Halaman

BATAN Menghapus Wajah Seram Nuklir

Suatu ketika, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Dr. Hudi Hastowo, mendapat pertanyaan lumayan pelik dari mitra kerjanya, Prof. Tomihiro Taniguchi: “Saya dengar, wakil presiden Anda tidak setuju dengan pembangunan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) di Indonesia?”
Mendapat pertanyaan seperti itu, Hudi maklum. Memang sudah menjadi tugas Taniguchi untuk bertanya masalah keamanan nuklir. Taniguchi adalah Deputi Direktur Jenderal dan Kepala Departemen Keamanan dan Keselamatan Nuklir pada International Atomic Energy Agency (IAEA), sebuah organisasi antar pemerintah di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Hudi, sebagai anggota Standing Advisory Group on Nuclear Energy (SAGNE), rutin mengunjungi markas besar IAEA di Vienna, Austria. Setidaknya setahun sekali Hudi bertemu dengan pejabat IAEA. SAGNE adalah panitia tetap yang bertugas memberikan masukan kepada Direktur Jenderal IAEA tentang perkembangan teknologi PLTN di dunia.
Nah, pada kunjungan Hudi, awal April lalu, ia mendapat pertanyaan tersebut. “Saya jawab, Bapak jangan salah sangka. Beliau mengatakan itu bukan sebagai seorang wakil presiden, melainkan sebagai salah satu kandidat presiden untuk pemilu mendatang,” kata Hudi. Perkembangan nuklir di Indonesia, Hudi melanjutkan, memang menjadi perhatian dunia.
Niat membangun PLTN di Tanah Air memang sering kembang-kempis. Ketika dilanda krisis energi, nuklir mulai ditimbang-timbang sebagai jalan keluar. Namun, ketika masa kampanye tiba, kata “nuklir” seakan menjadi barang haram. Tak pelak lagi, wajah nuklir memang masih terlihat seram. Yang terbayang tentang nuklir, kalau tidak bom atom Hiroshima atau bocornya reaktor nuklir Chernobyl, adalah munculnya beragam monster mutant akibat limbah nuklir dalam film fiksi ilmiah.

Padahal, beragam kejadian alam sehari-hari banyak yang melibatkan proses nuklir. “Misalnya saja, sinar mata-hari yang menghangatkan bumi sebenarnya proses radiasi nuklir dengan pancaran berbagai senyawa partikel atom,” kata Hudi. Hanya saja, berkat atmosfer yang menyelubungi bumi, sinar ultraviolet tak sampai merusak kulit.
Asas manfaat yang besar itulah yang menjadi pedoman Batan dalam menghasilkan beragam produk yang dapat langsung dipakai masyarakat. Prinsip yang dianut Batan adalah meningkatkan dan memanfaatkan energi nuklir dengan mengurangi sisi negatifnya. Dan, fokus utama pengembangan teknologi nuklir Batan terkait dengan masalah pangan, energi, kesehatan, industri, dan sebagainya.
Dari situ, ada tiga pilar utama yang menjadi prioritas, yaitu pangan, energi, dan air. Kegiatan Batan diarahkan ke sana. Intinya, dalam istilah Hudi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir bagi kemaslahatan umat.

Di bidang pangan, misalnya, jangan heran jika nasi yang disantap setiap hari berasal beras yang dihasilkan dari proses radiasi nuklir. Batan telah mengembangkan dan mengolah tanaman pangan dengan teknik radiasi nuklir sejak berwujud bibit hingga berbuah. Itu termasuk masalah pupuk, perkembangan tanaman, dan upaya agar cepat berbuah. Singkat kata, dengan teknologi iptek nuklir, pertumbuhan pangan bisa dipercepat.
Salah satu varietas unggul itu adalah padi Mira-1, yang banyak diminati petani. Mira-1 mampu menghasilkan panen rata-rata 9-11 ton per hektare, dengan produksi gabah kering giling mencapai 6-7 ton per hektare. Karena itu, masyarakat tidak perlu takut, karena metode iptek nuklir sangat higienis, tidak berbahaya, dan berkualitas tinggi.
Di bidang kedokteran, Batan juga menghasilkan banyak kemajuan. Salah satunya, untuk menghadapi penyakit kanker, pasien tak sebatas menjalani operasi atau kemoterapi, melainkan juga harus mendapat pengobatan radiokemoterapi. Metode ini diperlukan untuk membersihkan jaringan sel kanker yang mungkin masih tertinggal pasca pembedahan. “Kalau dioperasi, sel kanker yang hilang mencapai 95%. Agar 5% sisanya dapat diberantas, digunakanlah metode kemoterapi yang digabung dengan radiasi tadi,” tutur Hudi.
Contoh lainnya adalah penyakit gondok. Batan telah menerapkan terapi gondok dengan metode radiasi nuklir (lihat: Dari Mira Hingga Rendang Enam Bulari). Tubuh pasien disuntik dengan unsur radiasi agar bisa melacak jejak-jejak gondok.
Tak hanya itu. Teknologi nuklir, dengan pengolahan yang tepat, bahkan dapat mendeteksi kondisi janin di perut ibu. “Ada serangkaian tes hormon yang dapat dilakukan di luar tubuh, sehingga dapat diketahui janin yang ada sehat atau tidak,” kata Hudi.
Semua terapi nuklir itu dikerjakan dengan mutu standar yang terukur dan telah mengalami serangkaian tahap uji coba serta memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan. Karena itu, Batan tak sembarangan melakukan penelitian dan memproduksi peralatan. Produk Batan juga harus mudah dan bermanfaat bagi masyarakat dan dunia usaha serta memiliki nilai jual di pasar.
Untuk urusan keselamatan, Batan tidak main-main. Sebelum dilempar ke masyarakat, produk Batan harus melewati rangkaian uji coba keamanan dan kesehatan. Untuk itu, setidaknya ada dua lembaga yang terkait langsung, yakni Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) dan Bapeten (Badan Pengawas Teknologi Nuklir).

