pengujian berupa kegenjahan (umur), ketahanan terhadap hama, produksi, dan rasa.

Ia mengklaim, benih padi yang dihasilkan tersebut, memiliki keunggulan, seperti memiliki usia tanam yang lebih pendek, tahan terhadap penyakit, tahan serangan hama, berasnya lebih pulen, serta produktivitasnya tinggi.

Dengan dihasilkannya varietas benih padi unggul tersebut, diharapkan teknologi nuklir tidak mendapatkan asumsi yang negatif dari masyarakat.

"Dengan teknik nuklir pula, kami juga bisa menghasilkan benih tanaman kapas, kacang hijau, serta kacang tanah," ujarnya.

Untuk mendapatkan sertifikasi atas benih tersebut, katanya, harus melalui pengujian seperti halnya benih padi yang sudah lebih dahulu mendapatkan sertifikat pengakuan dari Kementerian Pertanian.

Anggota DPR RI Komisi VII Daryatmo Mardiyanto memberikan apresiasi terhadap para peneliti Batan yang menghasilkan 20 varietas benih padi serta benih tanaman lainnya di bidang pertanian.

"Mudah-mudahan, hal ini bisa mengubah pandangan masyarakat terhadap teknologi nuklir yang dianggap negatif dan membahayakan," ujarnya.

Ia mengakui, anggaran yang diterima oleh Ristek cukup kecil, karena diperkirakan hanya Rp1,3 triliun.

Bahkan, lanjut dia, persentase dari APBN cukup kecil dan belum mencapai angka 1 persen.

"Kami akan berupaya mendorong agar anggarannya bisa ditingkatkan, minimal 1 persen dari APBN, serta peningkatan kualitas SDM," ujarnya. (AN/I007, antaranews.com)


Read more...

BPPT Membiakan Kapang Penisilin

Impor obat antibiotik amoksisilin turunan beta-laktam berbahan baku kapang penisilin tahun 2008 tercatat 1.020.928 kilogram. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi melakukan riset pembiakan kapang penisilin untuk memutus rantai ketergantungan impor bahan baku antibiotik ini.

”Pembuatan fermentor penisilin skala percontohan di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong mencapai 2.500 liter satu kali siklus hingga maksimal 10 hari. Dukungan teknologi sudah siap untuk menuju produksi massal industri,” kata Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bambang Marwoto, Kamis (28/6), di Jakarta.

Kapang penisilin merupakan bahan baku amoksisilin. Antibiotik yang termasuk obat esensial ini banyak digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

Kepala Program Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Hardaning Pranamuda menuturkan, di Amerika Serikat amoksisilin masuk dalam 10 besar obat resep generik. Produksi bahan baku amoksisilin membuka peluang untuk pengembangan produksi antibiotik lain.

Resistensi atau ketahanan bakteri terhadap amoksisilin mungkin saja terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Tetapi, bukan berarti industrinya akan terhenti. ”Produksi amoksisilin menjadi model untuk pengembangan jenis-jenis antibiotik lain menyesuaikan kebutuhan,” kata Bambang.

Kandungan lokal

Sumber pembiakan penisilin, menurut Bambang, banyak terdapat di sekitar kita. Unsurnya meliputi karbon, nitrogen, dan mineral. Untuk pembuatan antibiotik amoksisilin diperkirakan kandungan lokalnya sampai 80 persen.

Untuk memperoleh karbon, digunakan gula atau tepung- tepungan yang dihidrolisis. Unsur nitrogen didapatkan dari kacang-kacangan. Mineral diperoleh dari bahan pangan yang biasa kita konsumsi.

Penisilin sebagai pembunuh bakteri pada awalnya ditemukan Alexander Fleming tahun 1928. Kapang penisilin umumnya tumbuh sebagai benang-benang jamur roti.

Penisilin yang diperoleh dalam metabolisme kapang itu berupa Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum. Pembiakan lebih lanjut dilakukan untuk memperoleh Penisilin G dan Penisilin V yang siap untuk proses pembentukan 6-Amino penicillanic acid (6-APA).

”Selanjutnya, 6-APA direaksikan secara kimiawi dengan dane salt (salah satu jenis garam) untuk memperoleh amoksisilin,” kata Bambang.

Rantai produksi dalam skala pilot plant (pabrik percontohan) itu tidak hanya dikerjakan BPPT. BPPT menangani proses fermentasi untuk memproduksi penisilin G. Penggunaan penisilin G untuk memproduksi senyawa perantara 6-APA dikerjakan Institut Teknologi Bandung (ITB), sekaligus pada proses kimiawi dengan dane salt sampai menghasilkan amoksisilin hidrat.

