Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) merupakan cikal bakal pesawat pengintai Indonesia. Pesawat yang diberi nama Wulung ini dikembangkan Badan pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Wulung yang dikembangkan saat ini dua buah prototipe, yaitu PA3-100 dan PA4-100 dilengkapi on board systemtelemetry. Takketinggalansistem ground control station yang menampilkan data transfer dari on board systemtelemetrysecara langsung. Wulung yang dirancang memiliki kecepatan cruise 80 knot ini dan jangkauan terbang 30 km.
’’Wulung untuk mewujudkan adanya wahana terbang yang mempunyai risiko kecil, hemat biaya, dan efektif dalam pengoperasiannya, baik untuk kepentingan sipil maupun militer. Selain itu,Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas,” papar Manajer Program PUNA BPPT Bambang Mulyadi.
Wulung dikembangkan dari reverse engineering pesawat nir awak yang sudah ada itu kemudian berkembang ke arah pembuatan desain sendiri yang sesuai design requirement & objective(DR&O) yang dibutuhkan sejak 2002. Sementara itu, PUNA dengan singleboommulai dikembangkan pada 2004 dengan desain airframe.Kemudian, pembuatan prototipe dilanjutkan dengan pengembangan sistem telemetri dan mission payload.
Prototipe yang sedang kami bangun rancang bangunnya konfigurasi T-Tail, inverted V-Tail. Pengembangan airframe terus dilakukan untuk mengetahui karakteristik terbang yang terbaik untuk berbagai keperluan,”ujar Bambang.
Konfigurasi T-Tail dirancang untuk mempunyai kecepatan jelajah 80 knot dengan jangkauan terbang 30 km. Pada 2006, pengembangan PUNA telah mencapai tahap pengembangan sistem Uji Terbang PA31 dan PA4100 telemetri (untuk saat ini masih terbatas pada 4 parameter). Dengan dana DIPA sebesar Rp1,3 miliar, PTIPKBPPT bekerja sama dengan UKM Djubair & PT Aviator telah berhasil mengembangkan dua buah prototipe PUNA Wulung, yaitu prototipe singleboom dengan T-tail dan prototipe singleboom dengan Inverted V-Tail.
Keduanya dilengkapi sistem telemetri onboard ditambah ground control station yang menampilkan data transfer dari onboard system telemetry secara langsung. ’’Pengembangan tersebut dilakukan dengan 25 jam pengujian yang terdiri atas uji statis, dinamis, dan terbang,”ujarnya.
Bambang menambahkan, ke depan,PUNA akan menghasilkan prototipe yang dapat terbang secara autonomous dengan lama terbang hingga mencapai enam jam dengan jangkauan terbang 30 km. Dari sana, akan mulai dilakukan pengembangan sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan negara akan wahana survei menyeluruh. Itu dibutuhkan untuk pengawasan (surveillance and reconnaissance) di perbatasan negara, keperluan sipil seperti pengamatan kebocoran pada SUT PLN, maupun sebagai wahana penunjang penelitian hujan buatan.
Produk teknologi dirgantara yang dikembangkan ini diharapkan dapat mengatasi dan mendukung kebutuhan operasional untuk pengawasan dan observasi dari udara, baik untuk keperluan sipil maupun militer yang merupakan bentuk ketahanan nasional. Kepala Bidang Matra Udara BPPT Rifai Ahmad menyatakan bahwa beberapa manfaat PUNA, di antaranya mendeteksi pencemaran laut serta kebakaran hutan dan perkebunan.
PUNA pun bisa difungsikan mendeteksi perubahan cuaca dan bencana alam,membuat gambar lokasi atau pemetaan, inspeksi kabel transmisi listrik,inspeksi jalur pipa minyak dan gas, serta mengawasi jalur transportasi darat dan laut dari berbagai macam gangguan, hingga mendukung operasi SAR. ’’Target untuk 2007 ini, PUN??A memiliki teknologi autonomous dengan jangkauan 70 km dan uji terbang dengan endurance empat jam.
Sementara itu, sasaran pada 2008, pengembangan pada autonomous dan payload system, auto pilot dengan jangkauan 120 km, dan uji terbang dengan endurance enam jam. Pada 2009 mendatang, diharapkan dilakukan penyempurnaan pada autonomous serta payload systemdan uji terbang,”paparnya.
Peneliti PUNA BPPT Jemie Mulyadi menyatakan, PUNA jenis Wulung saat ini sudah mampu terbang secara mandiri dan cukup dikendalikan dari remote control. Wulung bisa digunakan untuk survei dan pengawasan wilayah dengan menggunakan kamera infra merah. BPPT telah melakukan uji terbang pada Wulung ini,yaitu take off langsung ke highaltitude, melakukan misi cruise pada high altitude, kemudian decend dari high altitude langsung mendarat.
Saat ini, beberapa jenis pemotretan yang bisa dihasilkan, di antaranya pemotretan udara pada area yang luas, pengukurankarakteristikatmosfer, pemantauan kebocoran pada kabel listrik tegangan tinggi (SUTET). Sementara itu, untuk PUNA jenis Jalak sedang dalam proses penyelesaian dengan kemampuan terbang take off langsung ke low altitude, selanjutnya melakukan misi flight pada high altitude, lalu decend dari lowaltitude langsung mendarat.
PUNA jenis ini memiliki kelebihan mampu melakukan pemotretan udara pada area yang luas, tapi dengan pendekatan yang tidak bisa dideteksi oleh lawan, begitu pula saat meninggalkan area intaian. ’’Di sini dituntut sebuah pesawat yang konfigurasi high manuverability, jadi konfigurasi low wing,” tutur Jemie Mulyadi. Jenis lainnya, yakni PUNA Alap-Alap yang masih dalam penyelesaian, dengan kemampuan take off langsung ke high altitude, melakukan misi flight pada low altitude,kemudian decenddari high altitudelangsung mendarat.
PUNA ini dirancang mampu melakukan misa untuk melakukan pemotretan udara pada area yang kecil, pengintaian jarak dekat sebuah sasaran, misalnya pemantauan pembalakan liar di hutan-hutan maupun pencurian ikan di lautan. Terakhir,PUNA jenis Laron yang juga dalam proses penyelesaian memiliki misi take off vertikal ke atas, hovering pada medium high altitude, serta melakukan misi pada hovering altitude tersebut, kemudian decend vertical langsung mendarat. ’’Peluang pasar dari teknologi ini bisa mulai digunakan oleh TNI, POLRI, dan instansi pemerintah yang terkait maupun swasta,” ujarnya.(abdul malik)
seputar-indonesia
0 komentar:
Posting Komentar