Halaman

PT PAL, Kemandirian Negeri Bahari (2)

Membangun Impian

Sekitar Tahun 1975 ketika hasrat Suleman membangun Industri kelautan di Indonesia kian mengkristal ia menanyakan kepada B.J. Habibie kapan dirinya dipanggil untuk bergabung di Divisi Advance Technology Pertamina (ATP). Habibie waktu itu menyakinkan bahwa Suleman pasti dipanggil dan meminta ia menunggu. Ketika ahkirnya ia dipanggil untuk bergabung ke Divisi ATP, ia menurut saja. Padahal ia belum tahu jabatan apa yang bakal di dudukinya di sana. Ia memang tidak terlalu memikirkan jabatan yang terpenting baginya Habibie membuka kesempatan kepadanya untuk ikut membangun Industri ini di Indonesia. Baginya, kesempatan mengembangkan Industri Kelautan di Tanah Air jauh lebih penting dibandingkan jabatan yang ia akan duduki. Maklum, tekadnya untuk membangun Industri Kelautan Indonesia sudah terpendam sejak ia masih menekuni studi perkapalan di Jerman (1954 - 1963).

Kalau Habibie tidak segera memangil Suleman untuk bergabung begitu Divisi ATP berdiri, itu lantaran langkah pertama Habibie di Divisi tersebut adalah menyiapkan industri pesawat terbang nasional. Kantornya adalah sebuah rumah tua berlantai 2 di Jalan Biliton, tepatnya di belakang Gedung FNCB Jalan MH Thamrin, Jakarta-Pusat. Sedangkankan ruang kerjanya adalah kamar-kamar yang sempit. Tiap kamar berukuran sekitar 3 x 3 meter, masing-masing untuk 3 - 4 orang. "Untuk mencapai tempat duduk kita saja, kadang-kadang harus melangkahi kursi staf lain," tutur Budiartha Soeradhiningrat, melukiskan betapa sempitnya ruang kerja mereka waktu itu. Pendingin ruangan (AC) hanya ada di lantai bawah. Suleman sekamar dengan Buchari Azim (Alm) dan Harsono Purponegoro di lantai atas yang tidak ber AC. Ruang tamunya hanyalah teras terbuka, persis di depan WC yang menyebarkan aroma tak sedap jika pintunya terbuka. tapi Suleman tidak berkecil hati dengan keadaan itu. Ia merasa bahwa menghadapi kondisi kantor yang demikian adalah bagian dari perjuangannya. "Dan bagaimanapun kami berterima kasih kepada Pertamina, yang telah menyediakan kantor, rumah dinas, membiayai seluruh operasional, dan menerima kami sebagai pegawai Pertamina,"Ujar nya".

Habibie memposisikan Suleman sebagai Kepala Staf Bidang Maritim di Divisi tersebut. Staf intinya -- yang sudah lebih dulu bergabung adalah MSM Harahap, Budiarta, dan Munaf Gajo. Staf lainnya yang di rekrut kemudian : Naufal Bahreisy dan Suhadi, keduanya Insinyur Perkapalan dari Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.  Dalam sebuah seminar perkapalan Habibie memberikan ceramah tentang konsep pengembangan industri kelautan, yang draft-nya disiapkan Suleman bersama Stafnya. Konsep itu kelak direalisasikan di PT PAL Indonesia.

Staf Maritim yang di pimpin Suleman bertugas menyiapkan Industri Maritim yang tangguh, agar dapat diandalkan sebagai agen pembangunan industri maritim di seluruh Indonesia. Sebagai persiapan, Tim ini mengumpulkan data mengenai industri kelautan di Indonesia. anara lain dengan survey keberbagai daerah, guna mengetahui sejauhmana kemampuan galangan-galangan di indonesia, berkaitan dengan fasilitas dan sumber daya manusianya. Mereka juga mengadakan survey ke pelabuhan-pelabuhan, perusahaan-perusahaan pelayaran, maupun pihak lain yang terkait dengan industri kelautan. Hasil surveynya, rata-rata galangan di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk mendesain kapal. Kalau mereka membangun kapal, desainya 100% dari Luar Negeri. Dan yang mereka bangun pun hanya kapal-kapal kelas 1000 ton ke bawah. Di samping itu, umumnya galangan di sini lebih berkonsentrasi pada pemeliharaan dan perbaikan (Harkan) kapal, dari pada membangun kapal baru.

