Halaman

Mobil Rusnas, Kendaraan Ringan Rancangan Suparto Soejatmo

Kemampuan melakukan rancang bangun kendaraan bermotor kini bukan lagi monopoli negara-negara maju. Para ahli dan praktisi otomotif nasional pun kini sudah mampu menciptakan platform kendaraan bermotor roda empat yang seluruh proses penciptaannya mulai dari perancangan sampai pembangunannya dilakukan sendiri oleh putra-puteri anak bangsa.

Kemampuan rancang bangun produk otomotif itu tidak hanya terbatas pada kendaraan roda dua (sepeda motor), tetapi juga pada kendaraan bermotor roda empat atau mobil. Salah satu produk kendaraan bermotor roda empat hasil karya cipta anak bangsa itu diantaranya adalah Mobil Sunny 500 yang oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diberi nama Mobil Rusnas (Riset Unggulan Strategis Nasional). Mobil hasil rancangan Suparto Soejatmo, seorang ahli desain dan perekayasaan otomotif yang juga Presiden Direktur PT Indo Techno Mandiri itu, kini telah selesai dibuat satu unit prototipenya melalui kerjasama dengan BPPT.

Kendaraan ringan yang rangkanya terbuat dari pipa baja sedangkan badan mobil (body)-nya terbuat dari bahan fiber glass dan digerakkan dengan mesin bensin dua silinder berkapasitas 500 cc itu merupakan hasil karya rancang bangun Suparto beserta tim. Suparto sendiri yang merancang mesin mobil Sunny 500 yang kemudian dibangun bersama tim BBPT sehingga dihasilkan engine Rusnas. Keistimewaan mesin Rusnas itu, selain irit konsumsi bahan bakarnya juga dapat menggunakan dua jenis bahan bakar, yaitu bahan bakar bensin atau Bahan Bakar Gas (BBG) dari kelompok Compressed Natural Gas (CNG). Kendaraan ringan yang dirancang secara khusus oleh Suparto untuk memenuhi kebutuhan angkutan di lingkungan kompleks perumahan dan untuk angkutan pedesaan, mampu melaju dengan kecepatan 60-70 km per jam. “Sebetulnya saya sudah mencoba kendaraan ini dengan kecepatan hingga melebihi 100 km per jam, namun mengingat kendaraan ini bobotnya sangat ringan karena terbuat dari rangka pipa baja dan body dari fiber glass, maka kecepatannya harus dibatasi hanya sampai 60-70 km per jam agar penggunaanya tetap aman dan nyaman. Sebab, kalau kecepatannya jauh di atas 100 km per jam, mobil ini bisa melayang mengingat bobotnya yang ringan,” kata Suparto.

Dengan alasan itu pula, Suparto merekomendasikan agar kendaraan tersebut tidak dipergunakan di jalan tol atau jalan raya bebas hambatan lainnya karena kalau kendaraan ini berpapasan dengan truk atau bus yang melaju dengan kecepatan tinggi bisa timbul efek negatif yang tidak diinginkan.

Kegiatan rancang bangun mesin bukanlah sesuatu yang asing bagi Suparto. Sebab, ketika masih bermukim di Italia, Suparto pernah merancang mesin mobil dengan kapasitas 1500 cc dan 1600 cc serta memproduksi prototipe mesin hasil rancangannya itu dengan menggunakan dana sendiri. Bahkan rancangan mesin berkapasitas 1500 cc dan 1600 cc itu suatu ketika pernah diperlihatkan kepada mantan Presiden Habibie pada saat beliau berkunjung ke Italia.

Sedangkan mesin Rusnas sendiri mulai dirancang Suparto sejak tahun 2001 ketika dia sudah bermukim kembali di Indonesia. Secara kebetulan Menristek/Kepala BPPT ketika itu (tahun 2003), Hatta Rajasa berkunjung ke workshop Suparto di Jakarta dan berkesempatan melihat mesin Sunny 500 hasil rancangan Suparto. “Menristek tertarik mesin Sunny 500 hasil rancangan saya dan menyatakan Kementerian Ristek/BPPT siap membiayai pembuatan mesin yang kemudian disebut mesin Rusnas,” kata Suparto mengenang perjumpaannya dengan Menristek/Kepala BPPT Hatta Rajasa.