Berikutnya, terlibat Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) pada proses akhir menuju produksi amoksisilin.

”Dari sejumlah konsorsium lembaga riset itu, sebetulnya kita sudah siap membangun industri antibiotik amoksisilin dengan kandungan lokal yang optimal,” kata Bambang.

Generasi pertama

Amoksisilin merupakan antibiotik generasi pertama yang diresepkan sebagai obat generik. Beberapa antibiotik generasi pertama lain adalah ampicilin, dicloxacillin, cloxacillin, dan oxacillin.

Antibiotik generasi kedua melalui proses yang lebih rumit, tidak lagi melalui proses pembentukan 6-APA. Beberapa antibiotik generasi kedua yang ada di pasaran adalah cephradinie, cefadroxil, cephalexin, cefroxadine, dan cefprozil.

Harga antibiotik generasi lebih baru tentu saja mahal. Saat ini, antibiotik generasi ketiga sudah dihasilkan. Hal itu antara lain antibiotik cefoxitin dan cefmetazole, yang tergolong mahal di pasaran.

Hardaning mengatakan, kekayaan biodiversitas di Indonesia sangat menunjang penemuan jenis-jenis kapang lain untuk memproduksi antibiotik. Pada masanya nanti, suatu jenis antibiotik tidak dapat digunakan lagi ketika bakteri yang ingin dibunuh ternyata memiliki kekebalan terhadap antimikroba tersebut.

Karena itu, sudah saatnya kegiatan riset pembuatan antibiotik direalisasikan menjadi sebuah industri yang bisa berkelanjutan.

(Kompas, 29 Juni 2012/ humasristek)

Read more...

Mobil Rusnas, Kendaraan Ringan Rancangan Suparto Soejatmo

Kemampuan melakukan rancang bangun kendaraan bermotor kini bukan lagi monopoli negara-negara maju. Para ahli dan praktisi otomotif nasional pun kini sudah mampu menciptakan platform kendaraan bermotor roda empat yang seluruh proses penciptaannya mulai dari perancangan sampai pembangunannya dilakukan sendiri oleh putra-puteri anak bangsa.

Kemampuan rancang bangun produk otomotif itu tidak hanya terbatas pada kendaraan roda dua (sepeda motor), tetapi juga pada kendaraan bermotor roda empat atau mobil. Salah satu produk kendaraan bermotor roda empat hasil karya cipta anak bangsa itu diantaranya adalah Mobil Sunny 500 yang oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diberi nama Mobil Rusnas (Riset Unggulan Strategis Nasional). Mobil hasil rancangan Suparto Soejatmo, seorang ahli desain dan perekayasaan otomotif yang juga Presiden Direktur PT Indo Techno Mandiri itu, kini telah selesai dibuat satu unit prototipenya melalui kerjasama dengan BPPT.

Kendaraan ringan yang rangkanya terbuat dari pipa baja sedangkan badan mobil (body)-nya terbuat dari bahan fiber glass dan digerakkan dengan mesin bensin dua silinder berkapasitas 500 cc itu merupakan hasil karya rancang bangun Suparto beserta tim. Suparto sendiri yang merancang mesin mobil Sunny 500 yang kemudian dibangun bersama tim BBPT sehingga dihasilkan engine Rusnas. Keistimewaan mesin Rusnas itu, selain irit konsumsi bahan bakarnya juga dapat menggunakan dua jenis bahan bakar, yaitu bahan bakar bensin atau Bahan Bakar Gas (BBG) dari kelompok Compressed Natural Gas (CNG). Kendaraan ringan yang dirancang secara khusus oleh Suparto untuk memenuhi kebutuhan angkutan di lingkungan kompleks perumahan dan untuk angkutan pedesaan, mampu melaju dengan kecepatan 60-70 km per jam. “Sebetulnya saya sudah mencoba kendaraan ini dengan kecepatan hingga melebihi 100 km per jam, namun mengingat kendaraan ini bobotnya sangat ringan karena terbuat dari rangka pipa baja dan body dari fiber glass, maka kecepatannya harus dibatasi hanya sampai 60-70 km per jam agar penggunaanya tetap aman dan nyaman. Sebab, kalau kecepatannya jauh di atas 100 km per jam, mobil ini bisa melayang mengingat bobotnya yang ringan,” kata Suparto.

Dengan alasan itu pula, Suparto merekomendasikan agar kendaraan tersebut tidak dipergunakan di jalan tol atau jalan raya bebas hambatan lainnya karena kalau kendaraan ini berpapasan dengan truk atau bus yang melaju dengan kecepatan tinggi bisa timbul efek negatif yang tidak diinginkan.