Berdasarkan hasil survey itu plus sejumlah pemikiran lain, Suleman dan kawan-kawan meluncurkan konsep membuat empat sentra industri perkapalan di Indonesia. Yakni di Palembang untuk kawasan Sumatera, Jakarta dan Surabaya untuk Jawa, serta Ujung Pandang untuk kawasan Timur Indonesia. Pertimbangan untuk memilih empat titik tersebut antara lain memiliki pelabuhan yang cukup besar. Sehingga aktifitas perdagangannya cukup padat. Dan karenanya memerlukan banyak kapal. Dan di sana sudah ada galangan, yang memiliki tenaga kerja terlatih dalam bidang perkapalan.

Pada 1977, setelah memperoleh cukup masukan, Suleman bersama Tim nya menyiapkan proyek pengembangan Penataran Angkatan Laut (PAL) Surabaya menjadi sentra industri perkapalan pertama di Indonesia. Pal waktu itu merupakan galangan tua yang tugas pokoknya merawat dan memprbaiki kapal-kapal TNI-AL, di samping membangun kapal niaga bertonase dibawah 1000 ton. Suleman dkk. meng up grade instalasi milik TNI-AL itu menjadi industri perkapalan yang modern dan mengarahkannya menjadi agen pengembangan industri kelautan nasional.

Mengapa hanya PAL yang dikembangkan? padahal ada beberapa titik lain yang juga di canangkan menjadi sentra industri maritim di Indonesia?
Jawabnya, kondisi keuangan pemerintah tidak memungkinkan untuk membangun semuanya secara bersamaan. Setelah PAL berkembang di harapkan galangan-galangan lain ikut berkembang. PAL menjadi pilihan pertama untuk di kembangkan, karena galangan ini sudah punya fasilitas harkan, serta lahannya cukup luas sehingga memungkinkan berbagai fasilitas untuk memproduksi kapal di bangun di sana. Pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah, lokasinya dekat dengan Kawasan Timur Indonesia yang urat nadi perekonomiannya sangat bergantung pada ketersediaan sarana Angkatan Laut. Karena proses modernisasi PAL terkait dengan beberapa pihak, antara lain TNI-AL yang memiliki fasilitas PAL, Departemen Perindustrian, Dirjen Perhubungan Laut, maka di bentuk Tim Adhoc, yang terdiri dari beberapa unsur tersebut.

Tim mengadakan rapat berkala yang hasilnya selalu dilaporkan kepada Habibie sebagai pimpinan proyek. Dalam rapat-rapat tersebut dibahas  berbagai konsep pengembangan  PAL. "Tiap minggu kami mengadakan rapat, dan kita siapkan corporate planning-nya" ungkap Suleman.

Tim mengundang konsultan dari Luar Negeri. Di antaranya dari Howaldts-Deuutsche Werft, Kiel (Jerman), DCN, Lorient (Perancis), Blohm + Voss AG, Hamburg (Jerman), dan Rhein Schelde Verolme, Rotterdam (Belanda). Sesudah melakukan survei ke PAL, para konsultan itu memberikan masukan mengenai konsep pengembangan galangan tersebut.

Disamping itu, Tim melakukan studi perbandingan ke luar negeri, se perti ke Perancis, Belanda, Inggris, Jerman, Jepang dan Amerika Serikat.
Agustus 1978, satu delegasi dari Indonesia, termasuk Seleman di dalamnya, berkunjung ke Howaldts-Deutsche Werft (HDW) di Kiel, Jerman. Disana mereka membahas draft corporate planning, bersama sejumlah pakar dari HDW, FLW, Ferrostaal, dan lain-lain. Anggota delegasi selain Suleman adalah Laksmana Pertama Parapat, Kol. Hariadi, Letkol. Suparto, Dipl. Ing. Sony Harsono, Dipl. Ing. MSM Harahap, dan Dipl. Ing. Budiarta Soeradhiningrat. Para ahli dari Jerman yang menjadi mitra kerja mereka adalah Spielmann, Knorre (FLW), Awolin, Ganschienitz (HDW), Lindner, dan Loekenhoff (Ferrostaal).