Setelah mesin Rusnas berhasil dibangun bersama dengan tim BPPT, Suparto mulai berpikir untuk menggunakan mesin tersebut untuk menggerakkan kendaraan/mobil. Karena itu, Suparto kembali memutar otaknya untuk merancang sebuah kendaraan yang dapat digerakkan dengan mesin Rusnas 500 cc itu. Setelah mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi, bisnis dan sosial kultural masyarakat Indonesia, akhirnya Suparto memutuskan untuk membangun mobil ringan dengan bahan rangka dari pipa baja dan material body terbuat dari fiber glass. Kedua jenis bahan tersebut dipilih setelah mempertimbangkan berbagai aspek di atas dengan harapan harga jual mobil ringan itu bisa terjangkau oleh masyarakat khususnya di pedesaan.

Menurut Suparto, hasil rancangan mobil ringan itu sebetulnya bisa saja diproduksi secara massal untuk mengisi pasar otomotif di dalam negeri. Namun sejauh ini Suparto mengaku pihaknya tidak memiliki modal kerja yang cukup untuk memproduksi mobil tersebut, kecuali kalau ada calon investor yang berminat memodali produksi kendaraan ringan tersebut secara massal. “Mengenai harga jualnya, tentu sangat relatif. Sebab hal itu sangat tergantung kepada volume produksinya. Semakin besar volume produksinya maka semakin dapat ditekan harga jualnya,” kata Suparto seraya menambahkan kalau skala ekonomis produksi Mobil Rusnas dapat dicapai maka mobil tersebut dapat dijual kepada umum dengan harga di atas Rp 30 juta.

Sejauh ini, Suparto melalui PT Indo Techno Mandiri miliknya telah berhasil mengembangankan tiga varian Mobil Rusnas, yaitu sedan, pick up (bak terbuka) dan minibus. Mobil ringan tipe sedan Rusnas sendiri memiliki kapasitas tempat duduk untuk empat orang penumpang dan mampu mengangkut barang seberat 200 kg. Untuk meningkatkan kemampuan mobil, mesin mobil sedan Rusnas dapat ditingkatkan kapasitasnya menjadi 650 cc. Dengan kapasitas mesin yang relatif kecil seperti itu, maka konsumsi bahan bakar bensin pun bisa dihemat. Konsumsi bahan bakar bensin mobil Rusnas cukup irit, yaitu 1 liter bensin dapat digunakan untuk menempuh jarak sejauh 30 km. Fitur ini sangat penting karena dewasa ini harga BBM di dalam negeri terus mengalami kenaikan sejalan dengan naiknya harga minyak bumi dunia dan dipangkasnya subsidi BBM oleh pemerintah.

Kemampuan Suparto dalam melakukan rancang bangun kendaraan bermotor memang tidak datang begitu saja. Latar belakang pendidikan dan segudang pengalaman bekerja di industri otomotif dunia telah memungkinkan Suparto untuk membuat karya cipta berupa rancang bangun mobil yang diilhami dari gagasan-gagasannya sendiri.

Suparto yang mantan PNS di Departemen Perindustrian itu sempat menempuh pendidikan di Waseda University, Tokyo, Jepang di bidang mesin dan engineering. Seusai menamatkan kuliah di Waseda University, Suparto tidak langsung pulang ke Indonesia melainkan tetap tinggal di Jepang dan bekerja di sebuah perusahaan otomotif negeri Sakura itu.

Pengalaman di bidang mesin dan perekayasaan otomotif juga diperoleh Suparto dari sejumlah perusahaan industri otomotif di berbagai negara. Sebab, setelah bermukim selama kurang lebih 13 tahun di Jepang, Suparto sempat bermukim di sejumlah negara Eropa untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan otomotif kelas dunia. Salah satu perusahaan otomotif Eropa yang pernah menjadi tempat kerja Suparto adalah Lamborghini di Italia.

