Halaman

ECCT Buatan Warsito Hambat Perkembangan Sel Kanker

PENEMUAN metode dan alat penghancur kanker tidak tiba-tiba. Karya gres ini diawali dari penelitian DR Warsito P Taruno sejak akhir 1999, saat masih menempuh karier di luar negeri. Tiba di Indonesia, 2003, riset ini kembali dilanjutkan.

Uji coba pertama dilakukan tujuh tahun kemudian, 2010. “Saat itu, kakak saya menderita kanker payudara stadium 4. Kemudian dilakukan terapi dengan alat ini,” kata DR Warsito, kepada Jurnal Nasional, Senin (5/12).

Tak dinyana, sang kakak sembuh dalam waktu sebulan. Saat dokter yang biasa memonitor pengobatan sang kakak, menyatakan tidak bisa menerima kenyataan pasiennya sudah sembuh. Tapi saat dipindai sebulan kemudian dan nyata-nyata sel kanker sudah hilang, sang dokter pun pasrah.

“Sejak itu, dari mulut ke mulut, teman-teman kakak yang menderita kanker payudara mencoba alat ini, dan sembuh,” kata Warsito. Tidak terasa, sudah 62 orang penderita kanker payudara sudah disembuhkan. Terakhir, penderita kanker otak pun sembuh total.

Pasien penderita kanker otak kecil (cerebellum) saat pertama datang dalam kondisi yang mengenaskan. Pasien tak bisa menggerakkan seluruh ototnya. Dia hanya bisa terbaring dan tak mampu bergerak, termasuk menelan makanan atau minuman.

Dengan alat bernama electro capacitive cancer threatment (ECCT), hanya beberapa hari pemakaian, pasien bisa tersenyum dan sepekan kemudian sudah bisa makan dan minum dari mulutnya. Sebulan pasien bisa menggerakkan anggota tubuhnya. “Dua bulan setelah pasien dinyatakan sembuh total,” katanya.

Pada prinsipnya, semua jenis kanker sudah diuji tim dari CTech Laboratory, yang dipimpin DR Warsito. “Hanya leukemia yang belum. Karakteristik, leukemia kanker dibawa mengalir oleh darah. Ini sedang dicarikan metoda penyembuhannya,” kata Warsito.

Pria kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, 44 tahun itu kini tengah melakukan uji klinis terhadap ECCT di India selama tiga bulan. Setelah lolos, berikutnya akan minta sertifikasi FDA.

Penulis: Koesworo Setiawan
Jurnas.com

Read more...

Metode Dini Deteksi Katarak di Adopsi Perusahaan Asing

Karya ilmuwan Indonesia terus menggoda investor luar negeri untuk membeli dan menjadikannya produk massal. Hal ini dipicu karena kualitas dan temuan ilmuwan Indonesia yang inovatif diberbagai bidang.

Kali ini, giliran hasil riset penelitian dari kampus Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, Retno Supriyanti. Temuan Retno membuat perusahaan papan atas Jepang berniat membeli hasil risetnya yaitu metode dini untuk deteksi katarak.

"Metode tersebut dengan menggunakan kamera digital. Metode ini sudah mendapatkan 2 hak paten yaitu dari Japan Patent dengan nomor 2008-035367 dan International Patent dengan nomor PCT/JP2009/52572," kata Kepala Humas Keluarga Alumni Unsoed, Alief Einstein kepada detikcom, Jumat, (11/11/2011).

Retno Supriyanti yang juga Dosen Teknik Elektro Fakultas Sains dan Teknik bergabung dengan tim peneliti dari Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Retno satu tim dengan peneliti Jepang yaitu Hitoshi Habe, Masatsugu Kidode, dan Satoru Nagata.

"Yang berminat dengan metode temuan Retno Supriyanti tidak hanya konglomerat dari Indonesia saja, tapi dari beberapa perusahaan Jepang dan China yang berniat membuat aplikasi metode tersebut. Sampai saat ini pihak institut masih melakukan negosiasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut," terang Alief.

Hasil riset tersebut yaitu memanfaatkan penggunaan specular reflection yang nampak di dalam pupil mata. Specular reflection adalah suatu pantulan cahaya yang terjadi pada suatu permukaan. Mengacu pada hukum snellius, cahaya yang menimpa permukaan specular akan tercermin pada sudut yang mencerminkan sudut datang cahaya, dalam hal ini sudut pandang menjadi sesuatu yang sangat penting.

"Metode kami mengacu pada proses terjadinya specular reflection itu sendiri, hanya saja permukaan yang digunakan disini adalah lensa mata," beber Retno dalam emailnya.

Cahaya menimpa permukaan depan lensa dan membuat suatu pantulan yang disebut dengan frontside reflection. Hanya saja, sesungguhnya cahaya juga menimpa permukaan dalam lensa. Untuk keadaan yang tidak serius, dimana tidak terdapat kekeruhan didalam lensa maka cahaya akan dipantulkan kembali yang disebut dengan backside reflection. Untuk keadaan yang serius, dimana terdapat banyak kekeruhan di dalam lensa mata, maka cahaya tidak dapat dipantulkan kembali.

"Selain dengan menggunakan metode specular reflection, kami juga menganalisa tekstur dari citra pupil tersebut. Dengan asumsi bahwa untuk kondisi serius, dimana terdapat banyak kekeruhan di lensa mata, maka akan membuat keseragaman tekstur (uniformity) menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kondisi tidak serius," beber Retno yang bergelar Dr.Eng.ST, MT.

Sedangkan dari sisi intensitas cahaya (average intensity), menggunakan asumsi bahwa intensitas cahaya untuk kondisi serius lebih besar daripada kondisi tidak serius. Hal ini disebabkan oleh adanya warna keputihan didalam lensa mata yang menyebabkan intensitas cahaya menjadi lebih besar.

"Penelitian ini mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan dengan keakuratan sekitar 90 persen," tuntas Retno yang menyabet gelar PhD dari kampus Nara Institute tersebut.

DetikNews

Read more...

Dr Nurul Taufiq Rochman, Peneliti Nano Bertaraf Internasional

Peneliti Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Nurul Taufiqu Rochman sedang "kebanjiran" pesanan dari kalangan industri untuk membuatkan kosmetik, pupuk, bahan polimer, suplemen makanan hingga ramuan herbal berteknologi nano. "Sekarang ini banyak permintaan nanoherbal dari kalangan industri, misalnya nanokopi dengan ramuan penambah stamina dari tanaman purwaceng dan pasak bumi," kata Dr Nurul Taufiqu Rochman di sela Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke-10 di Jakarta, yang digelar selama tiga hari mulai tanggal 8-10 November.

Bahan herbal yang diolah menjadi seukuran nano (10 pangkat minus sembilan) jauh lebih mudah terserap ke dalam tubuh sehingga efeknya lebih baik dibanding tanpa teknologi nano, ujar Nurul yang juga memamerkan produknya di salah satu gerai LIPI Expo yang digelar bersama KIPNAS. Peralatan pembuat bahan herbal seukuran nano ini, lanjut dia, merupakan pengembangan dari peralatan penghancur material yang ia temukan sebelumnya kemudian ditingkatkan kemampuannya dengan putaran mesin yang sangat tinggi serta tekanan dan suhu yang terkontrol.

Sebelumnya Nurul telah menciptakan sejumlah peralatan penghancur material menjadi seukuran nano dimana material yang dihancurkan antara lain mineral berupa Zinc Oksida (ZnO), Magnesium Oksida (MnO), Besi Oksida (Fe2O3), hingga Silikon Oksida (SiO2). "Mineral-mineral ini digunakan untuk sejumlah keperluan pasar, contohnya kosmetik (krim pelembab dan krim tabir surya -red) yang sudah diproduksi secara massal oleh suatu perusahaan kosmetik," ujarnya sambil menambahkan bahwa selama ini bahan nanoteknologi selalu diimpor.

Zinc Oksida nanonya, ujar Nurul, juga telah diuji di Fakultas Kedokteran Unair untuk membuat semen tambal gigi yang hasilnya memuaskan, demikian pula pupuk berbahan MgO nano sudah diuji penyerapannya di tanaman. Ada pula bahan polimer untuk peralatan dapur antibakteri yang masih diuji.



Lulusan S1, S2 maupun S3 dari Kagoshima University Jepang ini memang gigih mencoba-coba dan mencari-cari cara membuat peralatan penghancur materi ke bentuk nano yang mampu "menanokan" materi hanya dalam waktu singkat dan sesuai kebutuhan riset. "Kalau pakai alat penghancur dari luar negeri untuk membuat partikel nano seberat 500 gram butuh waktu hingga 500 jam, tapi dengan teknologi ini dalam waktu 18-20 jam sudah tercipta partikel nano, misalnya besi oksida 20 gram," katanya ketika diminta menjelaskan temuan sebelumnya.

Selain membuat alatnya, Nurul juga membuatkan materinya, antara lain material besi menjadi serbuk nano yang kemudian dibentuk menjadi nanowire (kawat nano), nanotube (pipa nano) dan nanorod (batang nano) yang berpotensi 300 kali kekuatan besi dan cukup banyak diperlukan di dunia industri. "Harga partikel yang sudah berbentuk nano ini berlipat-lipat dibanding material aslinya," tambah Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) itu.

Ia menjelaskan, nanoteknologi saat ini merupakan teknologi yang menjadi perhatian dunia dan terus diriset. Bentuk pipa partikel nano dari bismut mangaan misalnya biasa dipakai untuk "memory chip" dengan kapasitas selevel terrabyte. Selama ini, lanjut dia, jika memerlukan partikel nano untuk penelitian, lembaga riset di Indonesia harus ke luar negeri karena ketiadaan alat pemroses partikel nano. "Untuk membuat bentuk partikel nano yang fungsional kita harus mencoba berkali-kali, saya sendiri ketika mencari bentuk pipa, sampai 200 kali bereksperimen dengan alat ini," kata pemilik banyak paten di bidang nanoteknologi ini.

Pembuatan alat yang telah dimulainya sejak 2005 ini juga ditemukannya secara tidak sengaja setelah berkali-kali mencoba dengan modal sekitar Rp30 juta, ujar peneliti yang beberapa kali mendapat hibah Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) itu. "Saya punya alat yang besar hingga kecil. Saya sendiri kaget, alat saya yang sederhana ini saja sudah bisa membuat partikel nanowire, nanotube atau nanorod. Di negara maju alat pembuat partikel nano semacam ini berteknologi canggih dan harganya ratusan juta rupiah," katanya.

Alat penghancur materinya itu juga sudah dilirik lembaga riset negara-negara lain seperti Jepang, Malaysia, Singapura dan lainnya. Namun sayangnya ia belum berminat mematenkan lagi beberapa peralatan terbarunya itu. Nurul telah banyak memperoleh penghargaan antara lain sebagai Peneliti Muda Terbaik pada 2004 dari LIPI, Adhidarma Profesi Award (2005) dari Persatuan Insinyur Indonesia, The Best Idea and Innovation Award (2005) dari Majalah Swa dan penghargaan lainnya.

Antaranews

Read more...

Bio Farma dan Persaingan Vaksin Global

"Biar dahi berlumpur asal tanduk mengena". Pepatah ini cocok untuk menggambarkan apa dan bagaimana PT Bio Farma (Persero). Meskipun nama dan kiprahnya belum banyak diketahui masyarakat, manfaat dari produk-produknya telah menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia.

Bio Farma berdiri pada 6 Agustus 1890. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergolong sehat karena berkinerja baik tersebut berlokasi di Jalan Pasteur 28 Bandung Jawa Barat. Perusahaan ini merupakan satu-satunya produsen vaksin dan sera untuk manusia di Indonesia.

BUMN ini mempunyai misi menjadi produsen vaksin dan sera yang berdaya saing global. Saat ini berbagai sertifikasi bergengsi telah diraih perusahaan tersebut seperti Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001.

Pada 1997 perusahaan tersebut bahkan berhasil mendapatkan Prekualifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia bahwa pengakuan tersebut baru diberikan kepada 23 produsen vaksin di dunia, dan satu di antaranya adalah Bio Farma.

Dengan adanya berbagai sertifikasi dan pengakuan WHO itu produk Bio Farma kini relatif sukses dipasarkan di dalam dan di luar negeri. Saat ini lebih dari 100 negara telah menggunakan vaksin Bio Farma, meliputi beberapa negara di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan bahkan Eropa.

Produk-produk yang dihasilkan Bio Farma di antaranya vaksin virus (Polio, Campak, Hepatitis B rekombinan, dan seasonal flu), vaksin bakteri (TT, DT, DTP, BCG, Td), vaksin kombinasi (DTP-HB), antisera (ATS, ADS, ABU), dan produk diagnostika lainnya.


Vaksin dan Imunisasi

Vaksin itu sendiri merupakan zat yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh patogen, seperti virus, bakteri, atau parasit. Vaksin berperan "mengajarkan" tubuh mengenai bagaimana mempertahankan diri melawan patogen.