Kegiatan rancang bangun mesin bukanlah sesuatu yang asing bagi Suparto. Sebab, ketika masih bermukim di Italia, Suparto pernah merancang mesin mobil dengan kapasitas 1500 cc dan 1600 cc serta memproduksi prototipe mesin hasil rancangannya itu dengan menggunakan dana sendiri. Bahkan rancangan mesin berkapasitas 1500 cc dan 1600 cc itu suatu ketika pernah diperlihatkan kepada mantan Presiden Habibie pada saat beliau berkunjung ke Italia.

Sedangkan mesin Rusnas sendiri mulai dirancang Suparto sejak tahun 2001 ketika dia sudah bermukim kembali di Indonesia. Secara kebetulan Menristek/Kepala BPPT ketika itu (tahun 2003), Hatta Rajasa berkunjung ke workshop Suparto di Jakarta dan berkesempatan melihat mesin Sunny 500 hasil rancangan Suparto. “Menristek tertarik mesin Sunny 500 hasil rancangan saya dan menyatakan Kementerian Ristek/BPPT siap membiayai pembuatan mesin yang kemudian disebut mesin Rusnas,” kata Suparto mengenang perjumpaannya dengan Menristek/Kepala BPPT Hatta Rajasa.

Setelah mesin Rusnas berhasil dibangun bersama dengan tim BPPT, Suparto mulai berpikir untuk menggunakan mesin tersebut untuk menggerakkan kendaraan/mobil. Karena itu, Suparto kembali memutar otaknya untuk merancang sebuah kendaraan yang dapat digerakkan dengan mesin Rusnas 500 cc itu. Setelah mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi, bisnis dan sosial kultural masyarakat Indonesia, akhirnya Suparto memutuskan untuk membangun mobil ringan dengan bahan rangka dari pipa baja dan material body terbuat dari fiber glass. Kedua jenis bahan tersebut dipilih setelah mempertimbangkan berbagai aspek di atas dengan harapan harga jual mobil ringan itu bisa terjangkau oleh masyarakat khususnya di pedesaan.

Menurut Suparto, hasil rancangan mobil ringan itu sebetulnya bisa saja diproduksi secara massal untuk mengisi pasar otomotif di dalam negeri. Namun sejauh ini Suparto mengaku pihaknya tidak memiliki modal kerja yang cukup untuk memproduksi mobil tersebut, kecuali kalau ada calon investor yang berminat memodali produksi kendaraan ringan tersebut secara massal. “Mengenai harga jualnya, tentu sangat relatif. Sebab hal itu sangat tergantung kepada volume produksinya. Semakin besar volume produksinya maka semakin dapat ditekan harga jualnya,” kata Suparto seraya menambahkan kalau skala ekonomis produksi Mobil Rusnas dapat dicapai maka mobil tersebut dapat dijual kepada umum dengan harga di atas Rp 30 juta.

Sejauh ini, Suparto melalui PT Indo Techno Mandiri miliknya telah berhasil mengembangankan tiga varian Mobil Rusnas, yaitu sedan, pick up (bak terbuka) dan minibus. Mobil ringan tipe sedan Rusnas sendiri memiliki kapasitas tempat duduk untuk empat orang penumpang dan mampu mengangkut barang seberat 200 kg. Untuk meningkatkan kemampuan mobil, mesin mobil sedan Rusnas dapat ditingkatkan kapasitasnya menjadi 650 cc. Dengan kapasitas mesin yang relatif kecil seperti itu, maka konsumsi bahan bakar bensin pun bisa dihemat. Konsumsi bahan bakar bensin mobil Rusnas cukup irit, yaitu 1 liter bensin dapat digunakan untuk menempuh jarak sejauh 30 km. Fitur ini sangat penting karena dewasa ini harga BBM di dalam negeri terus mengalami kenaikan sejalan dengan naiknya harga minyak bumi dunia dan dipangkasnya subsidi BBM oleh pemerintah.

Kemampuan Suparto dalam melakukan rancang bangun kendaraan bermotor memang tidak datang begitu saja. Latar belakang pendidikan dan segudang pengalaman bekerja di industri otomotif dunia telah memungkinkan Suparto untuk membuat karya cipta berupa rancang bangun mobil yang diilhami dari gagasan-gagasannya sendiri.