Suparto juga pernah bekerja sebagai mekanik pada perusahaan pengelola balapan mobil terkemuka di dunia Formula 1 (F1) pada tahun 1970-an dan sempat mendirikan usaha sendiri yang bergerak di bidang mobil balap (motor sport).

Kini di usianya yang sudah tidak muda lagi, Suparto yang merupakan kakak kandung dari mantan pembalap nasional Tinton Suprapto itu menjalankan perusahaan Research and Development (R&D) di bidang desain dan perekayasaan yang diberinya nama PT Indo Techno Mandiri. Sumber : Majalah Kina (No.2-2008) Departemen Perindustrian RI

Read more...

Dasep Ahmadi Berlomba Melawan Waktu untuk Selesaikan Mobil Listrik Nasional

Bikin Tiga Varian agar Harga Terjangkau Rakyat

Dasep Ahmadi, satu di antara lima anak negeri yang kini bersiap melahirkan mobil listrik nasional. Bersama tim, Dasep harus bekerja keras untuk menyelesaikan proyeknya itu dalam tiga bulan ke depan sebagaimana ditargetkan oleh Presiden SBY.

BANGUNAN di pinggir Jalan Jatimulya, Kampung Sawah, Depok, itu tidak terlalu besar untuk ukuran sebuah pabrik, hanya sekitar 20 x 40 meter persegi. Di tembok depan yang bercat biru terdapat papan nama perusahaan: PT Sarimas Ahmadi Pratama.

Masuk ke bangunan utama, terdapat ruang tamu sederhana dengan meja kaca dan empat kursi. Di samping kiri terdapat sebuah ruang pertemuan. Di sisi kanan adalah ruangan yang difungsikan untuk kantor. Beberapa karyawan yang rata-rata berusia muda dengan seragam abu-abu tampak serius bekerja di depan layar komputer.

Di ruang tamu tampak penuh dengan piagam penghargaan yang diterima Dasep. Misalnya, Teknopreneur Award 2009, Penghargaan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie 2009 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Adhicipta Rekayasa 2010 dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

Ada satu lagi penghargaan yang cukup mencolok dengan foto Dasep menerima ucapan selamat dari Presiden SBY. Yakni, Penghargaan Rintisan Teknologi 2010 dari Kementerian Perindustrian RI. "Di tempat inilah kami mendesain dan mengembangkan mobil listrik nasional," ujarnya mengawali pembicaraan dengan Jawa Pos Senin (28/5) lalu.

Kesan pertama yang bisa ditangkap dari sosok Dasep, dia tampak cerdas. Gaya bicaranya cepat, tapi tetap runtut dan detail. Sepintas agak mirip dengan gaya bicara mantan Presiden B.J. Habibie, namun dengan aksen Sunda yang masih terdengar.

Dasep yang oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan dijuluki "Putra Petir" itu lalu bercerita tentang perjalanan hidupnya. Lahir dan besar di Sukabumi 46 tahun silam, Dasep mengaku sejak kecil menyukai hal-hal yang berbau sains. Pelajaran kimia dan fisika yang biasanya menjadi momok bagi kebanyakan siswa justru menjadi kegemaran Dasep. Karena itu, tidak mengherankan bila nilai sempurna (10) sering dia raih untuk dua mata pelajaran eksakta itu.

Cita-cita Dasep mendalami ilmu sains makin besar tatkala diterima di Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan spesialisasi robotik. "Di ITB saya banyak belajar tentang ilmu mekanika dan elektronika," cerita dia.

Salah satu prestasi yang berhasil diukirnya semasa kuliah adalah ketika memimpin tim Pusat Teknologi Tepat Guna (Pustena) Masjid Salman ITB meraih gelar juara I Lomba Inovasi Robotika Tingkat Nasional 1987.

Lulus pada 1990, Dasep kemudian bekerja di PT Pindad. Di BUMN yang memproduksi alat perang itu Dasep masuk sebagai staf engineer di bagian machine tool production otomation. Tak lama kemudian, pada 1992, Dasep pindah ke PT Astra International sebagai senior engineer.