Tipe vaksin dapat dibedakan berdasarkan zat yang terkandung di dalamnya, yaitu berupa patogen yang dilemahkan (contoh: vaksin polio), patogen inaktif (vaksin flu), toksoid (vaksin tetanus), subunit/acellular (vaksin pertusis), konjugat (vaksin Haemophilus influenza tipe b), serta yang baru dikembangkan berupa vaksin DNA/RNA dan vaksin rekombinan.

Dengan pemberian vaksin (vaksinasi atau imunisasi), maka pada saat patogen menyerang, tubuh dapat mengingat dan membentuk respon imun yang lebih cepat dan lebih kuat dibanding tubuh dari individu yang tidak divaksinasi. Adanya efek "memori imun" ini diharapkan mampu mencegah penyakit infeksi akibat patogen berbahaya.

Pemberian vaksin sangat penting, bukan hanya untuk melindungi individu yang diimunisasi, melainkan juga untuk melindungi lingkungan sekitar, sebab jika sejumlah individu dalam suatu komunitas diimunisasi, maka kecil kemungkinan penyakit menyebar dari manusia ke manusia lain dalam komunitas tersebut.

Selain itu, kemungkinanan individu yang tidak diimunisasi terpapar oleh patogen juga rendah sehingga individu tersebut sukar untuk terinfeksi. Dengan kata lain, imunisasi dapat menjadi jalan untuk menghambat terjadinya penyebaran penyakit infeksi.

Dalam kaitan itu Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, M.P.H., DR. P.H. sangat mendukung program imunisasi sebagaimana tertuang dalam keputusannya nomor: 482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselarasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut secara jelas dinyatakan bahwa imunisasi merupakan cara efektif untuk menurunkan angka kematian anak yang merupakan salah satu tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs).

Sementara itu menurut sumber WHO/UNICEF dalam Coverage Estimates 1980-2007, 21 Agustus 2008, Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia dalam jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi, sehingga kemudian diprioritaskan untuk dilaksanakannya akselerasi dengan pencapaian target pemberian imunisasi dasar lengkap pada semua bayi (umur kurang dari satu tahun). Pemberian vaksin meliputi Hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan Campak.

Dalam upaya mendukung target tersebut pemerintah melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) secara berkesinambungan. Luasnya cakupan wilayah Indonesia dan angka kelahiran yang relatif tinggi per tahun menyebabkan mahalnya biaya imunisasi. Namun masalah tersebut teratasi dengan adanya pasokan dari produsen vaksin dalam negeri, yakni Bio Farma, sehingga vaksin bisa didapat dengan harga yang relatif murah dan cepat tersedia.


Tantangan Menghadang

Di sisi lain, meski Bio Farma telah menjadi produsen dan penyuplai vaksin yang berhasil, tidak mudah bagi perusahaan tersebut untuk bertahan di tengah persaingan industri kesehatan yang terus berkembang seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan munculnya penyakit-penyakit baru.

Tuntutan akan adanya vaksin-vaksin baru yang lebih bermutu, efektif, murah, mudah digunakan, halal, dan mampu melawan lebih banyak lagi patogen yang selama ini belum tertangani merupakan tantangan tersendiri bagi Bio Farma.

Dalam Seminar “Perkembangan Vaksin Masa Depan” yang diselenggarakan Bio Farma tahun 2009, pakar kesehatan Prof. dr. Amin Soebandrio, Sp.MK, Ph.D. menyatakan bahwa tantangan lain dalam pengembangan vaksin adalah dalam hal identifikasi antigen dan cara pemberian yang cocok, selain kendala peraturan serta masalah teknis dan pabrikasi dalam menetralisir kandidat vaksin ke aplikasi klinis serta aspek keberhasilan komersialnya.

Sementara itu Direktur Utama Bio Farma Drs. Iskandar, Apt, M.M. menekankan arti pentingnya riset vaksin. Selain memberikan tantangan yang sangat besar, riset vaksin juga membutuhkan kesungguhan, dan konsentrasi yang tinggi untuk kepentingan kesehatan.

Oleh karena itu, menurut Iskandar sebagaimana diungkapkan dalam tulisannya "Road Map Riset Menuju Era Bioekonomi 2030" yang dimuat BioMagz edisi pertama belum lama berselang, saat ini diperlukan adanya kerja sama antarlembaga dan institusi dalam riset vaksin, baik secara nasional maupun internasional.


Mampu Bersaing

Dalam kaitan dengan riset vaksin, pada 26-27 Juli 2011 lalu Bio Farma menyelenggarakan Simposium Nasional “Harmonisasi Riset Vaksin di Indonesia dalam Menyongsong Dekade Vaksin 2011-2020” di Jakarta. Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari akademisi, pemerintah dan kalangan industri. Tujuannya adalah terjalinnya sinergi antarpihak terkait dalam mewujudkan kemandirian riset vaksin nasional.

Dalam kesempatan itu juga ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara Bio Farma dengan Universitas Brawijaya, selain dengan Universitas Jenderal Achmad Yani, dan Universitas Indonesia, disaksikan oleh Wakil Menteri Pendidikan Prof. Dr. Fasli Jalal. Kerja sama itu diharapkan mampu memangkas secara signifikan waktu riset yang biasanya berlangsung antara 10 sampai 15 tahun.

Kualitas sumber daya manusia pun dibenahi oleh Bio Farma. Banyak karyawan diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi dengan mengikuti pendidikan formal setara S-2 dan S-3 serta berbagai kursus atau pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga ke depan diharapkan muncul para peneliti muda yang mumpuni dalam melakukan riset vaksin.

Di sisi lain Bio Farma berusaha mengurangi penggunaan vaksin dengan bahan baku asal hewan. Selain terkait isu halal bagi umat Muslim, vaksin dengan bahan baku asal hewan juga dikhawatirkan memungkinkan terjadinya transmisi penyakit ke manusia. Untuk itu Divisi Litbang Bio Farma sedang berusaha mengembangkan berbagai riset pembuatan vaksin dengan menggunakan bahan rekombinan yang berasal dari tumbuhan.

Pada tahun 2011 ini Bio Farma sendiri berusia 121 tahun. Produsen vaksin itu telah mampu bertahan selama lebih dari satu abad serta terbukti sanggup mengatasi banyak tantangan pada masa lalu. Maka, dengan semua potensi yang dimilikinya serta dukungan kerja sama dari berbagai pihak, perusahaan ini akan sanggup menaklukkan semua tantangan pada masa depan serta diyakini bisa menjadi salah satu pemain utama dalam industri vaksin global.

*Penulis, Staf Divisi Produksi Vaksin Virus PT Bio Farma (Persero)

ANTARA News

Read more...

Simbol Teknologi Tinggi Kembali Menggeliat Dan Bersinar Di Indonesia

Industri produk kedirgantaraan kebanggaan bangsa PT Dirgantara Indonesia (PT DI) saat ini sudah memasuki tahun ke 36, tepatnya tanggal 23 Agustus 1976 ketika masih bernama Nurtanio diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Langkah sejarah perusahaan strategis ini mengalami fase kebanggaan sekaligus keharuan, ketika titik kebanggaan mencapai kulminasi ditahun 1997 dengan memulai produksi pesawat komersial N250 turboprop berkapasitas 50-70 penumpang dan mengembangkan jet N2130 berkapasitas 100-130 penumpang.

Pada saat yang sama ”ultimatum” IMF pada krisis finansial tahun 1998 memaksa industri kedirgantaraan kita bertekuk lutut pada donatur berwajah kapitalis. Sekedar catatan pesawat penumpang N250 yang dijuluki Gatot Kaca terbang perdana 10 Agustus 1995 dan tanggal ini dijadikan sebagai Hari Teknologi Nasional.

Cerita pendirian Nurtanio diawali dengan kedatangan BJ Habibie bersama 17 insinyur dari Jerman dengan restu Dirut Pertamina dan panggilan pulang Presiden Soeharto tahun 1975 untuk bekerja di ATP (Advance Technology Pertamina). Sementara itu di Bandung sudah ada Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio. Atas restu Pak Harto Habibie diperkenankan membuat industri pesawat terbang berskala internasional, lalu ATP dan Lembagai Industri Penerbangan Nurtanio digabung dan diresmikan 23 Agustus 1976.

Dalam langkah perjalanannya Nurtanio kemudian berganti baju menjadi PT IPTN (Industri Pesawat terbang Nusantara) tahun 1986, kemudian ganti baju lagi menjadi PT DI (Dirgantara Indonesia) tahun 2000. Pada saat ganti baju yang terakhir itu perseroan ini sedang mengalami goncangan hebat sebagai akibat ultimatum IMF tadi, tidak ada kucuran dana segar dari Pemerintah, lalu tahun 2003 PT DI melakukan PHK masal kepada ribuan karyawannya. Tercatat waktu itu ada 16 ribu karyawan dikurangi menjadi hanya 4000 karyawan saja.

Tanggal 4 Oktober 2011 adalah penanda kebangkitan yang cukup signifikan bagi sebuah industri teknologi tinggi PT DI karena sahabat lamanya CASA Spanyol melalui bendera Airbus Military yang dimiliki European Aeronautic Defense and Space (EADS) melakukan ”pernikahan kembali” dengan memproduksi bersama pembuatan pesawat angkut militer NC 295. Pernikahan pertama adalah kerjasama produksi CN235. Kerjasama dengan Airbus Miltary ini akan memproduksi minimal 9 pesawat angkut militer berkapasitas 71 pasukan atau 49 peterjun payung, diproduksi secara paralel, 6 diantaranya dibuat di pabrik pesawat terbang milik Airbus Military di San Pablo Spanyol, 3 unit lagi diproduksi di Bandung. Sangat terbuka kemungkinan PT DI memproduksi lebih banyak NC295 untuk pasar Asia Pasifik.

Pesawat NC295 merupakan pengembangan dari CN235, punya kesanggupan membawa beban 9,2 ton sehingga masuk kategori medium military lift, badannya diperpanjang 3 meter sementara sayapnya tetap sama dan diperkuat dengan engine PW127G turboprop buatan Pratt &Withney, kekuatannya satu setengah kali CN235. Data Casa menunjukkan NC295 lebih irit bahan bakar dan perawatan dan sanggup terbang dengan daya jelajah 5.300 km dengan kapasitas bahan bakar 4,5 ton. Kemhan memesan 9 unit pesawat jenis ini untuk memperkuat skuadron angkut sedang dalam mobilitas rotasi pasukan dan penanggulangan bencana alam.

Pesanan Kemhan ini membuat PT DI menggeliat gairah setelah sebelumnya tanggal 26 Mei 2011 melalui program penyertaan modal negara (PMN) dengan persetujuan Komisi VI DPR, perusahaan ini digelontor dana konversi sebesar Rp 3,8 trilyun untuk memperbaiki posisi neraca keuangan. Rincian PMN itu adalah 1,42 T untuk konversi utang dan 2,38T untuk penyertaan modal sementara. Suntikan ini mampu menyegarkan wajah permodalan perseroan dari sebelumnya defisit 707 milyar rupiah menjadi plus 617 milyar.

Bulan Mei 2011 PT DI berhasil melakukan pengiriman pesawat produksinya CN235 jenis angkut militer VIP ke Senegal dengan nilai kontrak US$ 13 juta. Pesawat ini merupakan modifikasi dari CN 235 milik Merpati. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan mengubahnya menjadi tipe pesawat militer, menganti mesin untuk menambah daya angkut dan penambahan sistem auto pilot TCAS. Ini adalah ekspor pertama sejak tahun 2008 dimana selama itu PT DI tidak mampu melakukan ekspor pesawat produksinya meskipun yang diekspor itu pesawat second yang diperbaharui.

Setelah ekspor ke Senegal, PT DI juga kembali mengirimkan 2 CN235 tipe patroli maritim yang dipesan angkatan laut Korea Selatan. Korea Selatan memesan 4 unit CN 235 patroli maritim yang dilengkapi dengan alat pendeteksi kapal, migrasi ikan, polusi tumpahan minyak dengan nilai kontrak US$ 94 juta. Semuanya akan diselesaikan tahun ini. Khusus dengan Korsel, PT DI ke depan diprediksi akan mendapat tambahan order CN 235 atau NC295 dalam jumlah banyak sehubungan dengan adanya kerjasama pertahanan yang erat antara RI dan Korsel. RI banyak memesan alutsista dari Korsel antara lain 16 jet latih tempur T50 Golden Eagle, pengadaan 3 kapal selam kelas Changbogo, upgrade 2 kapal selam dan lain-lain. Selama ini negeri ginseng itu sudah mengunakan 15 unit pesawat CN 235 buatan PT DI untuk keperluan operasi militernya.

PT DI saat ini sedang disibukkan dengan penyelesaian berbagai order alutsista udara untuk TNI, yaitu pembuatan 3 pesawat CN235 patroli maritim untuk TNI AL dan penyelesaian helikopter NAS-332 Super Puma untuk TNI AU. TNI AU juga memesan 1 unit CN235 MPA untuk skuadron intainya. Tak ketinggalan TNI AD sebagai pelanggan tetap PT DI memesan 8 unit helikopter jenis Bell 412 EP tipe serbu dan 8 unit dari tipe angkut, kemudian helikopter jenis Fennec AS-550 sebanyak 8 unit. Masih banyak paket-paket alutsista yang diorder oleh TNI misalnya pembuatan SUT Torpedo tipe 364 MKO untuk kapal selam TNI AL dan paket simulator terjun payung untuk TNI AD. Dari semua rangkaian order itu diprediksi sampai tahun 2014 PT DI akan mendapat peluang revenue sebesar Rp 9,23 Trilyun, sebuah angka yang mampu memberikan nilai geliat gairah bagi industri kedirgantaraan dalam negeri.