Suparto yang mantan PNS di Departemen Perindustrian itu sempat menempuh pendidikan di Waseda University, Tokyo, Jepang di bidang mesin dan engineering. Seusai menamatkan kuliah di Waseda University, Suparto tidak langsung pulang ke Indonesia melainkan tetap tinggal di Jepang dan bekerja di sebuah perusahaan otomotif negeri Sakura itu.

Pengalaman di bidang mesin dan perekayasaan otomotif juga diperoleh Suparto dari sejumlah perusahaan industri otomotif di berbagai negara. Sebab, setelah bermukim selama kurang lebih 13 tahun di Jepang, Suparto sempat bermukim di sejumlah negara Eropa untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan otomotif kelas dunia. Salah satu perusahaan otomotif Eropa yang pernah menjadi tempat kerja Suparto adalah Lamborghini di Italia.

Suparto juga pernah bekerja sebagai mekanik pada perusahaan pengelola balapan mobil terkemuka di dunia Formula 1 (F1) pada tahun 1970-an dan sempat mendirikan usaha sendiri yang bergerak di bidang mobil balap (motor sport).

Kini di usianya yang sudah tidak muda lagi, Suparto yang merupakan kakak kandung dari mantan pembalap nasional Tinton Suprapto itu menjalankan perusahaan Research and Development (R&D) di bidang desain dan perekayasaan yang diberinya nama PT Indo Techno Mandiri. Sumber : Majalah Kina (No.2-2008) Departemen Perindustrian RI

Read more...

Dasep Ahmadi Berlomba Melawan Waktu untuk Selesaikan Mobil Listrik Nasional

Bikin Tiga Varian agar Harga Terjangkau Rakyat

Dasep Ahmadi, satu di antara lima anak negeri yang kini bersiap melahirkan mobil listrik nasional. Bersama tim, Dasep harus bekerja keras untuk menyelesaikan proyeknya itu dalam tiga bulan ke depan sebagaimana ditargetkan oleh Presiden SBY.

BANGUNAN di pinggir Jalan Jatimulya, Kampung Sawah, Depok, itu tidak terlalu besar untuk ukuran sebuah pabrik, hanya sekitar 20 x 40 meter persegi. Di tembok depan yang bercat biru terdapat papan nama perusahaan: PT Sarimas Ahmadi Pratama.

Masuk ke bangunan utama, terdapat ruang tamu sederhana dengan meja kaca dan empat kursi. Di samping kiri terdapat sebuah ruang pertemuan. Di sisi kanan adalah ruangan yang difungsikan untuk kantor. Beberapa karyawan yang rata-rata berusia muda dengan seragam abu-abu tampak serius bekerja di depan layar komputer.

Di ruang tamu tampak penuh dengan piagam penghargaan yang diterima Dasep. Misalnya, Teknopreneur Award 2009, Penghargaan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie 2009 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Adhicipta Rekayasa 2010 dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

Ada satu lagi penghargaan yang cukup mencolok dengan foto Dasep menerima ucapan selamat dari Presiden SBY. Yakni, Penghargaan Rintisan Teknologi 2010 dari Kementerian Perindustrian RI. "Di tempat inilah kami mendesain dan mengembangkan mobil listrik nasional," ujarnya mengawali pembicaraan dengan Jawa Pos Senin (28/5) lalu.

Kesan pertama yang bisa ditangkap dari sosok Dasep, dia tampak cerdas. Gaya bicaranya cepat, tapi tetap runtut dan detail. Sepintas agak mirip dengan gaya bicara mantan Presiden B.J. Habibie, namun dengan aksen Sunda yang masih terdengar.

Dasep yang oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan dijuluki "Putra Petir" itu lalu bercerita tentang perjalanan hidupnya. Lahir dan besar di Sukabumi 46 tahun silam, Dasep mengaku sejak kecil menyukai hal-hal yang berbau sains. Pelajaran kimia dan fisika yang biasanya menjadi momok bagi kebanyakan siswa justru menjadi kegemaran Dasep. Karena itu, tidak mengherankan bila nilai sempurna (10) sering dia raih untuk dua mata pelajaran eksakta itu.

Cita-cita Dasep mendalami ilmu sains makin besar tatkala diterima di Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan spesialisasi robotik. "Di ITB saya banyak belajar tentang ilmu mekanika dan elektronika," cerita dia.

Salah satu prestasi yang berhasil diukirnya semasa kuliah adalah ketika memimpin tim Pusat Teknologi Tepat Guna (Pustena) Masjid Salman ITB meraih gelar juara I Lomba Inovasi Robotika Tingkat Nasional 1987.