Karir di raksasa otomotif Indonesia tersebut mengantarkan Dasep mendapat beasiswa untuk menuntut ilmu mekanika dan otomotif di Trumpf Maschinenfabrik, Stuttgart, Jerman. Beasiswa itu berasal dari VODEMA, gabungan industri dan pabrik asal Jerman.

Pada akhir 1994, Dasep kembali ke Indonesia dan masuk ke Daihatsu Astra Motor sebagai chief engineer. Di perusahaan itulah Dasep beberapa kali mendapat kesempatan belajar teknik pembuatan mesin mobil ke Tada Plant Daihatsu Motor Corporation di Osaka, Jepang. "Pada 1998, saya keluar dari Daihatsu karena meneruskan perusahaan orang tua di bidang produksi mesin pertanian," ujar laki-laki yang mahir berbahasa Inggris, Jerman, dan Jepang itu.

Gairah untuk terus berkreasi akhirnya mendorong Dasep mendirikan perusahaan sendiri, PT Sarimas Ahmadi Pratama, pada 2004. Melalui perusahaan itu, Dasep memproduksi mesin-mesin industri. Misalnya, mesin perancangan dan pembuatan jig serta special purpose machine untuk perusahaan otomotif PT Astra Daihatsu Motor.

Di luar itu Dasep memasok mesin yang diperlukan untuk proses produksi mobil di PT Honda Prospect Motor (HPM), Yamaha Group, dan PT Yamaha Part Manufacturing Indonesia. Selain memasok keperluan industri, Dasep menyuplai kebutuhan mesin untuk praktik di Politeknik Negeri Jakarta serta beberapa sekolah menengah kejuruan (SMK).

Tak puas di dalam negeri, Dasep mengembangkan sayap bisnisnya ke mancanegara. Langkah fenomenal dicapai pada 2006. Dia berhasil mengekspor mesin untuk pembuatan mobil kepada Perodua Engine Manufacturing Sdn Bhd. Perodua adalah perusahaan otomotif lokal Malaysia. Meski lokal, Perodua bukan perusahaan sembarangan. Perusahaan itu memproduksi dan mendistribusikan beberapa produk Daihatsu di Malaysia. Perusahaan tersebut juga merupakan mitra lokal Daihatsu dan Toyota di Malaysia.

Hingga kini, Dasep sudah berkali-kali mengekspor mesin perkakas ke Perodua. Pekan lalu dia juga mengunjungi pabrik Perodua untuk mengecek kondisi mesin-mesin produksinya. "Mesin yang kami kirim pada 2006 hingga sekarang kondisinya masih baik lho," ujarnya, lantas tersenyum.

Lalu, kapan mulai menggeluti mobil listrik? Dasep mengatakan, sejak 2007 dirinya mulai merancang dan membuat produk otomotif seperti mobil gokar. Selain itu, dia pernah membuat prototipe (purwarupa) mobil jenis city car dengan kapasitas mesin 150 cc. Mobil tersebut diberi nama Mobira (Mobil Rakyat). Namun, Dasep baru mulai menggarap mobil listrik pada 2010. Itu pun masih berupa ide.

Menurut Dasep, ada banyak alasan mengapa dirinya tertarik mengembangkan mobil listrik. Pertama, mobil listrik belum dikembangkan di Indonesia, bahkan di negara-negara ASEAN yang lain. Kedua, mobil listrik ramah lingkungan karena bebas polusi atau emisi karbon. Ketiga, hemat bahan bakar. Jika dibandingkan dengan biaya untuk membeli BBM, biaya mobil listrik hanya 1/5 (seperlima) dari mobil ber-BBM.

Soal perawatan, mobil listrik juga lebih mudah. Sebab, mobil listrik tidak membutuhkan banyak onderdil berupa filter sebagaimana mobil BBM. Selain itu, mobil listrik lebih sedikit fast moving part (onderdil yang mudah aus). "Ibaratnya, kalau mobil BBM setiap 10 ribu kilometer harus ke bengkel, mobil listrik mungkin baru ke bengkel setelah 50 ribu kilometer," jelasnya.