Ini semua tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah bersama DPR dalam program pengadaan alutsista TNI yang menggelontorkan dana 100 Trilyun rupiah dengan opsi tambahan 50 trilyun selama periode 2010-2014, dengan mengggandeng industri strategis pertahanan dalam negeri. Selain PT DI, PAL dan Pindad juga mendapat order luar biasa dalam pengadaan alutsista TNI. PAL mendapat order pembuatan puluhan Kapal Cepat Rudal, Kapal Landing Ship Tank, Kapal LPD, integrasi sistem tempur KRI dan kerjasama pembuatan kapal selam dengan Korsel. Pindad mendapat pesanan ribuan senjata SS2, ribuan roket R-Han, ratusan Panser Anoa, kerjasama produksi Panser Canon Tarantula dengan Korsel dan Panser Fnss dengan Turki.

Untuk diketahui selama 36 tahun masa kehadirannya PT DI telah memproduksi lebih dari 300 pesawat terbang dan helikopter berbagai jenis seperti NC-212, CN235, NBO105, NBELL 412, NAS332. Juga mampu memproduksi 60 ribu unit roket dan 160 unit torpedo, 13 ribu unit komponen pesawat terbang F16, Boeing, Airbus. Sejalan dengan itu PT DI mampu melakukan penguasaan teknologi pabrikasi Casa, Boeing Company, Fokker dan Bell Helicopter termasuk product support, maintenance dan overhaul. Dalam quality assurance sudah diakui oleh General Dynamic dengan persyaratan US Military Specification MIL-1-45208A, Bae, Lockhead, Boeing Company, Daimler Benz Aerospace dan DGAC.

Geliat gairah PT DI sebagai simbol teknologi tinggi yang dimiliki republik ini merupakan momentum kebangkitan kembali industri kerdigantaraan kita. Apalagi saat ini sudah ada kerjasama pengembangan proyek jet tempur KFX/IFX bersama Korsel dimana Indonesia mendapat bagian 50 unit jet tempur generasi 4,5 dan PT DI akan menjadi produsen dan pemasar jet tempur dengan kualitas diatas F16 mulai tahun 2020. Simbol teknologi tinggi bangsa ini kembali bersinar terang memberikan nilai kebanggaan dan harapan pada generasi penerus bangsa.


Harian Suara Merdeka

Read more...

Vaksin Salmonella Buatan Mahasiswa Malang Usir Jantung Koroner

Mirza Zaka Pratama, Raih Penghargaan LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Alam

Salmonella typhimurium memang dapat menyebabkan salmonellosis, diare, demam hingga kram perut bahkan dapat mengakibatkan kematian. Namun bagi Mirza Zaka Pratama, bakteri yang berbahaya itu ternyata dapat dimanfaatkan sebagai vaksin untuk mencegah penyempitan pembuluh darah.

Berkat bakteri itu pula mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya tersebut menjadi pemenang kedua Pemilihan Penelitian Remaja Indonesia bidang Ilmu Pengetahuan Alam yang diadakan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) di Widya Graha, Jakarta, pada 4 Oktober 2011. Selain piala, Mirza juga memperoleh hadiah uang Rp 10 juta.

Lima bulan sebelum pengumuman tersebut, Mirza hanyalah seorang mahasiswa tingkat dua yang serba ingin tahu. Berlembar-lembar jurnal ilmiah dilahap sampai ia terhenti pada sebuah makalah mengenai bakteri Salmonella typhimurium yang mampu menghasilkan senyawa phosphorylcholine. Dari situ ide besarnya muncul.

“Senyawa pada bakteri memancing respon antibodi bernama antiphosphorylcholine yang mampu memberikan efek protektif terhadap penyempitan pembuluh darah,” ujarnya kepada Tempo.

Untuk membuktikan teori itu, selama dua bulan Mirza mendekam bersama puluhan tikus percobaan di Laboratorium Biomedik universitasnya. Laboratorium ini dikenal sebagai salah satu yang terlengkap dan tercanggih di Indonesia. Terbukti dengan lahirnya temuan berkaliber internasional seperti obat pencegah malaria hingga penawar rematik.

Mirza kerap harus merelakan waktu tidur malamnya untuk memberi makanan ekstra pada tikus-tikus itu. Pria kelahiran Malang yang berusia 20 tahun itu juga harus mengeluarkan biaya eksperimen sebesar Rp 6 juta dari kantungnya sendiri.

“Saya seperti punya peliharaan sendiri di laboratorium, mulai dari mengganti sekam, membersihkan kandang, memberi makan, sampai menyuntikkan vaksinnya,” kata Mirza. “Sampai akhir percobaan tak ada tikus yang mati.”

Eksperimen dimulai dengan menerapkan diet lemak tinggi pada 25 tikus percobaan. Asupan makanan ini membuat pembuluh darah koroner tikus menyempit. Peristiwa ini disebut sebagai atherosklerosis yaitu penyakit kronis pada pembuluh darah yang diakibatkan oleh penumpukan materi lemak pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Umumnya tikus-tikus tersebut mengalami penebalan pembuluh darah hingga 400 mikrometer.

Tikus yang telah mengidap penyakit jantung koroner itu dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terus dipasok diet lemak tinggi sehingga penyakit terus bercokol. Sementara kelompok kedua diberikan vaksin berbahan bakteri Salmonella typhimurium. Vaksinasi dilakukan selama empat kali setiap selang dua pekan selama 50 hari.

Pada hari terakhir eksperimen, Mirza membedah tubuh tikus. Bisa ditebak, penebalan pembuluh darah pada kelompok tikus yang terus diberi asupan makanan berlemak tinggi tak mengalami menurunan. Hasil signifikan justru terjadi pada kelompok kedua yang memperoleh vaksinasi. Antibodi yang dipancing vaksin Salmonella typhimurium terbukti mampu meluruhkan lemak yang menumpuk di pembuluh darah.

"Ketebalan dinding pembuluh darah turun menjadi 40 mikrometer, sama dengan kondisi normal. Tikus-tikus ini sembuh total," ujar Mirza.

Vaksin itu juga aman, tanpa menyebabkan efek samping. Buktinya, tak satupun tikus terserang demam maupun alergi selama pengobatan.

Mirza memiliki penjelasan tersendiri kenapa vaksin temuannya begitu mangkus. Pada vaksinasi konvensional, antibodi diberikan langsung ke dalam tubuh sehingga proses penyembuhan berasal dari senyawa asing dari luar tubuh. Vaksin Salmonella sendiri bersifat sebagai pemicu agar tubuh menghasilkan antibodi pemusnah lemak. Stimulasi ini membuat tubuh bekerja aktif yang nantinya menghancurkan tumpukan lemak di dinding pembuluh jantung.

Melihat potensi pengobatan ini, Mirza yakin vaksin juga bisa diterapkan untuk mengobati jantung koroner. Namun sebelum masuk ke tahap komersil, ia harus melakukan penelitian lebih jauh mengenai efek samping vaksin pada manusia.

Keampuhan vaksin ini menyembuhkan penyakit jantung koroner pada tikus mendapat pujian dari tim juri penguji pada Lomba Karya Ilmiah Remaja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Tim juri berharap hasil penelitian Mirza dapat dicobakan kepada manusia agar kemudian bisa diproduksi massal oleh perusahan obat.

Mirza mengatakan, penggunaan vaksin sebagai pencegah penyakit jantung koroner merupakan hal baru dalam dunia kedokteran. Bahkan, penelitian vaksin ini umumnya masih berada pada tahap pengujian pada binatang percobaan.

Salah satu teknik pengobatan yang sedang diteliti adalah pemberian antigen phosphorylcholine secara langsung. Teknik ini membutuhkan antigen murni yang membutuhkan banyak pemrosesan. Hal ini otomatis mendongkrak biaya produksi, harga vaksin menjadi sangat mahal.

Teknik yang ia kembangkan ini relatif lebih murah karena hanya memanfaatkan bakteri yang secara alami membangkitkan antigen phosphorylcholine. Bakteri ini bisa dikembangbiakkan sendiri. "Lagipula bakteri Salmonella ini banyak terdapat di Indonesia," tambahnya.


Tahapan eksperimen

1. Tikus percobaan diberikan diet tinggi lemak agar mengidap penyakit jantung koroner.

2. Tikus dipisahkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol dan kelompok kedua yang diberikan vaksin dari bakteri Salmonella typhimurium.

3. Tikus kelompok kedua disuntikkan vaksin S. typhimurium bercampur adjuvan CFA-IFA (senyawa untuk meningkatkan respon kekebalan vaksin) setiap 2 minggu sebanyak empat kali selama 50 hari.

4. Hari ke-50, seluruh tikus dibedah untuk diukur ketebalan pembuluh darahnya.

5. Tikus kontrol mengalami penebalan dinding aorta 234 mikrometer sementara ketebalan pembuluh darah tikus dengan vaksin 72 mikrometer. Ketebalan pembuluh darah tikus normal adalah 52 mikrometer.

BOKS : Berbahaya di Perut, Menggempur Lemak di Jantung

Salmonella typhimurium hanyalah satu dari dua ribu spesies Salmonella yang terdapat di dunia. Spesies S. typhimurium adalah kerabat dekat bakteri penyebab demam tifus, S. typhosa, namun tak terlalu berbahaya ketimbang bakteri penyebab penyakit tipus itu. Penyebaran mikroba terjadi melalui feses manusia atau binatang.

Bakteri ini dapat hidup di daerah beroksigen maupun tanpa oksigen. Fleksibilitasnya membuat bakteri tersebut lebih mudah berkembang biak. "Bakteri S. typhimurium mudah diperoleh," ujar Mirza.

Di usus, bakteri ini memang berbahaya karena dapat menyebabkan diare hingga kram perut, namun di jantung bakteri ini dapat membersihkan pembluluh darah dari gumpalan lemak.

Penemuan ini diharapkan dapat membantu upaya peneliti di seluruh dunia mencari penawar bagi penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung alias jantung koroner. Data dari Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 2007 menunjukkan di Amerika Serikat terjadi 616 ribu kasus kematian akibat serangan jantung.

Penyakit ini dianggap sebagai pembunuh nomor satu di dunia dibanding kanker atau stroke. Sebagian besar penyakit jantung disebabkan penyempitan pembuluh darah.

Penumpukan lemak di dinding pembuluh membuat darah sulit mengalir. Jika penyempitan sedemikian hebat, gumpalan darah bisa terjepit di antara pembuluh, menghentikan aliran darah. Akibatnya sangat fatal, bagian tertentu pada jantung tak mendapat asupan darah segar lalu menjadi mati. Ketika hal ini terjadi, penderita bisa mengalami kegagalan jantung dan kematian mendadak.

Beberapa teknik mengatasi penyempitan pembuluh jantung telah dilakukan. Salah satunya dalah dengan menyisipkan tabung pada pembuluh yang menyempit sehingga darah kembali lancar. Teknik lainnya adalah dengan menyuntikkan vaksin berisi antibodi ke dalam tubuh. Antibodi membuat tumpukan lemak tergerus dan darah bisa mengalir lebih lancar.

TempoInteraktif - Anton William

Read more...

Tunas Terafulk I , Idealisme anak bangsa

Kaharuddin Djenod Wujudkan Mimpi Bangun Kapal

Masa kanak-kanaknya dipenuhi impian membuat kapal, hobinya pun membuat kapal-kapalan, kini setelah usianya separuh baya ia benar-benar membuat kapal yang mengarungi lautan, persis seperti mimpinya di masa lalu.

Meski baru satu kapal yang ia bangun sendiri bersama teman-temannya dengan nama Tunas Terafulk I dan telah diluncurkan di Galangan Kapal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pada 21 Desember 2010, namun ia telah mendesain tidak kurang 350 kapal milik perusahaan Jepang.

Sebanyak 350 desain kapal itu ia hasilkan sejak 2005 hingga 2011 atau rata-rata sebanyak 70 proyek per tahun dari mulai jenis Oil Tanker, Chemical Tanker, LPG Tanker, Pure Car Carrier, Container vessel, dan berbagai jenis kapal lainnya yang semuanya dibangun di Jepang.

Ia adalah Dr Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang, M.Eng, laki-laki kelahiran Surabaya, 14 Maret 1971 yang mendapatkan gelar doktornya di Hiroshima University, Jepang di bidang arsitektur perkapalan (Naval Architecture) dan sempat meraih Mahasiswa Terbaik Studi Perkapalan se-Jepang tahun 1997.