Lulus pada 1990, Dasep kemudian bekerja di PT Pindad. Di BUMN yang memproduksi alat perang itu Dasep masuk sebagai staf engineer di bagian machine tool production otomation. Tak lama kemudian, pada 1992, Dasep pindah ke PT Astra International sebagai senior engineer.

Karir di raksasa otomotif Indonesia tersebut mengantarkan Dasep mendapat beasiswa untuk menuntut ilmu mekanika dan otomotif di Trumpf Maschinenfabrik, Stuttgart, Jerman. Beasiswa itu berasal dari VODEMA, gabungan industri dan pabrik asal Jerman.

Pada akhir 1994, Dasep kembali ke Indonesia dan masuk ke Daihatsu Astra Motor sebagai chief engineer. Di perusahaan itulah Dasep beberapa kali mendapat kesempatan belajar teknik pembuatan mesin mobil ke Tada Plant Daihatsu Motor Corporation di Osaka, Jepang. "Pada 1998, saya keluar dari Daihatsu karena meneruskan perusahaan orang tua di bidang produksi mesin pertanian," ujar laki-laki yang mahir berbahasa Inggris, Jerman, dan Jepang itu.

Gairah untuk terus berkreasi akhirnya mendorong Dasep mendirikan perusahaan sendiri, PT Sarimas Ahmadi Pratama, pada 2004. Melalui perusahaan itu, Dasep memproduksi mesin-mesin industri. Misalnya, mesin perancangan dan pembuatan jig serta special purpose machine untuk perusahaan otomotif PT Astra Daihatsu Motor.

Di luar itu Dasep memasok mesin yang diperlukan untuk proses produksi mobil di PT Honda Prospect Motor (HPM), Yamaha Group, dan PT Yamaha Part Manufacturing Indonesia. Selain memasok keperluan industri, Dasep menyuplai kebutuhan mesin untuk praktik di Politeknik Negeri Jakarta serta beberapa sekolah menengah kejuruan (SMK).

Tak puas di dalam negeri, Dasep mengembangkan sayap bisnisnya ke mancanegara. Langkah fenomenal dicapai pada 2006. Dia berhasil mengekspor mesin untuk pembuatan mobil kepada Perodua Engine Manufacturing Sdn Bhd. Perodua adalah perusahaan otomotif lokal Malaysia. Meski lokal, Perodua bukan perusahaan sembarangan. Perusahaan itu memproduksi dan mendistribusikan beberapa produk Daihatsu di Malaysia. Perusahaan tersebut juga merupakan mitra lokal Daihatsu dan Toyota di Malaysia.

Hingga kini, Dasep sudah berkali-kali mengekspor mesin perkakas ke Perodua. Pekan lalu dia juga mengunjungi pabrik Perodua untuk mengecek kondisi mesin-mesin produksinya. "Mesin yang kami kirim pada 2006 hingga sekarang kondisinya masih baik lho," ujarnya, lantas tersenyum.

Lalu, kapan mulai menggeluti mobil listrik? Dasep mengatakan, sejak 2007 dirinya mulai merancang dan membuat produk otomotif seperti mobil gokar. Selain itu, dia pernah membuat prototipe (purwarupa) mobil jenis city car dengan kapasitas mesin 150 cc. Mobil tersebut diberi nama Mobira (Mobil Rakyat). Namun, Dasep baru mulai menggarap mobil listrik pada 2010. Itu pun masih berupa ide.

Menurut Dasep, ada banyak alasan mengapa dirinya tertarik mengembangkan mobil listrik. Pertama, mobil listrik belum dikembangkan di Indonesia, bahkan di negara-negara ASEAN yang lain. Kedua, mobil listrik ramah lingkungan karena bebas polusi atau emisi karbon. Ketiga, hemat bahan bakar. Jika dibandingkan dengan biaya untuk membeli BBM, biaya mobil listrik hanya 1/5 (seperlima) dari mobil ber-BBM.

Soal perawatan, mobil listrik juga lebih mudah. Sebab, mobil listrik tidak membutuhkan banyak onderdil berupa filter sebagaimana mobil BBM. Selain itu, mobil listrik lebih sedikit fast moving part (onderdil yang mudah aus). "Ibaratnya, kalau mobil BBM setiap 10 ribu kilometer harus ke bengkel, mobil listrik mungkin baru ke bengkel setelah 50 ribu kilometer," jelasnya.

Dasep menyebutkan, teknologi mobil listrik yang menggunakan baterai juga unik. Misalnya, saat menanjak, mobil akan menyerap energi dari baterai. Namun, begitu menurun, mobil listrik punya kemampuan mengubah energi potensial mekanis (energi gerak) menjadi energi listrik.