Dasep menyebutkan, teknologi mobil listrik yang menggunakan baterai juga unik. Misalnya, saat menanjak, mobil akan menyerap energi dari baterai. Namun, begitu menurun, mobil listrik punya kemampuan mengubah energi potensial mekanis (energi gerak) menjadi energi listrik.

Tak hanya itu, saat akselerasi (kecepatan bertambah), mobil listrik akan menyerap energi dari baterai. Namun, ketika kecepatan mobil berkurang, gerak perlambatan itu bisa diubah menjadi energi yang masuk ke baterai. Baterai yang digunakan memiliki kapasitas daya 21 kilowatt hour (kwh). "Itu yang membuat mobil listrik sangat hemat energi," ujarnya.

Bagaimana pengisian baterainya? Menurut Dasep, ada dua cara pengisian. Pertama, pengisian melalui alat charger yang di-install di rumah, pabrik, atau kantor. Setiap pengisian membutuhkan waktu 4-5 jam. Itu mampu digunakan untuk jarak tempuh sekitar 140 kilometer.

Selain itu, ada sistem fast charging atau pengisian baterai dengan waktu singkat, hanya 30 menit. Bahkan, ada teknologi yang lebih singkat lagi, 10 menit. Jika mobil listrik berkembang, instalasi fast charging bisa dipasang di beberapa titik tempat publik sehingga bisa diakses oleh pemilik mobil listrik.

Dasep juga menuturkan, prototipe mobil listrik membutuhkan sepuluh tahap. Yakni, pengembangan front body, side body and door, rear body, upper body, interior, bracket (motor and transmission), finishing, assembling, inspection, dan test drive. "Nah, sekarang mobil kami memasuki tahap akhir assembling," ujarnya. Menurut Dasep, dua tahap selanjutnya, yakni inspection dan test drive, tidak akan membutuhkan waktu lama. Karena itu, dia berani menargetkan Juli nanti semua sudah selesai. "Target kami Agustus nanti sudah bisa dilakukan test drive resmi," ucapnya.

Dasep kemudian mengajak Jawa Pos ke ruang bengkel di bangunan bagian belakang untuk melihat prototipe mobil listrik kreasinya. Namun, dia mewanti-wanti agar tidak memublikasikan foto prototipe mobil itu karena memang masih rahasia dan bakal di-launching pada saat test drive resmi Agustus mendatang.

Enam mekanik berseragam abu-abu tampak mengelilingi mobil bercat dasar hijau muda. Mereka sibuk meng-install beberapa peralatan dan mesin dalam mobil. Sekilas bentuknya mirip Toyota Avanza, namun lebih kecil. Sebagai gambaran, Toyota Avanza memiliki dimensi panjang 4,120 mm, lebar 1,630 mm, dan tinggi 1,695 mm. Sedangkan mobil listrik kreasi Dasep memiliki dimensi panjang 3,450 mm, lebar 1,490 mm, dan tinggi 1,600 mm.

Dasep mengatakan, mobil listriknya memang didesain sebagai city car dengan empat tempat duduk (empat seat), sehingga bentuknya lebih kecil. Untuk dapur pacu, Dasep akan membenamkan mesin dengan kekuatan 50 horse power (HP) continue, atau setara dengan mesin berkapasitas 900 cc. "Dengan mesin itu, mobil ini bisa melaju hingga 100 atau 120 kilometer per jam," ujarnya bangga.

Rencananya, Dasep merilis tiga varian mobil listrik. Yakni, varian standar, grand, dan lux. Warna yang dipilih hitam dan putih, serta satu warna lagi dirahasiakan. "Mobil ini nanti tidak dijual mahal. Makanya, kami bikin tiga varian agar bisa menjangkau lebih banyak konsumen," katanya.

Dasep memperkirakan, bila mobil karyanya secara resmi diterima pemerintah, dirinya perlu waktu dua tahun lagi untuk menyiapkan produksi masal. Itu berarti pada 2014 mobil listrik tersebut sudah bisa dinikmati masyarakat.