Di saat kuliah S3-nya itu ia berhasil membuat sistem optimasi desain kapal untuk kapal kontainer, yang diperlukan untuk mencapai efisiensi dalam proses pembangunan kapal. Disertasi doktornya pun bertema "Hull Optimization of Tanker and Bulk Carrier with Combined method of Neural Network and Genetic Algorithm."

Putra Sulawesi Selatan yang sempat kuliah di Arsitektur Universitas Hasanuddin dan Teknik Penerbangan ITB namun kemudian mendapat beasiswa dari BJ Habibie ke Universitas Nagasaki, Jepang ini pun segera mematenkan temuannya itu.

Perusahaan galangan kapal Jepang penghasil Chemical-Tanker terbesar di dunia, Shinkurushima Dockyard, tertarik untuk mengadopsi sistem milik Kaharuddin, kemudian ia pun direkrut.

Demikian pula Mitsubishi Heavy Industry, perusahaan galangan kapal terbesar nomor dua di dunia dan tertua di Jepang tertarik juga mempekerjakannya.

Sistem optimasi desain kapal Kaharuddin terbukti menjadi penopang operasional industri perkapalan Jepang tersebut, terutama dalam bisnis perkapalan yang membutuhkan efisiensi dan efektifitas dari sisi desain.

Pulang Kampung
Rasa nasionalismenya kemudian mengingatkannya untuk pulang, Di kampung halamannya ini ia pun merintis perusahaan desain kapal pertama di Indonesia pada 2005, yang diberi nama PT. Terafulk Megantara Design (TMD) dengan modal gajinya selama di Jepang.

Ia lalu merekrut orang-orang muda di bidang desain kapal dan mengerjakan proyek-proyek desain perkapalan Jepang, Shin-kurushima Dockyard dan Mitsubishi Heavy Industry yang merupakan 97 persen dari total proyek TMD dari 2005 hingga sekarang atau totalnya sekitar 90 proyek.

Menurut Kahar, hal ini menjadi fenomenal karena Industri Jepang dikenal sangat tertutup dalam hal desain dan rancang bangun industri yang merupakan hulu proses industri mereka secara keseluruhan.

"Ini juga memberi pembuktian bahwa kemampuan putra bangsa Indonesia telah diakui oleh dunia," kata Kahar yang telah mengembangkan TMD menjadi lima perusahaan lainnya.

Saat ini TMD mempekerjakan 50 orang engineer muda yang secara berkala per tiga bulan dikirim ke Jepang untuk mempelajari ilmu desain perkapalan, sedang dari galangan kapal jepang juga mengirim beberapa tenaga ahli setiap bulannya untuk proses "knowledge transfer".

Setelah empat tahun mengerjakan proyek-proyek desain kapal milik perusahaan Jepang, Kahar mulai berpikir untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang telah dipendamnya sejak kecil, yakni membuat kapal sendiri.

Ia tahu, membangun sebuah kapal tidaklah murah, sedikitnya membutuhkan beberapa puluh miliar rupiah untuk bahan bakunya serta mesinnya yang masih harus diimpor dari Amerika, termasuk proses produksinya.

Dengan modal yang dikumpulkannya bersama kawan-kawannya, ia mulai memfokuskan diri pada manufaktur kapal.

Pada 21 Desember 2010 di Bangkalan, diluncurkanlah kapal perdananya yang ia desain sendiri bersama TMD dan dibangun sendiri di galangan kapal dalam negeri, dengan disaksikan Wakil Gubernur Jatim Saefullah Yusuf serta Panglima Armada Maritim Laksamana Muda TNI Ignatius Dadiek.

Dengan modal seadanya kapal dengan nama Tunas Terafulk I ini memang tidak besar, panjangnya sekitar 30 meter dengan bodi kapal terbuat dari aluminium dan kapasitas penumpang sekitar 70 kursi.

Kahar mengatakan, pihaknya saat ini juga sedang dalam proses melanjutkan pembangunan kapal berikutnya Tunas Terafulk II, yang jenisnya sama, yakni kapal penunjang produksi migas kelas Crewboat dengan kapasitas 70 Pax dan ukuran panjang 30 meter yang dikerjakan di galangan di Madura.

Kedua kapal ini merupakan kapal pertama di Indonesia untuk kelasnya yang keseluruhan proses pembuatannya yakni desain hingga produksinya dikerjakan oleh bangsa Indonesia.

Selain itu, ayah empat anak ini juga akan memulai pembangunan beberapa jenis kapal lainnya di tahun 2011 ini.

Memutar Roda
Industri perkapalan, menurut dia, adalah industri berat yang memiliki banyak keterkaitan dengan industri lainnya sehingga pengembangan industri perkapalan akan memutar roda industri di banyak sektor manufaktur lainnya.

"Jika kita melihat apa yang dicapai Korea dengan Hyundai Heavy Industry, begitu pula

di Jepang dengan Mitsubishi Heavy Industry, perusahaan industri berat di bidang perkapalan inilah yang menjadi pilar penyokong industri secara keseluruhan di negara-negara itu," katanya.

Khususnya karena industri derivatif (turunan) dari industri perkapalan memiliki spektrum yang sangat luas, mencakup industri metalurgi, permesinan, elektrikal hingga teknologi pendukung dari sisi teknologi informasi, urainya.

Kahar turut hadir menjadi pembicara pada penutupan Gebyar Inovasi Pemuda Indonesia (GIPI) yang diselenggarakan di IPB, pada 30 Januari 2011 dan dihadiri sekitar 2.000 mahasiswa dari puluhan universitas dan Menristek Suharna Surapranata, dengan judul materi "Teknoprener: Keyakinan dan Kesabaran?.

Ia juga mengingatkan, perkembangan Industri perkapalan ke depan sudah seharusnya bisa memanfaatkan momentum Inpres no. 5 tahun 2005, yang telah mengamanatkan agar perairan Indonesia hanya bisa dilewati oleh armada Nasional.

"Hal ini jika dilaksanakan secara konsekuen, akan menjadi fondasi yang baik bagi pertumbuhan industri perkapalan secara menyeluruh, apa lagi Indonesia adalah negara maritim," katanya.

Ia juga mengingatkan, bahwa industri perkapalan Indonesia, seperti halnya dengan Industri perkapalan di negara-negara maju tetap membutuhkan campur tangan pemerintah dalam mendukung pertumbuhannya.

"Kebijakan pajak yang memberatkan, administrasi yang berbelit-belit di berbagai instansi terkait, menjadi titipan catatan dari kami bagi pemerintah untuk perbaikan industri perkapalan di masa yang akan datang," katanya.

Sedangkan kepada generasi muda ia berharap hadirnya kesadaran secara nasional akan potensi bangsa untuk maju dan berkiprah secara global.

"Jika kesadaran ini tidak dimiliki maka pola ekonomi kita yang hanya menjadi bangsa konsumen dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan asing akan terus berlanjut," serunya.

Raih "Habibie Award"
Karena Pengabdiannya pakar arsitektur perkapalan ini meraih penghargaan "Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award" (BJHTA) 2011 karena prestasinya membangun perusahaan desain perkapalan pertama di Indonesia.

"Terafulk Megantara Design yang didirikannya ini merupakan tonggak sejarah bagi industri perkapalan di Indonesia," kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan A Iskandar di Jakarta, Selasa.

Selain menjadi perusahaan desain perkapalan pertama di Indonesia, untuk pertama kalinya dalam sejarah industri Jepang mau mengalihkan pekerjaan divisi desainnya yang selama ini merupakan hulu dari keseluruhan rangkaian proses pendirian kapal kepada perusahaan desain kapal di Indonesia yang baru berdiri pada 2006, ujarnya.


ANTARA News - Aditia Maruli

Read more...

Astra dan Kejayaan Prinsipal Jepang

Astra dan Technological Capability

PT Astra International Tbk (Astra) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, di samping memiliki usaha di berbagai industri lainnya seperti industri alat berat, perkebunan, jasa keuangan, dan sebagainya. Kekuatan Astra sebagai distributor dari berbagai merek yaitu Toyota, Daihatsu, Isuzu, Peugeot, Nissan Diesel dan BMW cukup kuat, tercermin dari perolehan pangsa pasar yang berhasil diraih yaitu sekitar 51,59% (1997), 32,33% (1998), 48,47% (1999), 47,07% (2000), 43,65% (2001), 41,24% (2002) dan 42,23% (2003).

Keberhasilan Astra di bidang penjualan tidaklah identik dengan keberhasilan di bidang alih teknologi dan hal ini sering menjadi polemik yang berkepanjangan, terutama ketika munculnya Timor (yang dikenal sebagai mobnas) dan Perkasa (mobil truk produksi Texmaco).

Untuk mempertajam pembahasan, kita akan fokus ke Toyota sebagai perwakilan Astra dalam menjawab apakah transfer teknologi tersebut sudah dilakukan. Hal ini kami lakukan mengingat besarnya pangsa pasar yang sudah diraih oleh Toyota dan juga nama besar Toyota sebagai pemain dunia.

Latar Belakang dan Sejarah

Perkembangan industri otomotif di Indonesia cenderung bertumbuh, ditandai dengan pergerakan jumlah volume penjualan yang terjual yaitu bergerak dari 72 ribu unit dari tahun 1996 sampai mencapai puncaknya di tahun 1997 sebesar 387 ribu unit, akan tetapi dengan adanya krisis ekonomi di tahun 1997, penjualan unit mobil turun secara drastis dan menyentuh angka hanya sebesar 58 ribu unit. Namun pemulihan kembali terlihat di tahun 2000, dimana penjualan mobil sudah kembali mencapai angka 300 ribu unit.

Perkiraan besarnya pasar untuk tahun-tahun ke depan, diharapkan bisa mencapai angka 400 ribu unit. Membesarnya pasar, belum tentu diikuti oleh besarnya pangsa pasar yang dapat diraih oleh setiap pemegang merek, karena kue tersebut harus dibagi ke beberapa puluh pemain, antara tahun 1971-1978 ada 35 merek, tahun 1979-1988 ada sekitar 27 merek, tahun 1989-1992 ada 23 merek, tahun 1993-1998 dengan masuknya Timor sehingga menjadi 24 merek, dan terakhir di tahun 1999 sampai sekarang kurang lebih 31 merek.

Belum lagi jika dikupas, ada beberapa tipe mobil yang ada, yaitu kelas commercial dan non commercial, jadi ada sekitar puluhan tipe mobil yang beredar di Indonesia. Secara nasional diperhitungkan ada kapasitas produksi terpasang sebesar 750 ribu unit/tahun, akan tetapi yang baru digunakan sekitar 400 ribu unit/tahun dan produksi aktual baru mencapai 300 ribu unit/tahun. Gambaran ini menunjukkan bahwa industri otomotif di Indonesia dijalankan dengan kapasitas yang masih rendah. Sebagai gambaran, bahwa penjualan Toyota di Amerika saja sudah mencapai 1,9 juta unit/tahun. Data-data menunjukkan bahwa pasar di Indonesia belumlah cukup besar untuk menampung sedemikian banyaknya pemain di Indonesia.

Pemerintah dalam konteks Sistem Inovasi Nasional pada dasarnya sudah memberikan banyak insentif untuk memajukan industri otomotif ini, akan tetapi belum fokus melihat rantai industri pendukung lainnya yang diperlukan untuk memajukan industri otomotif. Pada tahun 1974, pemerintah menganjurkan untuk impor kendaraan bermotor (KBM) harus dalam keadaan Component Knock Down (CKD), sehingga memungkinkan hidupnya perusahaan perakitan dan memberikan lapangan pekerjaan di Indonesia. Peraturan ini sedikit banyak membantu proses belajar teknologi di Indonesia. Setelah itu meningkat, yaitu di tahun 1976, adanya keharusan menggunakan komponen buatan lokal. Sejalan dengan kebijakan ini, mulailah tumbuh industri komponen. Pemerintah mulai lebih berani dengan mengeluarkan peraturan yang mengharuskan adanya proses machining untuk komponen utama seperti: mesin, transmisi dan axle serta manufacturing untuk body di tahun 1986. Dilanjutkan dengan memberikan pola insentif terhadap pencapaian penggunaan komponen lokal, meskipun masih dipercayakan untuk melakukan self assessment. Dukungan ini dipertajam dengan adanya larangan untuk melakukan impor mobil-mobil CBU.

Toyota Astra Motor yang memproduksi kijang, yang hampir memiliki pangsa pasar 65% di segmennya cukup berambisi menekuni kebijaksanaan pemerintah dengan harapan akan memperoleh insentif yang lebih besar. Selanjutnya dapat menjual kijang dengan lebih murah karena dapat mencapai persyaratan pencapaian komponen lokal 60%. Kemauan ini dinyatakan dengan membangun Sunter Plant II di area seluas 64.000 m2 dengan bangunan sebesar 30.000m2 untuk Stamping Plant, lalu di lokasi yang sama dengan luas tanah sebesar 65.000 m2 dan bangunan sebesar 19.000 m2, pada tahun 1982 dibangun Casting Plant. Dimana sejak tahun 1973, TAM sudah memiliki Assembly Shop di areal sebesar 98.000 m2 dan bangunan sebesar 76.000 m2 di Sunter II, guna memproduksi semua mobil Kijang, sementara itu ada rencana membangun pabrik di Karawang untuk semua mobil sedan.