Tak hanya itu, saat akselerasi (kecepatan bertambah), mobil listrik akan menyerap energi dari baterai. Namun, ketika kecepatan mobil berkurang, gerak perlambatan itu bisa diubah menjadi energi yang masuk ke baterai. Baterai yang digunakan memiliki kapasitas daya 21 kilowatt hour (kwh). "Itu yang membuat mobil listrik sangat hemat energi," ujarnya.

Bagaimana pengisian baterainya? Menurut Dasep, ada dua cara pengisian. Pertama, pengisian melalui alat charger yang di-install di rumah, pabrik, atau kantor. Setiap pengisian membutuhkan waktu 4-5 jam. Itu mampu digunakan untuk jarak tempuh sekitar 140 kilometer.

Selain itu, ada sistem fast charging atau pengisian baterai dengan waktu singkat, hanya 30 menit. Bahkan, ada teknologi yang lebih singkat lagi, 10 menit. Jika mobil listrik berkembang, instalasi fast charging bisa dipasang di beberapa titik tempat publik sehingga bisa diakses oleh pemilik mobil listrik.

Dasep juga menuturkan, prototipe mobil listrik membutuhkan sepuluh tahap. Yakni, pengembangan front body, side body and door, rear body, upper body, interior, bracket (motor and transmission), finishing, assembling, inspection, dan test drive. "Nah, sekarang mobil kami memasuki tahap akhir assembling," ujarnya. Menurut Dasep, dua tahap selanjutnya, yakni inspection dan test drive, tidak akan membutuhkan waktu lama. Karena itu, dia berani menargetkan Juli nanti semua sudah selesai. "Target kami Agustus nanti sudah bisa dilakukan test drive resmi," ucapnya.

Dasep kemudian mengajak Jawa Pos ke ruang bengkel di bangunan bagian belakang untuk melihat prototipe mobil listrik kreasinya. Namun, dia mewanti-wanti agar tidak memublikasikan foto prototipe mobil itu karena memang masih rahasia dan bakal di-launching pada saat test drive resmi Agustus mendatang.

Enam mekanik berseragam abu-abu tampak mengelilingi mobil bercat dasar hijau muda. Mereka sibuk meng-install beberapa peralatan dan mesin dalam mobil. Sekilas bentuknya mirip Toyota Avanza, namun lebih kecil. Sebagai gambaran, Toyota Avanza memiliki dimensi panjang 4,120 mm, lebar 1,630 mm, dan tinggi 1,695 mm. Sedangkan mobil listrik kreasi Dasep memiliki dimensi panjang 3,450 mm, lebar 1,490 mm, dan tinggi 1,600 mm.

Dasep mengatakan, mobil listriknya memang didesain sebagai city car dengan empat tempat duduk (empat seat), sehingga bentuknya lebih kecil. Untuk dapur pacu, Dasep akan membenamkan mesin dengan kekuatan 50 horse power (HP) continue, atau setara dengan mesin berkapasitas 900 cc. "Dengan mesin itu, mobil ini bisa melaju hingga 100 atau 120 kilometer per jam," ujarnya bangga.

Rencananya, Dasep merilis tiga varian mobil listrik. Yakni, varian standar, grand, dan lux. Warna yang dipilih hitam dan putih, serta satu warna lagi dirahasiakan. "Mobil ini nanti tidak dijual mahal. Makanya, kami bikin tiga varian agar bisa menjangkau lebih banyak konsumen," katanya.

Dasep memperkirakan, bila mobil karyanya secara resmi diterima pemerintah, dirinya perlu waktu dua tahun lagi untuk menyiapkan produksi masal. Itu berarti pada 2014 mobil listrik tersebut sudah bisa dinikmati masyarakat.

Untuk mendukung obsesinya itu, Dasep menyiapkan dua pabrik di Depok dan Bogor. Selain itu, sekitar 300 perusahaan anggota Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMA) siap mendukung pengembangan mobil listrik itu. "Kebetulan, saya ketua GAMA," ujarnya.

Dasep optimistis, mobil listrik bisa sukses dikembangkan di Indonesia. Meski demikian, dia tetap membutuhkan support dari pemerintah, terutama dalam hal regulasi maupun insentif pajak. Sebab, masih ada beberapa komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri sehingga harus diimpor.

Karena itu, dia sangat gembira ketika Menteri BUMN Dahlan Iskan memberikan dukungan penuh atas proyek mobil listriknya. Bahkan, Dasep mendapat kesempatan mempresentasikan karyanya di hadapan Presiden SBY dan para menteri di Jogjakarta pekan lalu. "Pak Dahlan sendiri sudah dua kali berkunjung ke pabrik kami," katanya.