Untuk mendukung obsesinya itu, Dasep menyiapkan dua pabrik di Depok dan Bogor. Selain itu, sekitar 300 perusahaan anggota Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMA) siap mendukung pengembangan mobil listrik itu. "Kebetulan, saya ketua GAMA," ujarnya.

Dasep optimistis, mobil listrik bisa sukses dikembangkan di Indonesia. Meski demikian, dia tetap membutuhkan support dari pemerintah, terutama dalam hal regulasi maupun insentif pajak. Sebab, masih ada beberapa komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri sehingga harus diimpor.

Karena itu, dia sangat gembira ketika Menteri BUMN Dahlan Iskan memberikan dukungan penuh atas proyek mobil listriknya. Bahkan, Dasep mendapat kesempatan mempresentasikan karyanya di hadapan Presiden SBY dan para menteri di Jogjakarta pekan lalu. "Pak Dahlan sendiri sudah dua kali berkunjung ke pabrik kami," katanya.

Menurut Dasep, jika proyek mobil listrik sukses, itu merupakan lompatan besar dalam sejarah industri otomotif Indonesia. "Mudah-mudahan mobil listrik ini benar-benar bisa menjadi mobil nasional. Apalagi, diproduksi di dalam negeri oleh putra-putri sendiri," tandas dia. (AHMAD BAIDHOWI). Sumber JPNN


Read more...

Garuda Kalahkan MAS, BatanTek Meng-Asia

Dahlan Iskan : Manufacturing Hope

Dua lagi perusahaan BUMN yang tahun ini melejit melampaui batas negara: PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Batan Teknologi (Persero).

Garuda, secara mengejutkan, saat ini sudah lebih besar dari Malaysia Airlines (MAS) dan Thai Airways, Thailand. Bahkan sudah lebih besar dari Air France! Value Garuda kini sudah mencapai Rp18 triliun. Sudah sekitar Rp1 triliun lebih besar dari MAS dan Thai.

Dengan demikian untuk Asia Tenggara kini Garuda tinggal kalah dari Singapore Airlines. Memang tidak ada alasan bagi Indonesia untuk serba kalah dari sesama negara ASEAN. Di antara 10 negara Asia Tenggara kekuatan ekonomi Indonesia sudah mencapai 51% sendiri. Baru yang 49% dibagi 9 negara lainnya. Di bawah direksi Garuda yang sekarang dengan Dirut Emirsyah Satar, prestasi itu akan terus bisa dipacu. Inilah direksi yang dari segi umur relatif masih muda-muda. Inilah direksi yang berada di puncak antusias dan gairahnya. Iklim seperti itu secara otomatis akan menjalar dan mewabah ke jajaran di bawah dan di bawahnya lagi.

Ekonomi Indonesia yang terus membaik memang bisa menjadi ladang yang subur bagi Garuda. Penambahan pesawat yang terus dilakukan, termasuk yang kelas 100 tempat duduk, akan membuat Garuda terbang kian tinggi. Langkah terbarunya untuk bisa dipercaya Kanada sebagai pusat perawatan pesawat Bombardier se Asia Pasifik, memberikan hope yang lebih besar lagi. Dengan demikian GMF AeroAsia, salah satu anak perusahaan Garuda, akan menjadi perusahaan kelas dunia juga. Ini karena pembuat mesin pesawat terkemuka di dunia lainnya, GE dari USA juga sudah mempercayakan perawatan mesin GE ke GMF AeroAsia. Seperti tidak kalah dengan prestasi Garuda dan enam BUMN kelas dunia lainnya (BRI, Bank Mandiri, Telkom, BNI, PGN, dan Semen Gresik) kini muncul si cabe rawit: PT Batan Teknologi.

Tahun ini di bawah Dirut baru Dr.Ir.Yudiutomo Imardjoko, BatanTek tidak hanya bisa bangkit dari kuburnya bahkan begitu bangkit langsung bisa berlari dengan kencangnya. Larinya pun ke mana-mana termasuk ke puluhan negara Asia. Padahal tahun 2010 lalu BatanTek sudah dicabut nyawanya. Ini gara-gara ada larangan internasional untuk melakukan pengayaan uranium tingkat tinggi. Ini dikhawatirkan bisa disalahgunakan menjadi senjata nuklir.