Pembangunan pabrik di Karawang sebagai suatu one stop fabric, karena sebagian besar proses produksinya sudah berada di satu lokasi, mulai dari Stamping Plant (6.000 m2), Welding Shop ( 20.000 m2), Painting Shop (13.200 m2), Assembly Shop ( 24.000 m2), Painting Part Shop ( 8.000 m2) dan Kantor (7,000 m2). Ambisi untuk menjadi mobil nasional ternyata pupus, setelah Pemerintah mengeluarkan Program Mobnas untuk Timor di tahun 1996. Kelanjutan untuk membangun Transmisi Plant pun ditunda. Meskipun tahun 1998, program Mobnas dicabut, akan tetapi Astra International maupun perusahaan lain di Indonesia mengalami krisis keuangan. Jadi, jangankan untuk membangun rantaian pabrikasi lanjutan, untuk mempertahankan hidupnya pun Astra sebagai pemegang saham sebesar 51% di TAM harus melakukan Debt Reschedulling, dimana salah satu persyaratannya adalah diharuskan menjual beberapa anak perusahaannya guna melunasi hutang yang tiba-tiba menggelembung 4-5 kali akibat perubahan kurs Rupiah-Dollar. Persoalan internal belum selesai, disusul lagi dengan aturan main yang diciptakan oleh negara-negara besar dalam konteks globalisasinya, dimana WTO meminta untuk dicabutnya pola insentif, adanya liberalisasi, dibukanya impor CBU dan diturunkan pajak/bea masuk. Peraturan ini memaksa pemain lokal seperti Astra harus keluar dari selimut proteksi Pemerintah dan dimulailah arena permainan baru.

Awal tahun 2003, Astra harus rela melepas divisi manufacturing Toyotanya ke TMC (Toyota Motor Corp.) dengan harga 256 juta dolar, dan dibentuklah Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dimana Astra hanya memiliki saham sebesar 5% sedang 95% dimiliki oleh TMC. Kepemilikan TAM, yang hanya sebagai distributor company tetap tidak berubah yaitu 51% Astra dan 49% TMC. Apakah dengan perubahan kepemilikan ini akan terjadi transfer teknologi yang lebih cepat di TMMIN, mengingat besarnya kepemilikan TMC di perusahaan tersebut? Hal ini dapat dilihat di kemudian hari dan harus ada keberanian pemerintah untuk menyatakan sasarannya dalam bidang teknologi ini.

Sebelum menjawab hal tersebut, berikut ini adalah uraian apa yang telah dan sebenarnya dikerjakan di TAM (manufacturing,) dan bagaimana pandangan atau policy TMC sendiri dalam menjadi pemain di arena international, sehingga kita dapat menjawab apakah transfer teknologi ini sudah terjadi atau belum.

Toyota Management System

Dalam menjalankan perusahaan raksasanya, Toyota menggunakan Toyota Management System yang pada dasarnya mengkaitkan beberapa fungsi-fungsi yang dominan yang ada dalam perusahaannya (Toyota Management System, Yasuhiro Monden). System yang terpadu ini bertujuan tidak lebih adalah ingin mencapai effectiveness, karena dengan mencapai effectiveness ini berarti perusahaan akan mampu bereaksi terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan mencapai tujuannya dengan efisien dan bebas dari pemborosan atau kesia-siaan.

Tujuh fungsi yang penting ini adalah :

1. Production Management
2. R & D Management
3. Sales Management
4. Financial Management
5. Cost Planning
6. Organizational Management
7. Planning of International Production Strategy

TMC hanya menekankan pada fungsi financial management guna mencapai keseimbangan antara perolehan modal dan penggunaan modal tersebut. Jadi tidak hanya mengejar besarnya portofolio produk yang akan diproduksi, akan tetapi juga membaca kemungkinan kembalinya dengan profit tertentu. Untuk memproduksi satu model saja sudah harus menginvestasi sebesar 365 juta dolar. Untuk itu dari awal perencanaan, team Finance atau Accounting sudah ikut berdiskusi untuk merealisasikan produksi suatu produk baru yang ber-profit dengan melakukan Target Costing System, diikuti setelah berproduksi pun mereka terus melakukan perbaikan di bidang pembiayaan dengan ber-"Kaizen Costing System".

Organisasi Toyota dijalankan dengan sistem sentralisasi, untuk itu mereka sangat memperhatikan masalah Cooperation dan Coordinating dalam mengimplementasikan Quality Control, sehingga Cross Function Meeting merupakan keharusan bagi company ini, begitu juga untuk anak-anak perusahaannya. Organisasinya juga terkenal sebagai "Flat Organization, karena penerapan "just in time dalam segala lini. Selain itu, perusahaan juga sangat memperhatikan Sales Management, mengingat besarnya produksi sangat tergantung pada berapa besar produknya dapat diserap oleh masyarakat pembeli. Tidak heran kalau mereka sangat memperhatikan jumlah sales outlet dan kemampuan tenaga penjualan.

Di dalam mengembangkan produk baru, proses yang biasa terjadi memerlukan waktu kurang lebih 43 bulan, yaitu meliputi proses market surveys, new product planning, exterior and interior design, body and main parts design, prototype fabrication and testing, dan line setup. Untuk setiap tipe model, TMC menentukan satu orang Chief Engineer yang bertanggung jawab untuk keseluruhan proses dalam perencanaan sampai komersialisasi produk baru tersebut. Bagaimana informasi dari end user ke dealer dan sampai ke tangan pabrikan dan bagaimana mengelola para supplier? TMC mengembangkan apa yang dinamakan Production Management System, yang terdiri dari Strategic Information System (SIS), yang menyediakan network yang dapat menyalurkan semua informasi tentang sales (penjualan). Dan untuk memproses data-data tersebut, TMC mengembangkan Computer Integrated Manufacturing (CIM), sedangkan untuk menggerakkan pabrik agar dapat berjalan dikembangkan Kaizen System dan dalam production system dilanjuti dengan Just in Time.

Selain itu ada beberapa permasalahan atau isu yang dihadapi oleh TMC dalam percaturan global, antara lain :

1. Akuisisi perusahaan asing
2. Pembentukan joint venture dengan perusahaan asing
3. Produksi berdasarkan kontrak
4. Transfer teknologi
5. Produksi Original Equipment Manufacturer (OEM)
6. Ekspansi independen

Strategi akuisisi adalah perusahaan otomotif asing (perusahaan pembuat kendaraan bermotor) yang membeli perusahaan otomotif lokal secara keseluruhan dan menjalankan produksi dan pengadaan barang dengan menggunakan fasilitas perusahaan yang tersedia. Contoh Lotus British Automobile Company diakuisisi oleh General Motors (USA), Maserati (Italia) diakuisisi oleh Chrysler dan lain-lain. Masalah ini merupakan ancaman bagi TMC dalam mengembangkan posisinya untuk merebut pasar, karena untuk membangun satu company baru memakan waktu yang cukup banyak, sementara pesaing banyak menggunakan strategi ini. TMC ataupun perusahaan Jepang lainnya lebih suka melakukan joint venture dibandingkan menggunakan pola yang pertama. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6.13 dan 6.14.

Di samping joint venture,, TMC banyak melakukan perjanjian kerja sama/kontrak dengan Volswagen untuk memproduksi Toyota kelas mini, seperti pick up di Jerman Barat untuk pasaran Eropa. Keberatan TMC dalam menjalankan strategi ini adalah kekhawatiran mereka akan ketersediaan teknologi di mitra lokal, sementara produk yang dihasilkan akan dijual melalui jaringan distribusinya Toyota, akan tetapi cara-cara ini dilakukan untuk mengurangi resiko modal.

Perjanjian transfer teknologi telah banyak dilakukan oleh TMC untuk negara-negara seperti Korea Selatan dan Taiwan, begitu juga untuk perusahaan-perusahaan kecil di Eropa dan Amerika Utara, dengan syarat adanya kesiapan dalam alih teknologi di mitra lokalnya, begitu juga dengan dananya. Ada juga pola yang lain, seperti melakukan Direct Production Expansion.

Tabel 6.14. Major Examples of Direct Production Expansion by Japanese Automakers in Europe and North America

Toyota kebanyakan memilih pola gambar di bawah ini, yaitu Contracted Production, Technology Transfer, dan Receive Finished Vehicles.

Ada beberapa pola yang digunakan oleh pesaing Toyota seperti Mazda, Daihatsu, Mitsubishi, Isuzu dan Suzuki dalam memainkan peranannya di market international, dapat dilihat dari Gambar 6.2.

Sementara itu Toyota lebih menyukai pola seperti Gambar 6.3.

Beberapa problem yang cukup mendapat perhatian dari Toyota dalam memantapkan fasilitas produksi di luar negeri: antara lain adalah masalah komponen lokal. Masalah komponen lokal ini merupakan permasalahan yang peka antarnegara, semakin membesarnya mobil yang dijual di suatu pasar, makin besar komponen yang dipakai atau digunakan. Toyota sendiri berkepentingan untuk menyebarkan ketergantungan komponen-komponen ini baik secara kapital maupun resiko kegagalan. Akan tetapi Toyota sendiri mempunyai standar tertentu untuk memakai komponen mobil tersebut, sehingga Toyota juga tertarik untuk membawa rekanannya di Jepang untuk berusaha di negara dimana Toyota akan membangun pabrik mobilnya. Lagipula dengan berkembangnya industri komponen di negara luar tersebut, ketergantungan secara fisik atau jarak menjadi berkurang.

Yang perlu dicermati dalam hal ini adalah keberanian Astra dalam mengajak juga rekanan Toyota untuk berusaha di Indonesia, misalnya dengan mengajak Aisin, Nippon Denso dll. Kemampuan Astra dalam ber-joint venture dengan rekanan pabrikan Jepang ini tidak diragukan lagi yaitu dengan adanya Astra Oto Part (AOP).

Dalam mengembangkan produk barunya, Toyota rata-rata memerlukan waktu kurang lebih 43 bulan, yang meliputi beberapa tahapan seperti :

- Planning
- Product Development
- Production Preparation
- Production

Pengerjaan di tiap tahapan ini bukanlah sekuensial, akan tetapi ada juga beberapa pekerjaan yang dilakukan secara paralel. Tahapan ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tahapan planning yang dilakukan langsung di TMC, Jepang dan bagian lain dikerjakan di TAM, Indonesia.

Pekerjaan yang dikerjakan langsung di Jepang adalah:

- Desain baik eksterior maupun interior
- Body Engineering
- Component Engineering; meliputi:
1. Engine
2. Chasis
3. Drive Train
4. Hectronics
- Prototype Production
- Evaluasi
- Persiapan produksi
- Cost Management
- Mass Management

Kedisiplinan dalam time management, Toyota sangat kuat, n-43 bulan ketika Chief Engineer mengumumkan tentang dimulainya suatu proyek pengembangan produk baru, yang dinamakan CE Image. Ketika akan mengumumkan CE Image ini, tim dari TAM Indonesia pun sudah diundang untuk mengikuti jalannya setiap proses yang akan dilalui. Dalam hal ini, engineer TAM pun sudah banyak yang mengikuti dari tahap awal. Tahun 2003 sudah ada tim dari Indonesia yang memenangkan beberapa desain, baik desain eksterior maupun interior.

Untuk desain eksterior maupun interior, akan memerlukan waktu kurang lebih 20 bulan, mulai dari penuangan konsep, idea sketch sampai rendering, lalu dibuat Full Scale Clay Model dan terakhir dibuatkan Full Scale Exterior Drawing.

Sementara itu, di bagian Body Engineering dimulai dari concept study sampai production drawing release, yang bisa menghasilkan sampai puluhan ribu gambar. Begitu juga di bagian Component Engineering. Di bagian Prototype Production bisa dilakukan sampai beberapa kali pembuatan proto dan dievaluasi terus menerus. Setelah Proto tersebut cukup memuaskan, spesifikasinya yang dinamakan Homologation Vehicle akan diserahkan ke negara dimana mobil tersebut akan diproduksi atau dijual untuk disesuaikan dengan regulasi yang berlaku di negara yang dituju. Beberapa hal yang dievaluasi, misalnya adalah standar safety/rem dan bahan bakar. Untuk di Indonesia, materi ini dikirim ke 2 departemen yaitu Departemen Perindustrian dan Departemen Perhubungan, untuk nantinya diperoleh sertifikat uji layak jalan. Kekuatan Toyota Management System ini tampak kuat sekali, terutama kesepakatan untuk menjual mobil yang terjangkau atau yang sesuai dengan segmen market-nya. Jadi dari awal sudah ditekankan bukan saja kemampuan untuk menghasilkan produk mobil, akan tetapi dikontrol dengan ketat untuk setiap biaya produksi per komponen (part) agar total biaya produksi yang sudah diperkirakan tidak terlampaui. Divisi ini men-deploy total cost target, menjadi cost target dan masing-masing bagian, lalu di-deploy lagi sampai ke masing-masing cost target dari tiap komponen. Disini berkumpul kurang lebih 1200 supplier komponen.