Berbagai produk Batan itu harus lulus berbagai ketentuan yang ditetapkan Badan POM dan Bapeten. “Jadi, Batan tidak langsung memberi produknya untuk dipakai masyarakat, tetapi harus melalui tes yang dilakukan para dokter di bidang nuklir dan lolos berbagai uji serta peraturan dua lembaga itu,” ujar Hudi.
“Inspektur Bapeten terus melakukan pengawasan kepada para pemegang izin pengolahan nuklir di seluruh Indonesia, termasuk Batan,” kata Kepala Bapeten, Dr. As Natio Lasman, kepada wartawan gatra Lufti Avianto.
Menurut As Natio, peralatan yang ada di Batan telah disertifikasi dan selalu dicek standardisasinya agar sesuai dengan persyaratan teknis yang telah ditentukan. “Itu termasuk para pekerja. Mereka harus punya surat izin bekerja sebagai petugas proteksi radiasi dari Bapeten,” kata As Natio.
As Natio juga mengatakan, bila sudah beredar di masyarakat, maka produk tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Badan POM yang berkoordinasi dengan instansi terkait. Namun, menurut As Natio, tidak semua produk yang diradiasi bisa mudah dilepas ke pasaran. Ini memerlukan standar internasional, memenuhi sejumlah ketentuan dan syarat. “Jadi, tidak membahayakan, baik bagi pekerja, konsumen, maupun lingkungan hidup,” ujar As Natio.
Kewenangan Bapeten adalah memastikan bahwa proses itu berjalan sesuai dengan kondisi yang ditentukan. Contohnya, cairan radioaktif yang dimasukkan ke tubuh untuk keperluan terapi atau diagnosis harus memiliki izin dari Departemen Kesehatan. “Tapi proses pembuatannya harus tetap melalui Bapeten,” kata As Natio.
Sejauh ini, menurut As Natio, berbagai produk dan peralatan Batan tak ada yang bermasalah. “Yang saya sayangkan justru masih ada sikap pembodohan dan antinuklir,” As Natio menambahkan. Soalnya, walaupun penerapan teknologi nuklir untuk kesehatan dan industri dapat diterima dengan baik, “Kalau bicara PLTN, nanti dulu. Itu kan aneh,” tutur As Natio.
Apa boleh buat, Batan memang masih berjuang agar PLTN dapat diterima secara utuh di masyarakat. Berbagai produk nuklir itu memang menjadi andalan Batan untuk menunjukkan teknologi nuklir, yang akan sangat berguna bagi kemanusiaan bila dikelola dengan cermat. “Banyak hal yang bisa kita kerjakan dengan nuklir,” kata Hudi.
Untuk itu, Hudi memohon kerja sama dengan semua pihak yang terkait. Namun, sayang, untuk saat ini, para elite politik negeri ini sedang sibuk dengan kepentingan politik masing-masing. Bahkan, untuk sementara, sejumlah politikus yang awalnya mendukung program nuklir berbalik arah 180 derajat.
Toh, itu tidak menjadi masalah bagi Batan. “Yang jelas, hingga saat ini belum ada perintah kepada saya untuk menghentikan pembangunan PLTN,” ujar Hudi. Untuk itu, di samping terus menelurkan berbagai produk inovatif, Batan juga berbenah diri menyiapkan PLTN.
“Kami sudah siap dan terus menyiapkan sumber daya manusia yang ada,” kata Hudi. Apalagi, tahun depan Batan bakal mendapat tamu istimewa. Sejumlah petinggi IAEA akan berkunjung ke Indonesia. “Mereka akan mengadakan peninjauan dan sertifikasi terhadap pelaksanaan nuklir di Indonesia,” tutur Hudi.
Penerapan teknologi nuklir untuk kemanusiaan, menurut Hudi, tak terelakkan lagi jika tidak ingin ketinggalan. “Semua ini arahnya adalah menciptakan inovasi,” kata Hudi. Saat ini, perekonomian nasional tak bisa hanya mengandalkan sumber daya alam. “Juga harus ada nilai tambah dari produksinya. Salah satunya, dengan tambahan teknologi iptek nuklir. Intinya, bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal,” Hudi menegaskan.

(Gatra)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...