Bekerja untuk perusahaan kenamaan di Jepang, Eko Fajar Nurprasetyo tidak lupa Tanah Airnya. Panggilan untuk pulang itu datang setelah ia menyelesaikan studi strata satu hingga tiga di negara yang terkenal dengan kecanggihan produk elektroniknya itu. "Saya kembali ke Indonesia tahun 2006," kata Eko.
Keputusannya untuk hengkang dari Sony LSI membuat pimpinan perusahaan tersebut terkejut. Bahkan, sang presiden direktur ingin mendapat penjelasan langsung dari Eko. "Beliau mengatakan jika masalahnya gaji, itu bisa dirundingkan."
Kendati demikian, keputusan Eko sudah bulat. Ada tiga hal yang menguatkan hatinya untuk pulang.
"Ibu saya sudah sepuh sementara kedua adik juga berdomisili di luar negeri," jelasnya.
Eko merasa dirinya harus mengalah. Apalagi, dialah yang paling lama merantau ke negeri orang.
"Saya juga ada keinginan membesarkan kelima anak dengan atmosfer masyarakat Muslim."
Saat itu, Eko tengah menjabat sebagai distinguished engineer Sony LSI. Ini posisi yang sangat strategis sebab merekalah yang menentukan inovasi produk perusahaan semi-konduktor-itu.
Eko meraih jabatan itu di usia 33 tahun setelah tiga tahun bergabung dengan Sony LSI. Ia dipromosikan untuk meninggalkan posisi scientist terkait hasil riset dan pengembangannya yang mengesankan.
"Saya orang termuda dan satu-satunya warga negara asing di grup beranggotakan 40 ilmuwan penentu produk teranyar di perusahaan itu."
Rasa ingin pulang, kencang memanggil Eko setelah dua tahun menjadi distinguished engineer. Di depan presiden direktur (presdir) Sony LSI, ia pun menceritakan kegelisahannya.
"Selama ini, saya berkontribusi untuk Jepang, belum untuk negara saya," ujar Eko yang di usia 18 tahun memulai usaha penyediaan daging halal ke berbagai sudut Kyushu dan kini ke seantero Jepang.
Presdir Sony LSI menerima keputusan Eko. Akan tetapi, ia diminta untuk tidak pindah ke perusahaan sejenis. Maklum saja, di otaknya telah terekam informasi strategis pengembangan produk perusahaan itu.
"Meskipun sudah berhenti, Sony LSI masih mengirimkan gaji saya selama enam bulan pertama. Ini sesuatu yang langka di Jepang."
Industri desain chipset
Pulang ke Indonesia tahun 2006, setahun kemudian Eko mendirikan design house semikonduktor, Versatile Silicon Technology. Pelanggannya mayoritas orang Jepang. "Kami mendesain IC untuk power controller produk power supply komputer dan cukuran janggut serta image processor untuk barcode scanner."
Tahun 2008, Eko melihat kesempatan untuk mendesain cip Wimax. Ia memang masih harus memproduksinya di luar negeri. "Tetapi, cip itu menjadi produk pertama yang memakai merek Indonesia dan inilah satu-satunya perusahaan di Asia Tenggara yang mendesain cip untuk Wimax."
Kini, Eko kesulitan memenuhi permintaan pasar. Ia memimpikan Xirka, perusahaan desainer chipset pertama di Indonesia itu, tak berjalan sendirian di bisnis ini.
"Minimal harus ada sepuluh perusahaan sejenis," cetus pria kelahiran Tangerang, 26 September 1971 ini.
Harapan Eko bukan sesuatu yang muluk, sejatinya. Apalagi, di percaturan dunia, negara yang memiliki industri semikonduktor jauh lebih dihargai.
"Sayangnya, kebanyakan orang masih berkonsentrasi di hilir, tidak serius menggarap industri hulunya."
Semua negara maju, lanjut Eko, memiliki industri semikonduktor. Teknologi ini sangat penting untuk kemandirian bangsa. "Semikonduktor merupakan teknologi yang menjadi pintu masuk bagi kemunculan teknologi lain."
Eko menuturkan internet, ponsel, bahkan energi listrik tak akan ada tanpa semikonduktor. Sebaliknya, begitu ada produsen semikonduktor, Indonesia bisa bergegas. "Kita sebetulnya membuatnya sendiri saat suku cadang roket militer kita yang masih diembargo," ucap Eko yang sempat kuliah di jurusan Teknik Informatika, ITB sebelum meraih beasiswa ke Jepang.
Eko memaparkan saat ini Indonesia tercatat sebagai satu-satunya negara anggota
Group of Eight (G8) yang belum memiliki industri semikonduktor. Dengan adanya industri tersebut, Eko yakin Indonesia akan lebih maju. Kekayaan alam negeri ini pun bisa diolah dengan produk dalam negeri.
Alumnus Kyushu University, Jepang ini berpesan pada ilmuwan Indonesia yang bekerja untuk perusahaan asing agar tetap mempertahankan rasa cinta Tanah Air. Lalu, upayakan bekerja sebaik mungkin sampai mendapatkan pengakuan kompetensi. "Begitu masuk ke lingkaran dalam, kita bisa mengambil ilmu sebagai bentuk transfer teknologi."
Eko merencanakan 5 sampai 10 tahun mendatang Indonesia bisa memiliki pabrik silikon sendiri. "Harus direncanakan dengan matang dan kolaboratif jika tak ingin usaha ini ambruk di tengah jalan."
Kini, ada 70 insinyur yang menjadi binaan Eko. Hanya saja, tak banyak yang dapat memenuhi cita-cita pria yang hobi berkebun ini. "Paling hanya tujuh orang yang tampaknya bisa menjadi pengusaha masa depan”.
Atas prakarsanya di dunia chipset lokal, Eko mendapat Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) 2010. Penghargaan ini hanya diberikan untuk peneliti yang menciptakan inovasi kreatif.
"Setelah itu. suara saya mulai lebih didengar." celetuk ilmuwan yang belum lama berselang dipanggil menghadap Wapres Boediono.
(Republika)
0 komentar:
Posting Komentar