Di Mass Management dibahas bagaimana dapat menghasilkan bukan saja mobil yang baik, tapi juga mobil yang tidak berat. Uji coba dilakukan berkali-kali, kurang lebih sampai memakan waktu 20-25 bulan.

Mengamati bagian pekerjaan yang terpusat di Jepang, adalah:

1. Pekerjaan ini menuntut investasi yang begitu besar, baik dari segi financial maupun sumber daya manusia. Dapat dibayangkan kalau satu tipe produk saja dipimpin oleh satu Chief Engineer yang membawahi puluhan engineer lain di setiap divisi, maka dapat dibayangkan ada berapa banyak yang dibutuhkan. TMC bisa membuat average cost dalam human resources investment menjadi menurun karena begitu banyaknya produk yang akan dikembangkan, sehingga secara matriks sudah selesai di proyek A, tersebut bisa bergabung ke proyek lainnya, misal B.

2. Technological Capability untuk industri mobil bukanlah sesuatu yang gampang dipelajari. Ini merupakan fungsi dari pengalaman dari sejumlah individu, organisasi dan pemerintah.

Jadi, bukan sekadar kemampuan berproduksi, akan tetapi lebih dari itu yaitu kemampuan mengelola semua resources, mulai dari planning sampai mass production dan pengulangannya dengan biaya produksi yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu berupa harga jual yang dapat diterima oleh konsumen.

Sudahkah Astra menjalankan Tugasnya ?

Melihat uraian di atas dan perbedaan yang dinyatakan oleh Limsu Kim, perlu dicermati perbedaan antara Technological Capability dan Production Capability, maka dapat disimpulkan bahwa Astra belum melakukan atau belum sepenuhnya mampu mengalihkan atau memiliki Technological Capability. Dalam hal ini, dapat dikatakan TAM baru memiliki Production Capability. Apakah ada harapan untuk menuju penguasaan Technological Capability? Untuk menjawab tantangan ini, dicoba menggunakan pendekatan Cluster Diamond dari Michael Porter.

1. Factor/Input Condition. Ketergantungan yang besar terhadap prinsipal, terutama untuk prinsipal yang sudah memiliki brand equity yang tinggi, seperti Toyota, Mitsubishi, Honda, Suzuki dan lain sebagainya. Tidak semua teknologi akan ditransfer ke Indonesia, seandainya pun prinsipal tersebut bersedia, ketersediaan dana di level perusahaan rata-rata di Indonesia belumlah memadai. Keterbatasan untuk mendalami management sales pun kurang dihargai di Indonesia. Mengingat pengetahuan akan lokasi adalah bekal dalam mengembangkan outlet-outlet, maka seharusnya kekuatan ini terus dikembangkan, misalnya informasi tentang penjualan mobil, lokasi yang potensial serta industri penunjang lainnya, misalnya industri baja yang mumpuni pun belum ada di Indonesia.

2. Demand Condition. Market otomotif di Indonesia diperkirakan masih memerlukan waktu kurang lebih 5 tahun untuk menyamai market di Thailand, yaitu kurang lebih 500 ribu unit/tahun. Belum lagi dengan bervariasinya keinginan pembeli akan berbagai tipe mobil dan merek, sehingga dapat dikatakan bahwa demand condition untuk industri otomotif bukan poin yang begitu positif. Akan tetapi jika AFTA diberlakukan dan kemungkinan adanya pasar bersatu di ASEAN, diharapkan market otomotif ini akan cukup menarik yaitu bisa mencapai sekitar 1,5 juta unit/tahun bahkan bisa mencapai kurang lebih 2,5 juta unit/tahun di tahun 2008.

3. Context for Firm Strategy, Stucture and Rivalry. Persaingan yang cukup dominan diantara pelaku bisnis antarmerek, menimbulkan poin positif dari konteks persaingan harga. Belum lagi ijin dari Pemerintah yang memperbolehkan misalnya bus/truk bekas untuk diimpor.

4. Related and Supporting Industries. Kemauan dari prinsipal juga untuk mengembangkan related ataupun supporting industries, misalnya komponen-komponen mobil untuk berusaha di Indonesia, membuat industri ini cukup berkembang.

Dari analisa di atas, nampak bahwa competitiveness dari industri otomotif ini sangatlah terbatas, apalagi jika diserahkan kemajuannya hanya pada sektor swasta atau di level perusahaan. Banyak bagian yang harusnya menjadi tugas rumah bagi Pemerintah untuk membangun industri ini.

Penutup

Sebagai penutup dari subbab ini, ada beberapa hal yang dapat dilakukan Pemerintah untuk mengembangkan kemampuan teknologi industri otomotif di Indonesia yaitu :

Pertama, harus ada keberanian dari Pemerintah dalam menentukan arah pertumbuhan industri otomotif ini, artinya apakah memang tepat untuk Indonesia memiliki industri otomotif, ataukah hanya memiliki industri komponen atau otomotif related industries saja, sehingga tidak membingungkan pemain dalam sektor industri ini. Jika memang terkonsentrasi untuk menjadi "pedagang" mobil saja, maka segala pengetahuan, skill, pengalaman yang berkaitan seharusnya dibundle dengan baik menjadi sales management yang lebih baik.

Kedua, jika pilihan tetap ingin memiliki industri otomotif, mulailah melakukan blueprint jangka panjang terutama dari persiapan input yang dibutuhkan untuk industri otomotif, yaitu terutama industri baja. Kejelasan dalam kebijakan yang diterapkan, karena bermain di industri ini bukanlah pemain yang bisa mengharapkan payback yang pendek. Sebagai gambaran, untuk membangun satu showroom saja membutuhkan kurang lebih Rp 15-25 miliar, dan dengan kemampuan jual seperti Toyota kurang lebih 150 unit/bulan, serta bunga untuk modal kerja dan lain-lain sekitar 8%, diperlukan waktu pengembalian kurang lebih 8-10 tahun. Apalagi membangun suatu pabrik mobil.

Ketiga, dibutuhkan keberanian untuk melakukan investasi dibidang sumber daya, dengan cara membangun universitas yang berafiliasi langsung dengan industri otomotif ini, sehingga para mahasiswa tidak saja belajar hal-hal yang bersifat eksplisit, akan tetapi yang lebih penting dapat memiliki tacit knowledge-nya. Juga berani melakukan pembelajaran langsung ke negara yang kuat industri otomotifnya, misalnya Jepang, Korea maupun Taiwan.

DR. Zulkieflimansyah, Ph.D. © 2010

Read more...

Mengenal Pesawat N-219


N-219 Rancangan PT. Dirgantara Indonesia

N-219 adalah pesawat generasi baru, yang dirancang oleh Dirgantara Indonesia dengan multi sejati multi misi dan tujuan di daerah-daerah terpencil. N-219 menggabungkan teknologi sistem pesawat yang paling modern dan canggih dengan pemanfaatan semua logam konstruksi pesawat terbang. N-219 memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel efisiensi sistem yang akan digunakan dalam misi multi transportasi penumpang dan kargo. N-219 akan melakukan uji terbang di laboratorium uji terowongan angin pada bulan Maret 2010 nanti. Pesawat N219 baru akan bisa diserahkan kepada kostumer pertamanya untuk diterbangkan sekira tiga tahun atau empat tahun lagi. N-219 merupakan pengembangan dari NC-212.

Presiden Direktur PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso berharap produksi pesawat perintis N219 menjadi jembatan alih teknologi antara para insinyur CN235 yang dicetak BJ Habibie pada tahun 1980-1990 dengan generasi baru.

"Generasi yang memiliki kesempatan mengembangkan pesawat CN235 dan N250 semakin tua dan tidak lama lagi pensiun. Generasi ini tak lama lagi akan hilang," kata Budi, Rabu (29/12), saat berbicara tentang pentingnya produksi pesawat N219 yang saat ini akan memasuki tahap desain struktur.

Menurut dia, hilangnya generasi aeronotika yang dibangun Habibie selama 20 tahun itu akan menjadi suatu kerugian besar bagi Indonesia, karena untuk mencetak generasi yang sama seperti masa tersebut Indonesia harus memulainya lagi dari nol.

Karena itu, menurut dia, produksi N219 harus menjadi momen penting untuk menghapus gap tersebut yakni dengan memaksa "generasi yang hampir hilang" itu segera menurunkan ilmunya kepada generasi pendatang baru.

Pencetakan SDM aeronotika saat ini diakuinya tidak semasif di masa mantan Menristek BJ Habibie, di mana setiap tahun hanya puluhan insinyur aeronotika yang lulus dari ITB dan beberapa universitas lainnya.

N219, lanjut Budi, memang dirancang untuk penerbangan jarak pendek yang dioperasikan pada daerah dengan kondisi alam dengan tingkat kesulitan yang tinggi seperti landasan tak beraspal di wilayah pegunungan dan kepulauan.

"Masalah kondisi negeri kita yang seperti ini harus dipecahkan sendiri oleh kita. N219 merupakan solusi transportasi untuk kondisi ini. Khususnya ketika pabrik-pabrik pesawat dunia sudah tak lagi memproduksi pesawat yang sekelas ini," katanya.

Pesawat dengan kapasitas 19 penumpang itu diharapkan dapat menggantikan pesawat Twin Otter dari sisi performance ditambah dengan beban yang lebih besar.

Disebutkan untuk 20 tahun ke depan kebutuhan pasar pesawat kelas 9-20 kursi di dunia mencapai 5.350 unit dan di Asia Pasifik 549 unit, baik untuk menjawab pertambahan kebutuhan maupun penggantian.

Rancangan pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia telah lulus uji aerodinamika. Pesawat kecil tersebut diharapkan mampu menjawab masalah transportasi Indonesia yang berbentuk kepulauan.

Untuk pengujian aerodinamika PT Dirgantara Indonesia menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pengujian sudah dimulai sejak tahun 2008 ketika pengujian terowongan angin di Laboratorium Aero Gas dan Getaran BPPT di Serpong. Selasa (28/12), BPPT menyerahkan hasil uji kepada PT Dirgantara Indonesia.

Hasil uji menunjukkan kalau N219 sudah mampu untuk lepas landas dan mendarat pada landasan yang pendek. Selain itu, N219 juga dianggap telah memiliki stabilitas.

PT Dirgantara Indonesia mendesain N219 agar sesuai dengan kondisi geografis Indonesia. “Pesawat dibuat nyaman dan bisa melakukan manuver dengan baik,” kata Andi Alisyahbana, Direktur Aero Structure PT Dirgantara Indonesia. Andi juga menambahkan kalau N219 dibuat agar bisa membawa bahan bakar yang banyak. “Hal ini karena tidak semua lapangan udara memiliki fasilitas pengisian bahan bakar,” jelas Andi.

Pesawat N219 sudah mulai dirancang sejak tahun 2006. Pesawat tipe komuter dengan kapasitas 19 orang ini diharapkan bisa menjadi solusi transportasi bagi Indonesia yang berbentuk kepulauan. “Kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan. Tidak seluruh pulau terhubung baik dengan transportasi darat maupun laut. Harus dicarikan solusi transportasi. Salah satunya adalah dengan transportasi udara,” kata Budi Santoso, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia pada saat serah terima hasil pengujian.

Rencananya, pesawat ini akan mulai diproduksi tahun 2013. Menurut penelitian PT Dirgantara Indonesia, pesawat berpenumpang 19 dibutuhkan sebanyak 202 buah. “97 untuk sipil, dan 105 untuk misi khusus,” papar Kepala BPPT Marzan A. Iskandar. Tetapi awalnya, PT Dirgantara Indonesia akan memproduksi sebanyak 25 buah dulu. “Kami upayakan terjual semuanya,” tegas Andi.

Kelengkapan Pesawat N219

Menjawab kebutuhan akan pesawat kecil yang bisa menyesuaikan dengan berbagai keterbatasan kondisi geografis yang ada, PT Dirgantara Indonesia (DI) mengembangkan pesawat N219 berkapasitas 19 penumpang. Pesawat ini dirancang sesederhana mungkin, tetapi tidak mengurangi aspek keselamatan penerbangan.

Direktur Utama PT DI Budi Santoso menyatakan, jika pesawat N219 ini nanti terwujud, akan menjadi pesawat tercanggih di kelasnya. Desain pesawat sejenis rata-rata dibuat pada 1950-an.

Pesawat ini akan menggunakan teknologi era 2000-an. Beberapa kecanggihan yang ada dalam pesawat ini, antara lain, menggunakan desain dan analisis aerodinamik hasil penelitian terbaru, desain pesawat seluruhnya menggunakan komputer, serta penggunaan bahan rangka pesawat yang ringan tetapi tetap kuat.

Selain itu, pesawat juga dilengkapi dengan sistem navigasi penerbangan elektronik berbasis personal computer yang murah dan global positioning system (GPS). Dengan peralatan ini, ketika pesawat menghadapi cuaca buruk, hujan deras, ataupun awan tebal, posisi gunung-gunung yang ada di depan ataupun landasan pacu pesawat tetap dapat terdeteksi.