Menurut Dasep, jika proyek mobil listrik sukses, itu merupakan lompatan besar dalam sejarah industri otomotif Indonesia. "Mudah-mudahan mobil listrik ini benar-benar bisa menjadi mobil nasional. Apalagi, diproduksi di dalam negeri oleh putra-putri sendiri," tandas dia. (AHMAD BAIDHOWI). Sumber JPNN


Read more...

Garuda Kalahkan MAS, BatanTek Meng-Asia

Dahlan Iskan : Manufacturing Hope

Dua lagi perusahaan BUMN yang tahun ini melejit melampaui batas negara: PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Batan Teknologi (Persero).

Garuda, secara mengejutkan, saat ini sudah lebih besar dari Malaysia Airlines (MAS) dan Thai Airways, Thailand. Bahkan sudah lebih besar dari Air France! Value Garuda kini sudah mencapai Rp18 triliun. Sudah sekitar Rp1 triliun lebih besar dari MAS dan Thai.

Dengan demikian untuk Asia Tenggara kini Garuda tinggal kalah dari Singapore Airlines. Memang tidak ada alasan bagi Indonesia untuk serba kalah dari sesama negara ASEAN. Di antara 10 negara Asia Tenggara kekuatan ekonomi Indonesia sudah mencapai 51% sendiri. Baru yang 49% dibagi 9 negara lainnya. Di bawah direksi Garuda yang sekarang dengan Dirut Emirsyah Satar, prestasi itu akan terus bisa dipacu. Inilah direksi yang dari segi umur relatif masih muda-muda. Inilah direksi yang berada di puncak antusias dan gairahnya. Iklim seperti itu secara otomatis akan menjalar dan mewabah ke jajaran di bawah dan di bawahnya lagi.

Ekonomi Indonesia yang terus membaik memang bisa menjadi ladang yang subur bagi Garuda. Penambahan pesawat yang terus dilakukan, termasuk yang kelas 100 tempat duduk, akan membuat Garuda terbang kian tinggi. Langkah terbarunya untuk bisa dipercaya Kanada sebagai pusat perawatan pesawat Bombardier se Asia Pasifik, memberikan hope yang lebih besar lagi. Dengan demikian GMF AeroAsia, salah satu anak perusahaan Garuda, akan menjadi perusahaan kelas dunia juga. Ini karena pembuat mesin pesawat terkemuka di dunia lainnya, GE dari USA juga sudah mempercayakan perawatan mesin GE ke GMF AeroAsia. Seperti tidak kalah dengan prestasi Garuda dan enam BUMN kelas dunia lainnya (BRI, Bank Mandiri, Telkom, BNI, PGN, dan Semen Gresik) kini muncul si cabe rawit: PT Batan Teknologi.

Tahun ini di bawah Dirut baru Dr.Ir.Yudiutomo Imardjoko, BatanTek tidak hanya bisa bangkit dari kuburnya bahkan begitu bangkit langsung bisa berlari dengan kencangnya. Larinya pun ke mana-mana termasuk ke puluhan negara Asia. Padahal tahun 2010 lalu BatanTek sudah dicabut nyawanya. Ini gara-gara ada larangan internasional untuk melakukan pengayaan uranium tingkat tinggi. Ini dikhawatirkan bisa disalahgunakan menjadi senjata nuklir.

Sejak itu PT BatanTek berhenti memproduksi radioisotop. Tim BatanTek sudah berusaha mengubah proses pengayaan uranium menjadi tingkat rendah, tapi tidak mampu. Bahkan BatanTek sudah mendatangkan ahli dari USA untuk menularkan pengetahuan proses uranium tingkat rendah. Tapi juga gagal. Akibatnya rumah-rumah sakit yang selama ini menggunakan radioisotop dari BatanTek memilih membeli dari sumber lain. Semua pelanggan marah dan memutuskan hubungan. BatanTek praktis mati.

Untunglah Dr Yudiutomo datang dan menjadi dirut baru. Anak Maospati, Magetan, lulusan Fakultas Teknik Nuklir UGM ini memang bukan sembarang orang. Dia meraih gelar doktor di bidang nuklir di Iowa State University USA. Dr Yudiutomo mengajak ahli nuklir sealmamater di UGM, Dr.Ing Kusnanto untuk menjadi direktur produksi. Dr Kusnanto meraih gelar doktor nuklir dari Aachen, Jerman.