Hasil pembahasan selama 10 hari di Kiel itu adalah suatu corporate planning yang cukup komprehensif. Lengkap dengan budget dan cash flow planning-nya. Tak lama kemudian, Habibie, yang baru saja diangkat menjadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), mempresentasikan konsep pengembangan PAL menjadi industri kapal modern, dalam Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin) yang dihadiri pula oleh Presiden Soeharto, Corporate planning yang dibawa Suleman dkk dari Kiel, merupakan bahan amat penting untuk presentasi itu.

Suleman hanya menyaksikan Sidang Kabinet itu dari balik kaca di Gedung Binagraha. Sehingga tidak tahu persis respon Presiden Soeharto dan para Menteri Ekuin terhadap presentasi itu. Yang jelas, Habibie kemudian mengisyaratkan go head kepada Suleman. Artinya. "Teruskan proyek pengembangan PAL sesuai rencana".
Suleman dan timnya pun terus memantapkan corporate planning dan lain-lain -- sesuai instruksi Habibie. Hingga pada penghujung tahun 1978, proses pengembangan PAL memasuki babak baru, dengan diresmikannya galangan tersebut menjadi Perusahaan Umum (Perum). Tanggal 14 Desember 1978, Habibie mengumumkan susunan direksi Perum PAL :
 * Direktur Utama : B.J. Habibie
 * Direktur Teknologi : Suleman Wiriadidjaja
 * Direktur Produksi : Kol. Ir. Sukandar (Alm)
 * Direktur Umum : Laksamana Pertama Soekono
 * Direktur Harkan : Kol. Laut Ir. Hariadi Sumarsono

Sebelumnya, langkah Habibie untuk membuat lembaga counterpart Bappenas dalam bidang teknologi juga mencapai babak baru dengan keputusan Presiden Soeharto tanggal 22 Agustus 1978, untuk melepas Divisi ATP dari Pertamina, dan mendirikan Badam Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Tanggal 2 Oktober 1978, Habibie mengumumkan susunan Pimpinan BPPT :
 * Ketua : B.J. Habibie
 * Wakil Ketua : Parlin Napitupulu
 * Sekretaris : Edi Sutrisno
 * Direktur Pengembangan Teknologi : Harsono Pusponegoro
 * Direktur Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan : Suleman Wiriadidjaja
 * Direktur Pengembangan Kekayaan Alam : Subagio
 * Direktur Pengkajian Industri : Rahardi Ramelan
 * Direktur Analisa Sistem : Burhan Napitupulu
 * Direktur Sarana Teknologi : Parlin Napitupulu

Waktu itu, selain Ketua dan Wakil Ketua, belum ada jabatan Deputi (Eselon 1) di BPPT. Baru pada 1982 diadakan restrukturisasi ini, Suleman menjabat Deputi Bidang Analisa Sistem, sebelum menjadi Deputi Bidang Pengkajian Industri.

Selama setahun PAL berstatus Perum, adalah masa transisi untuk menjadi Persero. Dalam masa ini PAL belum mengerjakan proyek-proyek pembangunan kapal baru. Suleman baru merintis kontrak-kontrak kerjasama alih teknologi rancang bangun kapal dengan pihak luar negeri.
R. Boediwahono, mantan General Manager Divisi Kapal Perang PT PAL, mengungkapkan bahwa sekitar tahun 1979 sudah ada tim yang melakukan kegiatan untuk mengembangkan PAL menjadi industri rancang bangun kapal. "Tapi setahu saya kegiatan itu sebagian besar dilakukan di Jakarta dan Jerman", ungkap Boediwahono, yang kala itu bekerja di Bagian Harkan Perum PAL. "Saya cuma melihat anggota tim sering datang meninjau PAL. Di antaranya yang saya ingat adalah : Pak Suleman, Pak MSM Harahap, dan Pak Hariadi (Soemarsono)". Sesekali juga datang ke sana.