N219 mampu didaratkan pada landasan berumput sepanjang 600 meter. Adapun pesawat sejenis Casa C-212 hanya bisa mendarat di landasan sepanjang 800 meter, sedangkan DHC-6 Twin Otter bisa mendarat di landasan sepanjang 600 meter, tetapi kapasitas angkutnya lebih kecil.

Mesin pesawat yang menggunakan produk Pratt & Whitney ini dirancang untuk tetap berkinerja baik pada daerah dengan tekanan udara rendah dan suhu tinggi.

”Di pegunungan yang tekanan udaranya rendah dan kondisi suhu tinggi yang membuat kerapatan udara kurang akan mengurangi kinerja mesin. Pengurangan kinerja mesin N219 tidak sedrastis pesawat sejenisnya hingga membuatnya lebih stabil,” ungkap Direktur Aerostruktur PT DI Andi Alisjahbana.

Meski termasuk mesin pesawat generasi lama, Pratt & Whitney dipilih karena lebih banyak teknisi yang memahaminya dan suku cadang banyak tersedia. Jika digunakan mesin pesawat generasi baru, dipastikan perawatannya akan lebih susah dan mahal.

Walau demikian, keamanan pesawat tetap jadi prioritas. Posisi sayap dan mesin yang ada di atas membuat mesin cukup terlindung dari debu atau kerikil saat mendarat. Ban pesawat juga didesain tetap ada di luar pesawat, tak dimasukkan dalam badan pesawat saat terbang sehingga tidak perlu khawatir ban tak keluar saat akan mendarat.

Daya angkut dan jelajah

Kapasitas angkut pesawat juga lebih besar dibandingkan pesawat sejenis, yaitu 2.318 kilogram. Ini akan menjawab keluhan sejumlah penumpang di daerah pedalaman yang sering protes saat barang bawaannya tidak terangkut.

Jarak tempuh maksimal pesawat adalah 1.539 kilometer. Namun, pesawat dirancang untuk terbang beberapa kali (multi hop) pada jarak yang lebih pendek, sesuai karakter penerbangan perintis, tanpa perlu mengisi bahan bakar di setiap pemberhentian. Ini untuk mengantisipasi terbatasnya persediaan bahan bakar di daerah pedalaman.

Bagian dalam pesawat juga mudah diubah dalam waktu singkat untuk disesuaikan dengan kebutuhan, apakah akan mengutamakan angkutan penumpang atau barang. Pengubahan yang cepat ini memungkinkan penggunaan pesawat ini untuk angkutan evakuasi medik dari daerah bencana atau untuk keperluan militer.

”Pesawat ini merupakan jawaban atas cemoohan berbagai pihak bahwa PT DI (dulu Industri Pesawat Terbang Nusantara/IPTN) hanya bisa membuat teknologi tinggi yang tidak bisa diaplikasikan sesuai kebutuhan bangsa,” ungkap Andi.

Pesawat yang kini dalam proses penyelesaian desain awal ini diharapkan dapat diproduksi pada 2013 dengan catatan tidak ada masalah pendanaan dalam pengembangan dan produksinya. Penggunaan pesawat N219 diharapkan dapat menggantikan pesawat-pesawat perintis yang sudah tua serta menjadi media alih teknologi dari ahli rekayasa dan teknisi pesawat era 1980- 1990 kepada generasi muda.

Fitur Utama:
* Multi Purpose, dapat dikonfigurasi ulang
* 19 Penumpang, tiga sejajar
* Campuran kargo penumpang
* Kinerja STOL
* Biaya operasional rendah

Kinerja:
* Kecepatan jelajah maksimum: 213 KTS (395 km / jam)
* Economical cruise speed: 190 KTS (352 km / jam)
* Maksimum feri kisaran: 1.580 Nm
* Take-off jarak (35 ft halangan): 465 m, ISA, SL
* Landing jarak (50 ft halangan): 510 m, ISA, SL
* Kecepatan stall: 73 KTS
* Maximum take-off weight: 7.270 kg (16,000 lbs)
* Maksimum payload: 2.500 kg (5.511 lb)
* Tingkat panjat 2.300 ft / min semua operasi mesin
* Range: 600 Nm

Read more...

Fondasi Konstruksi Sarang Laba-laba Tahan Gempa

Fondasi dengan menggunakan konstruksi sarang laba-laba

Ketika terjadi gempa bumi dan tsunami yang melanda NAD dan Sumatera Utara (Sumut) 26 Desember lalu, terdapat 32 bangunan bertingkat di daerah tersebut yang tidak mengalami kerusakan. Tentu saja menjadi pertanyaan, sebab bangunan di sekitarnya roboh.

Bangunan itu ternyata fondasinya menggunakan konstruksi sarang laba-laba (KSLL). Di Indonesia saat ini telah terdapat sekitar 1.000 bangunan bertingkat yang menggunakan fondasi KSLL. Teknologi itu bukan dari luar negeri dan awalnya tidak dimaksudkan untuk tahan gempa. Walaupun akhirnya ketika terjadi gempa, bangunan yang menggunakan fondasi KSLL tidak roboh dan tidak retak. Bahkan ramah terhadap gempa.

KSLL ditemukan oleh anak bangsa Indonesia. Ir Ryantori dan Ir. Sutjipto. Keduanya lulusan Institut Sepuluh November Surabaya (ITS). Pada tahun 1976 kedua orang ini melihat banyaknya keluhan para kontraktor ketika membangun gedung bertingkat tanggung (antara 2 sampai 8 lantai).

Suatu konstruksi yang bertumpu pada tanah, haruslah didukung oleh suatu fondasi yang kuat. Fondasi akan meneruskan beban yang ditopangnya oleh beratnya sendiri ke dalam tanah atau batuan yang terletak di bawahnya.

Fondasi yang bagaimana? Sangat tergantung pada kondisi tanah atau bebatuan di bawahnya. Untuk bangunan yang berlantai 2 - 8 yang daya dukungnya rendah (0,2 kg - 0,5 kg/cm2) akan muncul masalah, apakah menggunakan fondasi dalam (depth foundation) yang berarti memerlukan tiang pancang (bored pile) atau memakai fondasi dangkal?

Bila menggunakan fondasi dalam maka dibutuhkan tiang pancang. Harga tiang pancang mahal yang berakibat harga bangunan naik, bisa 30 persen harga bangunan untuk membeli tiang pancang.

Bila ketebalan tanah lunaknya sangat dalam (mencapai lebih dari 30 meter) dan bobot bangunan di atasnya terlampau berat, maka pilihannya ialah menggunakan fondasi dalam. Kalau untuk rumah susun, dengan menggunakan fondasi ini maka harganya mahal, tidak terjangkau oleh konsumen.

Dengan fondasi dangkal, tentu ada risikonya ialah penurunan bangunan secara tidak merata (irreguler differential settlement) yang berakibat bangunan ini bisa roboh. Hal itu belum menghadapi total settlement (proses penurunan).

Sebagai antisipasi, biasanya level fondasi dinaikkan. Tentu saja biaya fondasi juga naik yang akhirnya sama dengan fondasi dalam.

Atas dasar pertimbangan tersebut Ir. Ryantori dan Ir. Sutjipto ingin merancang konstruksi untuk fondasi bangunan yang berlantai tanggung yang ekonomis tetapi kuat. Akhirnya ditemukan KSLL yang lebih ekonomis, bisa hebat 20 sampai 50 persen dibandingkan dengan fondasi konvensional/fondasi dalam).

Fondasi KSLL merupakan kombinasi konstruksi bangunan bawah konvensional yang merupakan perpaduan fondasi plat beton pipih menerus dan sistem perbaikan tanah. Kombinasi ini kemudian menghasilkan kerja sama timbal balik yang saling menguntungkan sehingga membentuk sebuah fondasi yang memiliki kekakuan (regidity) jauh lebih tinggi dibandingkan sistem fondasi dangkal lainnya.

Dinamakan sarang laba-laba karena pembesian flat fondasi di daerah kolom selalu berbentuk sarang laba-laba. Juga bentuk jaringannya yang tarik-menarik bersifat monolit yaitu berada dalam satu kesatuan. Ini disebabkan plat konstruksi didesain untuk multi fungsi, untuk septic tank, bak reservoir, lantai, fondasi tangga, kolom praktis dan dinding.

Rib (tulang iga) KSLL berfungsi sebagai penyebar tegangan atau gaya-gaya yang bekerja pada kolom. Pasir pengisi dan tanah dipadatkan berfungsi untuk menjepit rib-rib konstruksi terhadap lipatan puntir. Pekerjaan fondasi memerlukan waktu yang singkat karena memakai sistem ban berjalan dan padat karya yang sederhana dan tidak menuntut keahlian yang tinggi.

Pembesian rib dan plat cukup dengan pembesian minimum, 120 kg - 150 kg/m3 volume beton rata-rata 0,2 - 0.45 m3 beton/m2. Fondasi KSLL akan menjadi suatu system struktur bangunan bawah sangat kaku dan kokoh serta aman terhadap penurunan dan gempa. Fondasi KSLL memanfaatkan tanah hingga mampu berfungsi sebagai struktur bangunan bawah dengan komposisi sekitar 85 persen tanah dan 15 persen beton.

Sistem ini berhasil menjawab dilema yang timbul pada fondasi untuk gedung-gedung yang bertingkat tanggung (2 - 8 lantai) yang didirikan di atas tanah dengan daya dukung rendah. Sedangkan untuk kondisi tanah dengan daya dukung tinggi (baik) bisa digunakan lebih dari 8 lantai. Untuk gedung yang menggunakan basement, biaya konstruksi basement dapat dihemat karena fungsi fondasi sebagai lantai dan dinding basement.

Patent

KSLL dipatenkan pada tahun 1976 dengan nomor patent 7191 dan pengembangnnya diperbarui tahun 2004 dengan nomor paten 400030 lisensi dan sekaligus pelaksana khusus KSLL dipegang oleh PT Katama Suryabumi. Saat ini sekitar 1.000 bangunan di Indonesia telah menggunakan fondasi KSLL.

Menurut Presdir perusahaan itu, Ir Kris Suyanto JF, KSLL selain cocok untuk bangunan bertingkat 2 sampai 8, juga cocok untuk konstruksi fondasi gudang kelas I, container yard (terminal peti kemas) seperti di Tanjung Perak Surabya seluas 3, 75 ha beban gandar 100 ton/m2.

Kemudian juga untuk menara transmisi tegangan tinggi (menara TVRI setinggi 100 m di Rengat Riau). Juga untuk menara /tugu, menara air, kolam renang, tangki minyak (di Tanjung Perak diameter 12 m kapasitas 850 ton), jalan raya kelas I, landasan pesawat terbang, apron, jembatan, jembatan layang, open storage.

Bangunan lainnya yang telah menggunakan KSLL ialah Bandara Hang Nadim Batam 3 lantai seluas 18.700 m2, Pasaraya Sri Ratu Semarang 8 lantai beban normal 900 ton, Hotel Country Makassar 11 lantai. Gedung Yayasan Universitas '45 Makasar 10 lantai, dan gedung RS Polri Semarang 7 lantai.

Kondisi tanah yang cocok untuk KSLL ialah yang memiliki daya dukung rendah (0,15 kg/cm2 sampai 0,5 kg/cm2. Letak tanah keras cukup dalam dan kompresibilitas tanah tinggi. Saat ini beberapa daerah yang berpotensi terjadinya gempa, sudah banyak yang ingin membangun fondasi KSLL.

Mengenai, penjiplakan KSLL, menurut Ir Kris Suyanto, sampai saat ini tidak pernah diketahui. Bisa saja dijiplak. ''Kami tetap berpegang pada perlindungan hak patent seperti diatur dalam UU. Bagi yang ingin membangun fondasi dengan sistem KSLL, desain akan diberikan setelah dilakukan penandatanganan kontrak dengan kami. Bahkan kami juga memberikan pelayanan konsultasi gratis bagi yang ingin menggunakanfondasi KSLL,'' katanya.

Hasil Lokakarya

Pertengahan 2004 lalu, dalam suatu lokakarya sehari di Bandung yang diselenggarakan oleh Puslitbang Depkimpraswil dan dihadiri oleh para pakar gempa dan tanah yang membahas KSLL, disimpulkan: Pertama KSLL dinyatakan memiliki kekakuan yang lebih baik dengan penggunaan bahan bangunan yang hemat dibandingkan dengan fondasi rakit (raft foundation). Kedua, KSLL memiliki kemampuan memperkecil defferential settlement dan mengurangi irregular differential settlement apabila dibandingkan dengan fondasi rakit.

Ketiga, KSLL mampu membuat tanah menjadi bagian dari struktur fondasi yang karena proses pemadatannya akan meniadakan pengaruh lipat atau lateral buckling pada rib. Keempat, KSLL berpotensi untuk digunakan sebagai fondasi untuk bangunan bertingkat rendah (2- 8) lantai) yang dibangun di atas tanah lunak dengan mempertimbangkan total settlement yang mungkin terjadi.