Sejak itu PT BatanTek berhenti memproduksi radioisotop. Tim BatanTek sudah berusaha mengubah proses pengayaan uranium menjadi tingkat rendah, tapi tidak mampu. Bahkan BatanTek sudah mendatangkan ahli dari USA untuk menularkan pengetahuan proses uranium tingkat rendah. Tapi juga gagal. Akibatnya rumah-rumah sakit yang selama ini menggunakan radioisotop dari BatanTek memilih membeli dari sumber lain. Semua pelanggan marah dan memutuskan hubungan. BatanTek praktis mati.

Untunglah Dr Yudiutomo datang dan menjadi dirut baru. Anak Maospati, Magetan, lulusan Fakultas Teknik Nuklir UGM ini memang bukan sembarang orang. Dia meraih gelar doktor di bidang nuklir di Iowa State University USA. Dr Yudiutomo mengajak ahli nuklir sealmamater di UGM, Dr.Ing Kusnanto untuk menjadi direktur produksi. Dr Kusnanto meraih gelar doktor nuklir dari Aachen, Jerman.

Karena PT BatanTek masih dalam keadaan sulit, sejak awal dua ahli nuklir ini memilih menghemat: menyewa satu rumah untuk dihuni berdua. Keluarga ditinggal di Yogya. Dua orang inilah yang tidak henti-hentinya berpikir bagaimana agar BatanTek bisa melakukan pengayaan uranium tingkat rendah. Siang malam dua ahli ini terus berdiskusi. Keputusan untuk tinggal satu rumah membuat diskusi mereka berlanjut setelah jam kantor sekalipun. Di rumah kontrakan itulah mereka bisa berdiskusi sampai jam 2 dini hari. Hasilnya luar biasa: mereka menemukan cara baru mengayakan uranium tingkat rendah. Bukan cara yang sudah dikenal di dunia sekarang ini, tapi cara baru yang untuk mudahnya saya beri saja nama "Formula YK" (Yudiutomo Kusnanto). Formula YK ini menggunakan prinsip electro plating. Menggantikan cara lama sistem foil target. Prinsipnya, sebelum dimasukkan reaktor nuklir uranium itu di-plating dengan rumus tertenu. Cara ini meski kelak diketahui oleh ahli lain pun akan sulit ditiru. Rumus angka-angkanya tidak akan diungkap.

Masalahnya: dari mana perusahaan dapat tambahan modal? Reaktor nuklirnya sih bisa tetap menggunakan reaktor milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang di Serpong itu, tapi banyak peralatan PT BatanTek yang harus diperbaharui atau diperbaiki. "Perlu berapa?" tanya saya saat rapat dengan dua ahli nuklir itu di Serpong. "Cukup besar pak, Rp 85 miliar," jawab Dr Yudiutomo. "Saya carikan!" Saya pun menghubungi Bank Rakyat Indonesia. Saya memang sangat kagum dan terharu melihat kejeniusan dua ahli ini. Saya bisa merasakan getaran semangatnya yang meluap. Dan saya juga melihat kilatan matanya yang menyiratkan keinginan untuk maju. Inilah ilmuwan yang memiliki kemampuan manajerial yang handal. Intelektual sekaligus entrepreneur!

Dengan penemuan baru Formula YK ini Indonesia berhasil menjadi satu-satunya negara di Asia yang mampu memproduksi radioisotop. Kini seluruh negara Asia datang ke BatanTek untuk membeli radioisotop! Radioisotop adalah bahan yang sangat penting untuk pemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Radioisotop adalah bahan yang tidak bisa dipisahkan dengan kedokteran nuklir. Dengan radioisotop organ-organ di dalam badan bisa dilihat secara berwarna dan tiga dimensi.