Karena PT BatanTek masih dalam keadaan sulit, sejak awal dua ahli nuklir ini memilih menghemat: menyewa satu rumah untuk dihuni berdua. Keluarga ditinggal di Yogya. Dua orang inilah yang tidak henti-hentinya berpikir bagaimana agar BatanTek bisa melakukan pengayaan uranium tingkat rendah. Siang malam dua ahli ini terus berdiskusi. Keputusan untuk tinggal satu rumah membuat diskusi mereka berlanjut setelah jam kantor sekalipun. Di rumah kontrakan itulah mereka bisa berdiskusi sampai jam 2 dini hari. Hasilnya luar biasa: mereka menemukan cara baru mengayakan uranium tingkat rendah. Bukan cara yang sudah dikenal di dunia sekarang ini, tapi cara baru yang untuk mudahnya saya beri saja nama "Formula YK" (Yudiutomo Kusnanto). Formula YK ini menggunakan prinsip electro plating. Menggantikan cara lama sistem foil target. Prinsipnya, sebelum dimasukkan reaktor nuklir uranium itu di-plating dengan rumus tertenu. Cara ini meski kelak diketahui oleh ahli lain pun akan sulit ditiru. Rumus angka-angkanya tidak akan diungkap.

Masalahnya: dari mana perusahaan dapat tambahan modal? Reaktor nuklirnya sih bisa tetap menggunakan reaktor milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang di Serpong itu, tapi banyak peralatan PT BatanTek yang harus diperbaharui atau diperbaiki. "Perlu berapa?" tanya saya saat rapat dengan dua ahli nuklir itu di Serpong. "Cukup besar pak, Rp 85 miliar," jawab Dr Yudiutomo. "Saya carikan!" Saya pun menghubungi Bank Rakyat Indonesia. Saya memang sangat kagum dan terharu melihat kejeniusan dua ahli ini. Saya bisa merasakan getaran semangatnya yang meluap. Dan saya juga melihat kilatan matanya yang menyiratkan keinginan untuk maju. Inilah ilmuwan yang memiliki kemampuan manajerial yang handal. Intelektual sekaligus entrepreneur!

Dengan penemuan baru Formula YK ini Indonesia berhasil menjadi satu-satunya negara di Asia yang mampu memproduksi radioisotop. Kini seluruh negara Asia datang ke BatanTek untuk membeli radioisotop! Radioisotop adalah bahan yang sangat penting untuk pemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Radioisotop adalah bahan yang tidak bisa dipisahkan dengan kedokteran nuklir. Dengan radioisotop organ-organ di dalam badan bisa dilihat secara berwarna dan tiga dimensi.

Ini sudah beda dengan radiologi yang hanya bisa hitam putih dan dua dimensi. Maka pemeriksaan melaui MRI, CT, gamma camera, serta operasi yang menggunakan pisau gamma mutlak memerlukan radioisotop. Jepang pun tidak memproduksinya sehingga pasar radioisotop kita amat besar. Apalagi Tiongkok. Waktu saya mendampingi Presiden SBY makan siang dengan Presiden Hu Jintao di Beijing yang lalu, saya pun promosi radioisotopnya BatanTek. Kebetulan saya berada di sebelah menteri perdagangan Tiongkok. Selama makan siang itu saya terus minta agar Tiongkok membeli radioisotop kita.

Dengan kemampuan Dr Yudiutomo dan timnya menembus pasar Jepang, Tiongkok, Malaysia, dan negara-negara Asia lainnya, maka masa depan PT Batan Teknologi amat cerah. Tahun ini omsetnya langsung bisa mencapai Rp 200 miliar. Tidak mustahil bakal bisa mencapai Rp 1 triliun dan kemudian Rp 3 triliun di kemudian hari.

Amerika dan Australia, meski mampu membuat radioisotop, mereka bukan pesaing kita. Umur radioisotop ini hanya 60 jam. Setelah itu daya radiasinya habis. Untuk kebutuhan Tiongkok 10 curie, misalnya, Tiongkok harus membeli 60 curie. Yang 50 curie hilang di jalan. Karena itu pengirimannya harus dengan pesawat. Harus dihitung waktu pengirimannya sejak dari Serpong ke bandara dan seterusnya. Saya tentu ingin dua ahli kita ini tidak berhenti di radioisotop. Keduanya juga optimis pengetahuannya akan sangat berguna untuk pertanian dan pengeboran minyak. Tapi biarlah BatanTek maju dulu. Jadi raja Asia dulu. Dua tahun lagi kita bicara nuklir untuk mengamankan pangan kita. Sumber Vivanews

Read more...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...