Memang, kegiatan-kegiatan Suleman dan timnya dalam mengembangkan PAL waktu itu masih berbasis di Jakarta. Termasuk kegiatan membuat konsep pembangunan fasilitas-fasilitas modern untuk memproduksi kapal. Pal waktu itu merupakan galangan tua, dan secara tradisional hanya melayani Harkan kapal-kapal perang TNI-AL. "Maka kami harus lebih dulu mereformasi PAL agar menjadi galangan modern", tukas Suleman. "Kita harus tingkatkan dahulu fasilitasnya, kemampuan engineeringnya, juga sumberdaya manusianya, dengan mengadopsi sistem rancang bangun dan Harkan kapal yang sudah berjalan baik  di negara maju".

Dari pemikiran itu, Suleman merintis kerjasama dengan galangan-galangan di Jerman, untuk membuat konsep pembangunan fasilitas manufaktur kapal perang, dan dengan Jepang untuk kapal niaga.
Pada kurun waktu yang sama, Suleman menyiapkan konsep disain kapal yang akan di bangun di PAL. Untuk itu direktur sejumlah insinyur dari perguruan tinggi di Indonesia.
Langkah strategis lain yang ditempuh Suleman adalah menjalin kerjasama untuk menggarap proyek pembangunan kapal dengan galangan yang sudah maju di luar negeri. Sambil menyiapkan personil untuk menguasai teknologi rancang bangun kapal.
Waktu itu organisasi Perum PAL masih tambal sulam. Sebagai Direktur Teknologi, Suleman belum punya struktur organisasi. Baru pada pertengahan November 1979, di adakan pengangkatan sejumlah Staf Direktorat Teknologi (Dittek) Perum PAL, untuk mengantisipasi meningkatnya kegiatan PAL khususnya dalam menangani proyek-proyek pembuatan kapal. Staf tersebut adalah :
 * Kasubdit Engineering : Dipl. Ing. MSM Harahap
 * Kasubdit Senjata dan Elektronika : Mayor Ir. Wulang Widada
 * Kasubdit Litbang : Dipl. Ing. Budiarta Soeradhiningrat
Tanggal 7 Desember 1979, Suleman mendampingi Habibie untuk melakukan expose di Markas Besar TNI-AL. Di situ Habibie mengemukakan bahwa bagaimanapun PAL lahir dari kandungan TNI-AL, dan Harkan akan menjadi market terbesarnya. Lebih jauh, kata Habibie, status PAL perlu dirubah menjadi PT (Persero) supaya tidak membebani "ibunya".

Selanjutnya, 11 Desember 1979, diadakan rapat yang di pimpin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) J.B. Sumarlin, membahas tindak lanjut atas petunjuk Presiden bahwa PAL harus di rubah menjadi PT agar lebih luwes. Suleman menghadiri rapat tersebut. Peserta rapat antara lain adalah Mar'ie Muhammad (yang waktu itu masih Direktur/Pejabat Eselon II di Departemen Keuangan), Parlin Napitupulu, Hamid, Yogi, Laksamana Pertama Parapat, dan Abdurachman. Di antara keputusan tersebut adalah membuat konsep struktur permodalan, menyiapkan susunan direksi atas usul Dephankam dan Habibie, serta membentuk tim evaluasi yang terdiri dari Parapat, Mar'ie Muhammad, Abdurachman, serta unsur dari BPPT dan PAL.

Awal Maret 1980, Suleman menghadiri rapat panitia pemprosesan PAL Persero. Rapat yang di pimpin Dirjen ILMD Departemen Perindustrian Suhartoyo ini untuk menentukan modal dasar dan nama perusahaan PT PAL Indonesia.

Akhirnya dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1980 dan dengan Akte Pendirian tertanggal 15 April 1980, PAL resmi menjadi Persero. Satu babak lagi terlewati.

PT PAL, Kemandirian Negeri Bahari (1)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...