Ini sudah beda dengan radiologi yang hanya bisa hitam putih dan dua dimensi. Maka pemeriksaan melaui MRI, CT, gamma camera, serta operasi yang menggunakan pisau gamma mutlak memerlukan radioisotop. Jepang pun tidak memproduksinya sehingga pasar radioisotop kita amat besar. Apalagi Tiongkok. Waktu saya mendampingi Presiden SBY makan siang dengan Presiden Hu Jintao di Beijing yang lalu, saya pun promosi radioisotopnya BatanTek. Kebetulan saya berada di sebelah menteri perdagangan Tiongkok. Selama makan siang itu saya terus minta agar Tiongkok membeli radioisotop kita.

Dengan kemampuan Dr Yudiutomo dan timnya menembus pasar Jepang, Tiongkok, Malaysia, dan negara-negara Asia lainnya, maka masa depan PT Batan Teknologi amat cerah. Tahun ini omsetnya langsung bisa mencapai Rp 200 miliar. Tidak mustahil bakal bisa mencapai Rp 1 triliun dan kemudian Rp 3 triliun di kemudian hari.

Amerika dan Australia, meski mampu membuat radioisotop, mereka bukan pesaing kita. Umur radioisotop ini hanya 60 jam. Setelah itu daya radiasinya habis. Untuk kebutuhan Tiongkok 10 curie, misalnya, Tiongkok harus membeli 60 curie. Yang 50 curie hilang di jalan. Karena itu pengirimannya harus dengan pesawat. Harus dihitung waktu pengirimannya sejak dari Serpong ke bandara dan seterusnya. Saya tentu ingin dua ahli kita ini tidak berhenti di radioisotop. Keduanya juga optimis pengetahuannya akan sangat berguna untuk pertanian dan pengeboran minyak. Tapi biarlah BatanTek maju dulu. Jadi raja Asia dulu. Dua tahun lagi kita bicara nuklir untuk mengamankan pangan kita. Sumber Vivanews

Read more...

PT Dahana kantongi 15 paten produk "enerjikal material"

SUBANG - PT Dahana (Persero) mengantongi 15 paten atas penemuan perangkat maupun sistem produksi “enerjikan material” yang menjadi salah satu keunggulan perusahaan BUMN strategis itu.

“Hingga saat ini sudah ada 15 paten atas penemuan perangkat, mesin dan sistem produksi enerjikal material yang kami lakukan. Sejauh ini mendukung dan menjadi keunggulan Dahana,” kata Kepala Litbang PT Dahana, Waspodo Kurniadi di Bandung, Minggu.

Menurut Waspodo paten itu diperoleh dari hasil pengembangan kreasi dan inovasi produk, terutama dalam mengembangkan mesin produksi yang memiliki kehandalan dan efektivitas dalam menghasilkan produk enerjikal material.

Peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mengembangkan inovasi industri yang memproduksi bahan peledak itu makin terbuka menyusul relokasi pabrik dari Tasikmalaya ke Subang yang luasnya mencapai 600 hektar.

“Inovasi perangkat dan sistem produksi itu memberikan nilai lebih bai Dahana. Pengembangan ke depan akan diperluas dengan membentuk Institute Explosive yang merupakan wadah berkumpulnya ahli dan tenaga yang bekecipung di sektor enerjikal material,” kata Waspodo.

Sementara itu, pabrik baru di Subang akan menjadi pabrik enerjikal material terbesar di Asia Tenggara dan dipastikan bisa meningkatkan kapasitas produksi dan mengembangkan produk lainnya.

“Pembangunan pabrik baru itu sudah mencapai 90 persen, termasuk gedung Energical Material Center (EMC) yang akan menjadi pusat perkantoran PT Dahana di pabrik baru itu,” katanya.

Pabrik yang didesain dengan “industri hijau” itu, nantinya akan terletak di kerimbunan pepohonan di lahan bekas perkebunan keret itu.

“Lokasi itu akan dibagi ke dalam dua ring yakni ring I untuk produksi dan ring II untuk perkantoran dan fasilitas lainnya non produksi,” tambahnya.



antaranews.com

Read more...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...