Kelima, pelaksanaannya tidak menggunakan alat-alat berat dan tidak mengganggu lingkungan sehingga cocok diterapkan baik di lokasi padat penduduk maupun di daerah terpencil. Keenam, KSLL mampu menghemat pengunaan baja tulangan maupun beton yang dibutuhkan. Ketujuh, waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif lebih cepat dan dapat dilaksanakan secara padat karya. Kedelapan, KSLL lebih ekonomis dibandingkan fondasi konvensional rakit atau tiang pancang, lebih-lebih dengan fondasi dalam.

Lebih dari 1.000 bangunan fondasinya menggunakan KSLL cipta karya anak bangsa Indonesia sendiri. Sampai sekarang sudah ditawarkan ke luar negeri. Belum banyak yang berminat walaupun terbukti ramah gempa. Negara-negara sedang berkembang cocok menggunakan KSLL sebab murah, padat karya dan sederhana.

PEMBARUAN/ROSO SETYONO

Read more...

Sel Surya Organik

Mengubah energi surya menjadi listrik dengan cara yang murah dan efisien bisa membantu menanggulangi pemanasan global dan kekurangan bahan bakar fosil. Akan tetapi, biaya produksi listrik yang tinggi dari sel-sel surya berbasis silikon telah membatasi penggunaan teknologi ini. Dalam hal ini diperlukan sel surya yang murah dengan kinerja sel tinggi dan sel surya organik bisa menjadi solusi. Sel-sel ini mudah dibuat dari material organik yang tidak mahal dan, berbeda dengan sel surya anorganik, ringan, fleksibel dan beraneka warna.

Absorpsi cahaya oleh sel-sel organik menyebabkan sebuah keadaan eksitasi yang dikenal sebagai exciton atau pasangan elektron-lubang (electron-hole). Elektron dan lubang terpisah satu sama lain dan dibawa melalui molekul donor dan akseptor ke elektroda, menghasilkan sebuah arus listrik (photocurrent). Proses konversi cahaya secara langsung menjadi listrik ini dikenal sebagai fotovoltaik dan harus dioptimasi untuk sel-sel surya organik agar menjadi efisien. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencari molekul donor dan akseptor yang cocok dan pengaturannya pada sebuah permukaan elektroda yang berskala nanometer.

Fulleren dan turunannya telah banyak digunakan sebagai molekul akseptor yang sangat baik. Baru-baru ini, tabung-nano karbon (CNT), yang memiliki struktur berbasis karbon mirip fulleren, telah menarik banyak perhatian. Berbeda dengan bentuk fulleren yang bulat, CNT memiliki struktur satu dimensi seperti kawat, yang menjadikannya lebih baik dalam membentuk jalur transportasi elektron atau lubang dalam sel. Area permukaannya yang luas meningkatkan pemisahan pasangan elektron-lubang dan menunjukkan daya hantar yang beberapa kali lebih besar dibanding polimer-polimer penghantar listrik. CNT juga bisa bertindak sebagai donor sekaligus akseptor elektron tergantung pada sifat-sifat redoks dari komponen lain dalam sel. Semua sifat ini menjadikan CNT sebagai kandidat yang menjanjikan untuk pemisahan dan transport muatan dalam sel-sel surya organik.

Struktur yang mirip kawat membantu tabung-nano karbon membentuk jalur-jalur transport muatan pada sel-sel surya organik

Beberapa ilmuwan telah membuat peralatan fotoelektrokimia atau sel fotovoltaik dengan elektroda yang termodifikasi CNT. Mereka menggunakan berbagai metode, termasuk deposisi lapis demi lapis dan pelapisan semprot, untuk mengatur CNT dengan molekul donor atau akseptor yang cocok pada permukaan-permukaan elektroda. Akan tetapi, sekarang ini, efisiensi konversi energi dari elektroda yang termodifikasi CNT belum setara dengan kinerja tinggi sel surya peka zat warna – yang menggunakan elektroda titanium dioksida nanokristalin berpori dengan zat warna ruthenium.

Saat ini, sulit untuk mensintesis CNT murni dengan struktur yang konsisten. Untuk memperbaiki sel surya berbasis CNT, para ilmuwan telah memurnikan atau memilih CNT yang memiliki struktur terbaik untuk transpor muatan. Atau, pendekatan yang lebih menarik adalah dengan menggunakan CNT sebagai perancah-nano (nanoscaffold) bagi molekul donor atau akseptor untuk membuat jalur transportasi arus.

Sejarah sel-sel surya organik berbasis CNT belum lebih dari 10 tahun. Banyak penelitian yang masih harus dilakukan untuk menunjukkan potensinya dalam konversi energi surya.

(Chem-is-try.org)

Read more...

Serat Nano untuk Energi Surya

Entah seberapa sering kita mengeluhkan teriknya panas matahari kala siang. Namun, bagi Hendri Widiyan-dari, semakin panas, ia malah tambah semangat meneliti alat penangkap energi sang surya.

Pasalnya, Indonesia yang tropis dan diterangi banyak sinar matahari memang tertinggal dalam pemanfaatan energi solar sebagai konversi energi pembangkit listrik.

"Alasannya sederhana dan klise, saat ini harga sel surya ini masih relatif mahal jika dibandingkan dengan listrik dari PLTA atau PLTN. Namun, teknologi ini lebih ramah lingkungan, tanpa emisi CO (karbon monoksida) dan tidak akan habis sepanjang matahari masih bersinar," ucap perempuan yang akrab dipanggil Hendri itu kepada Media Indonesia, Rabu (11/ 8/2010).

Keprihatinan peneliti yang juga pengajar Universitas Diponegoro tersebut semakin menjadi saat berkesempatan mengunjungi Jepang pada 2004. Bukan hanya industri besar, permukiman penduduk pun mulai memberdayakan energi solar dalam kehidupan sehari-hari baik untuk pemanasan maupun penerangan.

"Pernah saya menonton acara TV di Jepang yang menayangkan sebuah mobil mirip van yang menggunakan sel surya untuk menggerakkan mesin, dan mobil tersebut mampu berjalan sepanjang siang hingga sore di sepanjang pesisir Jepang," tuturnya iri.

Hendri pun mulai mengutak-atik teknologi sel surya berjenis pewarna sensitif atau yang biasa disebut DSSC (dye sensitized solar cells).

Dari sederet komponen DSSC, ujar Hendri, ia tertarik dengan TCO (transparent conductive oxide) glass, yang merupakan material utama sekaligus material termahal dalam pembuatan DSSC.

Memang, salah satu faktor yang membuat pembuatan sel surya berjenis DSSC mahal ialah material gelas penghan-tar listrik (gelas konduktor). Harganya mahal, serta tidak optimal menghantarkan listrik. Kuncinya ada pada struktur dari permukaan gelas konduktor tersebut.

"Selama ini permukaan area atau interfacial area yang ada masih berbentuk planar atau butiran-butiran. Nah saya memodifikasi struktur tersebut menjadi serat nano, seperti serat laba-laba, sehingga area permukaannya lebih luas," papar Hendri Widiyandari.

Dengan begitu, kemampuan gelas tersebut untuk menghantarkan listrik akan lebih optimal. "Nah, agar gelas ini lebih baik lagi berfungsi sebagai konduktor, ia harus transparan atau istilahnya transparent conductive oxide (TCO glass)," imbuhnya.

Di awal penelitiannya, Hendri mengaku sempat kebingungan dengan material pembuat TCO glass, yakni ITO (indium tin oxide). Harga bahan baku sangat mahal dan tersedia dalam jumlah terbatas. "Saya pun menggantinya dengan mate-rial flourine tin oxide (FTO). Di beberapa negara maju, FTO ini bahkan sudah dijual secara komersial dalam bentuk negatif film," ucap Hendri.

Selain itu, FTO memiliki beberapa kelebihan dari ITO. FTO ternyata lebih tahan banting, tidak gampang rusak, serta lebih tahan panas. "Meskipun sebagai konduktor ITO tetap lebih baik tapi dengan dana yang terbatas, hasil gelas transparan yang tercipta cukup optimal," tandas Hendri.

Metode electrospinning

Untuk menciptakan TCO glass yang memiliki permukaan area berstruktur serat nano, Hendri menggunakan metode electrospinning. Terbukti, metode itu menghasilkan serat yang kuat dan mampu menempel pada TCO glass dengan sempurna. "Metode ini memanfaatkan tekanan elektrostatis dari beda tegangan dan aliran cairan dalam pipa kapiler," jelasnya.

Selain sederhana, imbuh Hendri, metode pembuatan film serat nano FTO ini terbukti lebih murah dengan kualitas tinggi karena lebih transparan. Tingkat kerentanan terhadap listrik juga rendah.

"Electrospinning ini terbukti dapat menghasilkan serat dengan bentuk dan ukuran yang bisa dikontrol. Selain itu, seratnya juga terbentuk dengan beragam komposisi dan dengan ukuran diameter yang seragam dari nanometer hingga mikrometer. Dimensi panjangnya pun juga sangat panjang. Jadi, benar-benar mirip benanglaba-laba," ucapnya.

Hendri menambahkan saat ini ia sedang melakukan riset lebih lanjut mengenai angka efisiensi listrik yang dihasilkan dengan menggunakan gelas transparan dengan permukaan serat nano.

"Dari berbagai jenis sel surya, penelitian sel surya dari pewarna sensitif ini (DSSC) ini memang tergolong baru di Indonesia. Jadi, kalau kita bisa membuatnya dengan biaya yang lebih murah, akan menjadi solusi yang efisien untuk krisis energi," pungkasnya.

Aplikasi beragam

Hendri mengaku masih butuh penelitian lanjutan untuk menghasilkan DSSC yang benar-benar efektif dalam menghasilkan listrik. Teknologi DSSC terakhir di Jerman saja, imbuhnya, baru dapat menghasilkan listrik 11%. Namun, setidaknyasaat ini TCO glass berbahan serat negatif film berukuran nanonya bisa diaplikasikan tak hanya untuk teknologi sel surya semata. "Pemanfaatan gelas TCO ini tidak terbatas pada sel surya saja, namun bisa digunakan juga untuk pembuatan elektroda pada PEC (photoelectrochemical) untuk menghasilkan hidrogen, yang juga merupakan salah satu energi alternatif," ucapnya.

Bahkan, ia bermimpi pengembangan risetnya mengenai serat nano ini suatu saat akan menghasilkan berbagai aplikasi di berbagai bidang.

Teknologi serat nano bisa diaplikasikan untuk banyak hal, baik dalam bidang energi, filter, kedokteran, dan lingkungan. Misalkan saja untuk membuat filter AC atau untuk membuat jaringan dalam tubuh di bidang kedokteran," jelasnya.

Saat ini ia dan timnya me-mang sedang memfokuskan diri mengembangkan teknis pembuatan serat nano dengan metode electrospinning. "Prinsip kerja dari metode ini untuk memproduksi nanofiber adalah dengan memanfaatkan electrostatic force," sahutnya.

Modal nekat

Meneliti tema yang masih terbilang baru di Indonesia ini bukanlah perkara mudah. Namun, Hendri yang sejak kecil dikenal sebagai bondo (modal) nekat ini tak peduli. Tertem-pa dengan kegigihan ayahnya yang seorang wirausaha, Hendri pun berjuang ke sana kemari untuk menciptakan TCO glass berbahan nanofiber hingga ke Jepang.

"Saya sejak kecil ditempa oleh perjuangan ayah dan ibu dalam membesarkan saya dan tiga orang adik. Meski tampak sulit, ya saya coba saja. Apalagi sel surya jenis DSSC ini terbilang baru. Yang kata orang Jawa ya bondo nekat saja," ucapnya polos.

Padahal Hendri menyadari benar tantangan yang akan dihadapinya dalam meneliti benda yang masih terasa asing ini cukup berat. Mulai dari bahan pembuatan penelitian yang sulit didapat hingga berbagai fasilitas alat uji yang jauh dari memadai.

"Singkatnya, kalau di Jepang, pembuatan TCO glass membutuhkan satu bulan. Di Indonesia bisa satu tahun. Setiap uji satu komponen, saya bisa mengganti tempat penelitian," ucapnya.

Apalagi, tak seperti di Jepang, universitas di Indonesia ternyata tidak memiliki koordinasi yang kuat, bahkan antar fakultasnya. "Mengurus izin dan birokrasinya saja butuh waktu dan energi tersendiri," tandasnya.

Belum lagi profesinya sebagai dosen tidak jarang justru menghambat penelitiannya. "Lebih enak kalau benar-benar fokus ke penelitian. Banyak tugas-tugas harian dosen yang cukup menyita waktu. Tapi keuntungannya, saya bisa sembari promosikan riset bidang energi solar ini ke mahasiswa. Terutama mahasiswa pascasarjana, biar tambah banyak yang tertarik," sahutnya.

Hendri merasa krisis energi adalah permasalahan global dan Indonesia memiliki sumber energi solar besar. "Matahari itu ibaratnya bersinar pagi sampai sore, sepanjang tahun, sinarnya seakan tak pernah berhenti. Alangkah baik jika bisa memanfaatkan matahari," tutup ibu satu putra itu.

(Vini Mariyane Rosya, Sumber MediaIndonesia)

Read more...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...